Tracing itu dilakukan selama empat setengah bulan, dimulai bulan November pertengahan dan selesai bulan Maret akhir 2021. Siapa targetnya? Targetnya adalah 59 kabupaten/kota di 13 provinsi yang menyumbang 70% kasus di Indonesia.
Pada saat itu teman-teman bertanya, "Kita mulai di sini, di angka 33 ribu?" Terus saya katakan, kita akan mencoba mencari kasus sebanyak-banyaknya, dan ini sangat bertentangan dengan misinya Satgas. Saya bilang, ya nggak apa-apa lah. Misi Satgas adalah menekan kasus sekecil-kecilnya, sementara kami para epidemiologi mencari kasus sebanyak-banyaknya.
Loh, kenapa kita cari kasus sebanyak-banyaknya? Karena capacity to detect atau kemampuan untuk mendeteksi itu dimulai dari mendapatkan kasus yang banyak dalam kondisi yang ringan atau tanpa gejala, sehingga prognosisnya menjadi lebih baik.
Pada saat itu teman-teman mengatakan, berapa lama kita akan mencapai puncak? Puncak itu bagi epidemiologi menjadi hal penting. Karena apa? Dia akan mengukur penurunannya itu menjadi lebih sistematis.
Saya katakan, the world scenario atau reproductive number itu antara 2 sampai 4. Kalau kita mulai dari 30.000, maka world scenario, yang skenario terburuk adalah kita puncaknya di 120.000 (kasus). Tapi dengan isolasi dan karantina melalui program tracing, maka kita berharap bahwa kasus tidak sampai 120.000, dan ternyata puncaknya memang terjadi di bulan Januari (2021).
Bulan Januari akhir, puncaknya itu sebesar 88.800 atau sekitar 2,9 dari awal kita melakukan tracing, antara 2,9. Tapi setelah itu terjadi penurunan yang sangat signifikan. Penurunannya ini bervariasi di 13 provinsi, tapi overall di Indonesia itu menurun sebanyak 10 minggu (overall) di Indonesia.
Pengendalian itu kriteria standar atau kriteria yang paling gampang, itu adalah penurunan setengah dari puncak tertinggi selama 3 minggu berturut-turut dan terus turun sampai ke tingkat terendah. Jadi ini kita capai di minggu ke-9 (sejak program).
Nah, terus turun, tapi begitu kita sudah turun, sudah cukup baik, angkanya waktu itu di 2.900 sampai 3 ribuan, tiba-tiba program ini harus dihentikan, karena akan diambil alih oleh Kementerian Kesehatan. Ya, nggak masalah, bagi kami yang penting itu terus dilanjutkan.
Karena menurut mereka, tracer kita itu sedikit sekali jumlahnya, hanya 8 ribuan, sementara negara ini membutuhkan 80.000 tracer. Akhirnya diambil-lah tracer itu dari Babinsa dan Babinkamtibmas.
Baca Juga: Wawancara Devi Pandjaitan: Daripada Kritik, Ayo Buat Sesuatu Untuk Negara!
Saya juga ikut melatih Babinsa dan Babinkamtibmas, dan saya sudah sampaikan dengan Pak Menkes, saya katakan, "Nggak bisa deh Pak, Babinsa Babinkamtibmas." Mengapa? Karena mereka punya pekerjaan lain, sementara tracer kita yang kemarin itu pekerjaannya memang full time, mereka melakukan tracing.
Dan setelah itu, maka kasus mulai naik kembali pelan-pelan. Ada penurunan ini pada saat hari raya Idul Fitri. Saya sudah katakan berkali-kali, ngukurnya jangan di hari raya ini, di minggu hari raya. Karena pada minggu hari raya, dari 7 hari ada 4 hari libur, 3 hari liburnya ditambah satu hari Minggu.
Jadi semuanya turun, testing turun, kemudian kasus turun, yang dirawat turun. Nah (tapi) kemudian angka ini menjadi meningkat lagi.
Pada minggu ke-23 saya sedikit kaget, karena angka ini tidak normal. Ketidaknormalan di angka ini, itu bagi epidemiologi itu sinyalnya langsung keluar nih, di dua minggu ini.
![Sejumlah tenaga kesehatan berjalan keluar dari ruang dekontaminasi untuk melakukan perawatan terhadap pasien COVID-19 di Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Jumat (22/1/2021). [Suara.com/Angga Budhiyanto]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/01/22/91550-jumlah-tenaga-kesehatan-di-rumah-sakit-darurat-penanganan-covid-19-wisma-atlet-kemayoran.jpg)
Pertama, dia sudah melebihi dari puncak tertinggi dari tracing kita yang lalu. Ini saya sudah berteriak, saya katakan, ini kalau kita tidak kendalikan ini akan meningkatnya eksponensial. Tapi bukan karena mudik, karena orang masih saja bicara tentang akibat mudik sehingga (dinilai) meningkatkan jumlah kasus.
Kadang-kadang jadinya pemerintah itu kontroversi. Satu sisi mengatakan larangan mudik berhasil, tapi satu sisi mengatakan (terjadi) peningkatan kasus karena mudik. Jadi sebenarnya yang benar yang mana, gitu. (Larangan) Mudik berhasil, atau mudik tidak berhasil? Jadi kita nggak usah bahas itu lagi.