Dewa Made Susila: Pasar Otomotif Sudah Jenuh, Saatnya Diversifikasi

Liberty Jemadu Suara.Com
Kamis, 14 Agustus 2025 | 09:04 WIB
Dewa Made Susila: Pasar Otomotif Sudah Jenuh, Saatnya Diversifikasi
Direktur Utama PT Adira Finance Dewa Made Susila mengatakan pasar otomotif Indonesia sudah mencapai titik jenuh, penjualan terus turun. [Suara.com]

Suara.com - Penjualan motor dan mobil yang terus turun menjadi tantangan berat untuk perusahaan pembiayaan multiguna Adira. Direktur Utama PT Adira Dinamika Multifinance Dewa Made Susila bahkan mengatakan pasar otomotif di Indonesia sudah jenuh dan berdarah-darah.

Made yang diwawancarai Pemimpin Redaksi Suara.com, Suwarjono dan Mohamad Teguh, Pemimpin Redaksi IDNFinancials.com dalam program Meet The CEO baru-baru ini, bercerita tentang diversikasi, menjelaskan hubungan Adira dengan Bank Danamon, rencana merger dengan Mandala Finance hingga ke filosofi hidupnya yang unik.

Berikut adalah petikan wawancara dengan Dirut Adira Finance Dewa Made Susila:

Kembali kita ke program Meet the CEO. Kali ini kita kedatangan tamu luar biasa yang kita tunggu-tunggu punya pengalaman sangat panjang di bidang finance. Beliau adalah Direktur utama PT Adira Dinamika Multifinance atau yang sering kita kenal Adira Finance, bapak Dewa Made Susila. Selamat siang. 

Siang, Pak Suwarjono

Industri finance perkembangannya sangat luar biasa dan bincang-bincang ini akan memberikan wawasan dan update yang memberikan gambaran industri kekinian. Pak Made boleh cerita bagaimana sebenarnya industri finance, khususnya soal pembiayaan saat ini?

Terima kasih, Mas. Mungkin saya flashback little bit untuk konteksnya. Dulu pemerintah bikin perbankan terutama untuk melayani kelas menengah atas, yang disebut bankable segment. 

Nah di luar itu kan ada segmen yang besar sekali di bawah, itu missed market. Mereka yang dilayani oleh lembaga keuangan nonbank. Salah satunya adalah multifinance. Segmen menengah bawah, yang biasanya pendapatannya kecil, jumlahnya banyak dan tersebar seluruh Indonesia.

Perkembangan bisnis multifinance mengikuti segmen ini. Bisnis pembiayaan otomotif ada roda empat, ada roda dua. 

Baca Juga: OJK Soroti Merger Adira Finance dan Mandala Finance

Roda empat itu dulu sebenarnya bisnisnya bisnis perbankan. Kalau masih ingatkan hampir semua bank punya KPM (Kredit Kepemilikan Mobil). 

Tapi dengan inovasi, segmen otomotif itu malah pindah ke multifinance. Tapi bank agar bisa menjangkau segmen ini, hampir semua punya layanan multifinance. Itu konteks sejarahnya.

Lalu soal perkembangan konsumen. Dari 30 tahun terakhir - Adira memang berdiri tahun 90 dan November ini kami akan merayakan ulang tahun ke-35 -  awalnya multifinance lebih menargetkan pembeli mobil. Itu sebelum krisis 1998.

Kemudian setelah krisis, sebagian segmen menengah turun kelas. Toyota Kijang dari Rp 50 juta jadi Rp100 juta. Founder kami kemudian berpikir bagaimana melayani segmen besar dari masyarakat ini.

Kemudian digaraplah segmen sepeda motor. Dulu banyak motor dijual secara cash. Sehingga segmen konsumennya hanya yang punya cash. Tapi dengan multifinance, orang yang punya uang muka sudah mampu beli motor.  

Meledaklah penjualan motor dari kurang dari 1 juta unit, pada puncaknya pernah 8 juta unit dan sekarang di 6 juta unit. Jadi bisnis ini benar-benar bisnis ritel, benar-benar menyangkut masyarakat Indonesia.

Itulah kira-kira evolusi dari bisnis ini. 

Tapi along the way tentu banyak yang harus dilakukan karena kita harus mengikuti perkembangan zaman. Sekarang penetrasi motor itu sudah tinggi. Hampir semua rumah tangga itu sudah punya motor. Setiap rumah tangga yang isinya 4 orang, rata-rata punya 1,7 motor. Jualan motor kini tak bisa naik banyak.

Muncullah solusi dana. Solusi dana itu apa? Dana itu bisa melengkapi aspirasi hidup yang lain seperti untuk pendidikan, umroh, renovasi rumah, bahkan berbisnis. 

Jadi sekarang terjadi perubahan bisnis, banyak multifinance terutama yang customer base dan cabangnya banyak, menggarap pembiayaan multi purpose loan. Yaitu pembiayaan dana yang memakai jaminan atas aset yang dipunya. 

Jadi itu adalah salah satu evolusi dari perkembangan bisnis ini. Nah kami berharap ke depannya produknya lebih banyak lagi. 

Kalau sekarang semua masih terkait dengan otomotif, seperti asuransi kendaraan dan asuransi kecelakaan. Kami juga membantu menjual micro insurance, contohnya asuransi demam berdarah. Bayar Rp 50.000 kalau sial kena demam berdarah akan di-cover asuransi.

Jadi menurut saya multi-finance itu platform. Ini bisa dipakai untuk membantu masyarakat menengah bawah yang memang bank enggak punya akses ke perbankan.

Kalau dilihat pertumbuhan, dari awalnya pembiayaan ke otomotif, motor, kemudian multiguna yang sekarang. Itu yang prospeknya termasuk bagus? 

Kami di bisnis memulai dengan otomotif. Saat ini kami melihat otomotif sudah jenuh. Dalam 10 tahun terakhir, penjualan mobil dan motor itu tidak tumbuh, malah turun.

Itu realitas yang harus kami hadapi. Kalau cuma mengandalkan otomotif, kita enggak punya sumber pertumbuhan. Itu satu, dari sudut company.

Kedua, penjualan otomotif di Indonesia itu sangat fluktuatif. Naik turunnya kayak roller coaster. Turun 20 persen, naik 5 persen, turun 10 persen, kemudian naik 15 persen. 

Sehingga multifinance agar bisa lebih stabil, butuh diversikasi bisnis.

Tapi saat ini harus kami akui, perusahaan pembiayaan itu sangat tergantung otomotif. Sekitar dua per tiga dari pembiayaan multifinance itu otomotif. Sepertiga sisanya alat berat.

Diversifikasi bukan hanya masalah pertumbuhan, tapi juga untuk mendiversifikasi risiko. Karena mengandalkan otomotif enggak cukup. Jadi kita harus cari sumber pertumbuhan baru dan pada saat yang sama harus memberikan solusi ke konsumen. 

Konsumen menengah bawah itu akses terhadap kredit itu ke sedikit. Saya lihat data, statistik terakhir orang yang ke pengadaian itu terus naik. Tahun lalu itu, kalau saya enggak salah transaksi di Pegadaian sekitar 140 Triliun.  

Artinya bisnis pegadaian bagus?

Artinya masyarakat bawah butuh solusi dana. Karena dia enggak dapat akses ke bank.

Problem ini kemudian terkait pinjol, pay later dan lain-lain?

Jadi begini. Harus dimengerti bahwa ada kebutuhan akan uang tunai. Sekarang masalahnya akses. Siapa yang punya akses ke pegadaian? Ya, yang punya emas. Nah, mereka yang enggak punya akses? Pilihannya terbatas.

Itulah yang lebih banyak memanfaatkan yang disebut pinjaman tanpa agunan. Ini memang berbahaya. Itu perlu dicarikan solusi. Karena melarang tanpa kasih solusi, berat juga,. Enggak adil buat konsumen. 

