Jadi ada hal yang harus kita perbaiki terkait dengan masalah positivity rate itu. Tapi yang harus kita lihat adalah angka yang dirawat. Kalau sekarang kita lihat memang cenderung turun, dalam artian yang dirawat di isolasi bisa kita katakan datanya hanya sekitar 20 persen dibandingkan Desember-Januari yang bisa sampai 90 sampai 100 persen okupansi bed-nya. Tapi kita nggak bisa cuma lihat dari ruang isolasi saja untuk rawat inap yang ringan sedang, tapi juga harus lihat ICU kita masih banyak yang dirawat dengan Covid-19. Artinya, kita belum selesai dengan pandemi Covid-19 ini.
Masih harus ada upaya yang tetap kita harus jaga dan itu harus tetap kita lakukan. Jadi jangan terlena dengan satu kasus atau data yang yang kita lihat lebih rendah dari negara lain. Tapi kalau umpamanya kemampuan testing kita meningkat, bukan tidak mungkin kita juga dapat data yang juga cukup banyak. Tapi sekali lagi, yang harus kita perhatikan adalah angka perawatan dan angka kematian. Dua hal itu yang harus jadi salah satu indikator, apakah strategi kita sudah tepat atau belum.
Tapi klaim Satgas Covid-19, kemampuan testing kita masih sesuai target, walaupun memang diakui menurun dari kemampuan sebenarnya. Angka kasus harian juga sudah melandai, apa itu mencerminkan kita telah baik dalam menerapkan 3M?
Memang kalau kita lihat kecenderungan naik turunnya kasus di Indonesia ada beberapa karakter. Kalau naiknya kasus, naiknya perawatan, naiknya angka kematian, itu pasca ada mobilitas massa yang besar. Contohnya Agustus pasca long weekend, November-Desember ada libur Natal dan tahun baru. Akhirnya, Januari kasus meningkat, bahkan angka kematian meningkat. Kemudian sekarang turun. Satu sisi tidak ada event yang berkumpul banyak masa, satu sisi lain juga ada PSSB atau PPKM itu terus terang juga membantu dalam turunnya angka. Tapi sekali lagi, ini tidak bisa dikatakan indikator kita melandai. Ini belum selesai.
Karena sekarang ada puasa, kemudian kemarin juga ada kebijakan tarawih. Asalkan dilakukan protokol dengan baik, Insya Allah kita masih bisa terhindar dari paparan. Tapi kalau protokol tidak bisa dijalankan dengan baik, bukan tidak mungkin itu bisa jadi satu potensi untuk meningkatkan kasus juga. Ditambah lagi juga nanti ada lebaran. Sekali lagi, kita belum selesai dengan pandemi ini, dan masyarakat tetap harus mematuhi protokol dan mematuhi dari anjuran-anjuran pemerintah.

Belakangan, masyarakat seolah sudah "bersahabat" dengan kondisi pandemi ini. Fenomena apa ini? Apa ini hanya terjadi di Indonesia, atau memang seluruh dunia sudah seperti ini dengan kondisi pandemi?
Memang kita harus pahami bahwa pandemi itu juga mempengaruhi sosial ekonomi masyarakat. Satu dua bulan pertama mungkin masyarakat masih bisa, artinya bukan hanya di Indonesia saja, tapi juga dunia. Tapi pada saat kita sudah mulai menginjak 1 tahun pandemi, kita nggak bisa sesederhana mengatakan stay at home.
Nanti kalau kita stay at home, siapa yang kasih makan secara ekonomi. Kemudian psikologis. Saya tidak mungkin hanya di rumah saja tanpa melakukan kegiatan, aktivitas apapun. Sehingga persepsi inilah yang harus kita luruskan sama-sama.
Persepsinya tidak bisa hanya Anda mengatakan tidak boleh bekerja, cukup di rumah saja untuk bekerja. Padahal kita tahu pekerjaan itu tidak serta merta bisa dilakukan di rumah, harus juga dilakukan di kantor. Sehingga yang harus dilakukan adalah pendekatan strategis di mana masyarakat bisa melaksanakan protokol, tidak sekadar memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menghindari kerumunan. Paling penting adalah bagaimana kesiapan tempat-tempat fasilitas publik terfasilitasi untuk bisa terhindar dari paparan Covid.
Baca Juga: Doni Monardo: Kalau Saya Tak Ambil Keputusan, Mau jadi Apa Negara Kita?
Contohnya dengan ventilasi yang baik, kemudian ada pengaturan jarak, tidak hanya skrining masuk cek suhu atau cuci tangan pakai hand sanitizer, tidak sekadar itu. Tapi setting ruangan harus kita ubah. Jadi kita nggak boleh mengikuti persepsi masyarakat yang menganggap sudah seperti biasa. Karena kesan yang muncul ini yang terjadi di India, dipikir sudah turun akhirnya ada event ritual, itu yang akhirnya meningkatkan kasus. Bukan tidak mungkin nanti di Indonesia juga bisa terjadi ledakan pasca lebaran.
Jadi kita harus benar-benar bisa memahami mengapa pemerintah melarang mudik. Ini yang saya kira perlu untuk dipahami oleh masyarakat. Jadi masyarakat kita minta untuk protokol kesehatan, tapi fasilitas pelayanan publik restoran, perkantoran juga harus disiapkan untuk bisa bagaimana mereka beraktivitas tapi terhindar dari paparan Covid-19.
Menurut dokter, apakah ke depan setelah vaksin makin mutakhir, pada akhirnya infeksi Covid-19 hanya akan jadi epidemi seperti flu biasa?
Secara ilmu kesehatan masyarakat, pandemi itu nanti bisa berubah jadi epidemi. Sekarang memang belum terjadi, tapi bukan tidak mungkin nanti akan terjadi. Apalagi dengan karakter Indonesia yang negara kepulauan, bukan tidak mungkin nanti akan ada satu lokasi-lokasi yang memang epidemi.
Seperti halnya epidemi malaria, dengue, epidemi yang terkait dengan penyakit menular lainnya yang terjadi di suatu daerah tertentu. Saya kira itu bisa terjadi. Kita paham masyarakat sudah teredukasi, sudah tahu cara untuk mengurangi (paparan), termasuk sudah tahu kalau ada kemungkinan gejala, sehingga akan semakin cepat berobat.
Kalau semakin cepat berobat, semakin cepat ditangani, dan ditangani di tempat yang memang sesuai untuk penanganan Covid-19, maka angka kematian juga bisa kita cegah. Ini yang saya kira perlu untuk dipahami oleh masyarakat.