Rumus Lawan Covid-19, Ketua Terpilih IDI: 5M + VDJ + 3T + Vaksinasi

Jum'at, 30 April 2021 | 07:18 WIB
Rumus Lawan Covid-19, Ketua Terpilih IDI: 5M + VDJ + 3T + Vaksinasi
Ketua Terpilih PB IDI dr. Adib Khumaidi, SpOT. (Suara.com/Lilis Varwati)

Apakah mungkin wabah Covid-19 di Indonesia bisa terkendali tahun ini, mengingat Satgas juga optimis setelah program vaksinasi mulai gencar dilakukan?

Saya masih melihat salah satu indikator utama kita adalah pasca lebaran. Kalau pasca lebaran ini kasus cenderung landai dan tidak ada peningkatan kasus, maka saya optimis akhir tahun ini kita bisa selesai di pandemi covid-19. Tapi kalau umpama pasca lebaran ini ada kecenderungan naik, maka kita akan semakin masuk dalam satu kondisi, ya kalau saya bilang di Indonesia belum ada gelombang kedua, gelombang ke-3, tapi masih naik turun. Jadi, indikator utama kalau dari sudut pandang saya pribadi lihat dari pasca lebaran.

Apakah vaksin yang sudah dilakukan hampir 4 bulan ini sudah menunjukkan hasil yang positif, misal angka penularan berkurang, angka kematian menurun dan sebagainya?

Ada hal yang masih harus dievaluasi. Salah satunya adalah mengenai target sasaran atau kita bicara target pencapaian sasaran. Saya bilang kalau dari kemarin yang pertama untuk nakes bisa dikatakan melebihi target, karena target 1,3 juta ternyata yang divaksin 1,4 juta, dan sekarang berlanjut pada masyarakat lansia. Ini masih berproses dalam meningkatkan cakupannya.

Kalau kita bicara target cakupan yang masih kurang, ada beberapa aspek yang harus dilihat, satu aksesibilitasnya. Jadi kemudahan mendapatkan akses untuk vaksin. Ini yang saya kira masih perlu ditingkatkan.

Saya sepakat pada upaya yang sudah dilakukan pemerintah, baik itu Puskesmas, swasta di berikan peran untuk bisa melakukan vaksinasi terutama pada kelompok lansia. Artinya bukan tergantung pada instansi pemerintah saja. Itu satu upaya mempermudah akses.

Kedua, tidak terfokus pada akses itu saja atau hanya bisa melalui satu aplikasi, tapi akses harus bisa dibantu oleh kelompok masyarakat di kelompok paling bawah. Data jumlah penduduk itu ada di RT, RW, kelurahan. Libatkan RT, RW untuk mendata kemudian fasilitasi di situ. Ada satu tempat mendapatkan vaksinasi dan secara massal dan itu melibatkan mereka. 

Kemudian yang paling penting juga adalah ketersediaan vaksin dan distribusi. Baru terakhir adalah bagaimana kita menyediakan SDM untuk dokter, perawat, bidan. Saya kira mereka sudah siap dan di level yang paling bawah karena program imunisasi ini merupakan jadi program yang rutin dilakukan.

Selama ini kita juga pernah ada imunisasi nasional. Jadi, kalau untuk SDM siap, tapi bagaimana kemudahan akses distribusi ketersediaan vaksin dan edukasi. Karena kita sekarang masih kurang edukasi tentang masalah vaksin, masih banyak informasi hoax terkait vaksin.

Baca Juga: Doni Monardo: Kalau Saya Tak Ambil Keputusan, Mau jadi Apa Negara Kita?

Pemerintah perlahan mulai mengendurkan larangan yang dulu ketat diterapkan di awal pandemi. Perjalanan mulai marak, liburan mulai lumrah, dan sebentar lagi mungkin sekolah mulai bertatap muka. Apa tanggapan dokter sebagai Ketua Terpilih PB IDI dengan hal ini?

Harus ada asesmen, penilaian. Ada indikatornya. Kita bicara dalam aspek kewilayahan, memang tidak bisa bicara secara nasional. Katakanlah bicara DKI Jakarta, mungkin akan berbeda antara Jakarta Barat, Selatan, Timur, dan sebagainya. Ataupun antara Bekasi dan Jakarta pasti berbeda.

Asesmen tentu harus ada indikator, salah satunya zonasi. Kalau memang itu wilayah merah, saya kira itu sangat perlu dipertimbangkan terkait dengan pembukaan. Potensi untuk bisa perkumpulan massa, baik itu sekolah maupun tempat pelayanan publik, tempat wisata, dan restoran.

Tapi yang paling penting juga adalah assessment ini dijadikan satu upaya yang dievaluasi secara rutin. Kalaupun nanti itu sudah dikatakan dalam satu wilayah itu turun, tidak serta merta langsung buka.

Prinsipnya adalah menyiapkan semua tempat, apakah itu sekolah, tempat pelayanan publik, kantor restoran, mal, dan sebagainya itu harus tetap menjalankan protokol, itu penting. Termasuk protokol perjalanan.

Adaptasi kebiasaan baru itu adalah kita akan beradaptasi, kalau kita sekolah sekarang duduknya agak berjarak, kalau sekarang sekolah jadi dua kelas pagi dan siang atau ganjil-genap untuk mengatur supaya kepadatan di dalam kelas. Jadi hal itu harus tersosialisasikan dari sekarang.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI