(Saya) Dulu masuk Islam 30 tahun lalu. Saya dulu hanya belajar perbandingan agama. Saya banyak membaca buku-buku Islam dan Kristen. Setelah mendapat ilmu perbandingan itu; saya putuskan Islam itulah yang benar, dan Allah berikan hidayah.
Selama belajar perbandingan agama, saya menemukan banyak kritik (Ustaz Nababan kemudian memaparkan beberapa contoh --Red)... (hingga) kemudian saya mantap masuk Islam sekitar usia 20-an.
Ada ayat atau surat yang makin memantapkan Anda masuk Islam saat itu?
Surat Al Maidah ayat 72-73, (juga) Al Maidah 116-117 (sambil kemudian memberikan penjelasannya secara lebih detail --Red).
Soal aktivitas Anda mendirikan pesantren, apa sih tantangan besarnya?
Tantangannya itu saya pikir dalam bentuk teror dari keluarga mereka ke pesantren kita; ada satu-dua, tapi nggak sering ya. Tapi secara umum, yang berat tantangan kita itu berkaitan dengan finansial aja, karena pesantren kita ini gratis. Di samping gratis, anak-anak santri kita juga disekolahkan, kita kasih jajan, transportasi, ditanggung semua kebutuhannya.
![Santriwati tengah belajar di Pesantren Pembinaan Mualaf Yayasan An-Naba Center Indonesia, Ciputat, Kota Tangerang Selatan (Tangsel). [SuaraJakarta.id/Wivy Hikmatullah]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/04/26/27874-pesantren-pembinaan-mualaf-yayasan-an-naba-center-indonesia.jpg)
Tekanan fisik dan mental tak terlalu sering, dan cenderung kita abaikan saja. Tantangan kita paling berat finansial ini, pembiayaan. Santri kita ratusan dan gratis semua. Di Ciputat ada 60 orang, di NTT ada ratusan orang, jadi semua kita cover biayanya. Kita nggak punya perusahaan, perdagangan; kita mengandalkan muhsinin. (Ketika) Donatur pada tekor dan bangkrut usahanya, membuat kita terseok-seok, kesulitan juga pembiayaan. Tapi kita optimis-lah, menolong agama Allah ini pasti ditolong sama Allah.
Soal pengalaman mendapat teror dari keluarga yang diislamkan itu, bagaimana? Bisa diceritakan?
Iya, (itu) saya dulu ketika mau pengislaman 10 orang di NTT, Kupang. Saya datang ke sana (karena) ada orang minta tolong disyahadatkan 10 orang. Tiba-tiba ketika mau syahadat, kami dikepung satu desa di dalam rumah. Ratusan orang datang melempari batu ke dalam rumah. Ada yang bilang serbu, bakar, bunuh. Ya, saya dengan kuasa Allah aja belum ajal. Intinya kalau kita lihat tragedi malam itu sangat mencekam sekali, sepertinya kami (bakal) tidak ada lagi, dibakar segala macam. Tapi alhamdulillah, ditolong kami malam itu, jadi kami nggak jadi (tewas), masih panjang umur. Itulah salah satu rintangan dakwah kita.
Baca Juga: Wasis Setya Wardhana: 'Jogo Tonggo' Berbasis Data, Cara Desa Kami Hadapi Covid-19
Pergerakan pesantren mualaf ini memang akan fokus ke NTT?