Suara.com - Di daerah Tangerang Selatan (Tangsel), ada pesantren khusus mualaf di bawah Yayasan Annaba Center Indonesia. Pesantren yang kemudian sudah memiliki jaringan pesantren lainnya itu kini memiliki ratusan santri. Mereka dibimbing untuk mengenal dan mempelajari Islam secara utuh.
Pesantren mualaf itu didirikan oleh Ustaz Syamsul Arifin Nababan. Tak mudah bagi dirinya sampai sejauh ini hingga memiliki sejumlah pesantren dengan ratusan santri. Terlebih, mereka adalah mualaf alias orang yang baru masuk Islam.
Ada berbagai kisah di balik perjuangan Ustaz Nababan. Diawali kegelisahannya soal Tuhan, hingga perjuangannya mengislamkan yang antara lain pernah dikepung warga satu desa, dilempari batu, diancam dibunuh bahkan dibakar.
Beberapa waktu lalu, kepada Suara.com Ustaz Nababan sempat bercerita mengenai lika-liku aktivitas dirinya yang dulu juga mualaf serta perjuangannya berikutnya. Berikut petikan wawancara dengan Ustaz Syamsul Arifin Nababan:
Boleh dipaparkan sedikit bagaimana awal mula mendirikan pesantren?
Jadi, latar belakang pendirian pesantren ini terkait dengan pengalaman diri saya sebagai ustaz berlatar belakang mualaf. Setelah saya mempelajari agama Islam ini, dulu ceritanya setelah masuk Islam saya hidupnya prihatin ya.
Saya belajar di pesantren penuh dengan keprihatinan. Sehingga setelah saya punya ilmu dan jadi ustadz, saya terpanggil membina para mualaf, karena teman-teman yang senasib dengan saya ini umumnya mereka tidak punya kesempatan belajar. Umumnya mereka hanya mendapat sertifikat, tapi tidak dapat pembinaan.
Nah, setelah saya berinteraksi dengan mualaf itu, banyak curhatan mereka yang meminta saya untuk membina mereka untuk keislaman yang utuh. Akhirnya sejak 1998 saya sudah mulai membina para mualaf nomaden di Jakarta. Basisnya awal di Masjid Al-Hakim, Menteng, kemudian pindah-pindah ke mana-mana.
Sampai kemudian tahun 2008 berhasil mendirikan pesantren mualaf putra. Lalu 2014 mendirikan pesantren mualaf putri. Lalu 2017-2019 membangun tiga cabang di NTT, 2020 membangun cabang baru di Gadog, Bogor.
Baca Juga: Wasis Setya Wardhana: 'Jogo Tonggo' Berbasis Data, Cara Desa Kami Hadapi Covid-19
Terkait kisah Anda awal masuk Islam, itu bagaimana ustaz? Bisa diceritakan lagi?