Saya kira, over time, OJK, pemerintah mulai meregulasi ini. Agar sehat. Pada satu sisi, melindungi konsumen. Pada sisi lain juga harus membuat industri-nya sehat. Jadi memang ada proses learning-nya. Belajar bagaimana agar industri yang memberikan solusi itu sehat.

Karena umumnya yang pinjam online itu, setahu saya, itu the first time borrower. Yang kalau ke bank pasti ditolak juga. 

Kalau dia enggak bisa pinjam di multifinance, dia pinjam ke siapa? Bisa ke pinjol, bisa ke lintah darat. Itu bunganya lebih tinggi dari kami. 

Jadi jangan kami cuma dibandingkan dengan bank, tetapi coba bandingkan dengan alternatif lain. Sebenarnya cara berpikirnya harusnya begitu. 

Balik lagi ke Adira, ya kami punya empat pilar bisnis. Motor, mobil, multi-purpose loan atau pinjaman multiguna, dan kami sudah masuk ke heavy equipment sama armada.

Secara porsi, motor paling besar kontribusi terhadap laba? 

Tidak. Sebelumnya memang motor, tapi karena evolusi sekarang yang paling sehat itu adalah pinjaman dana tunai. Kedua, motor, yang ketiga, heavy equipment. Yang keempat, yang paling kurang profitable, yang challenging, itu bisnis mobil. Mobil ini berdarah-darah. Tekanannya tinggi sekali. 

Di tahun 2024, pasca pandemi, kinerja keuangan masih positif. Nah, apa yang menjadi dasar kebijakan bisnis, sehingga masih bisa terus menunjukkan kinerja positif?

Ya, bisnis kami sebenarnya simple. Kinerja kami tergantung dari empat faktor. Nomor satu adalah penjualan atau pembiayaan. Nomor dua adalah biaya dana, karena yang kami jual itu dana dan kami pinjam. Nomor tiga adalah kerugian kredit, karena tidak semua kredit yang disalurkan itu bisa balik. Yang keempat tentu biaya operasional. 

Waktu era Covid-19, penjualan menurun banyak sampai 50 persen. NPL (Non Performing Loan) naik. Setelah itu otomotif pulih, mulai normal. 

Tahun 2024 ada kondisi yang berubah. Nomor satu ekonomi slowdown lagi. Daya beli turun. Kalau lihat statistiknya, sejak Covid-19 itu ada 10 juta kelas menengah tidak balik lagi. 

Data terakhir Bank Dunia, sebenarnya hampir 60 persen lebih penduduk kita itu miskin. Definisi Bank Dunia adalah yang kira-kira pendapatannya di bawah UMR

Penurunan daya beli ini dampaknya dua. Pertama, penjualan pasti melemah. Kedua, adalah tekanan terhadap kualitas aset. 

Jadi kami menghadapi dua tekanan sejak 2024, yaitu dari penjualan - otomotif tahun lalu juga turun dan tekanan terhadap aset kualitas. 

Untuk bertahan, kami tentu melakukan pengetatan. Yaitu menekan penjualan. Kami ketatkan lagi karena memang situasinya tidak bagus. Yang kedua, biaya dana. Ya, dengan adanya tekanan terhadap rupiah, kan BI naikkan biaya dana. Biaya dana, BI rate, hampir 2 persen. Dan sekarang masih di level yang tinggi, walaupun sudah mulai diturunkan.

Jadi, sejak 2024 kami menghadapi tekanan margin. Ya, yield-nya tetap, tetapi cost of fund-nya naik. Dan kami juga menghadapi tekanan atas biaya kredit, karena pelemahan ini masih berlanjut. Salah satu bukti pelemahan yang signifikan itu penjualan kendaraan komersial. 

Tahun lalu turun dua digit, tahun ini masih dua digit turunnya, Jadi, orang beli kendaraan komersial merefleksikan aktivitas ekonomi. Kalau penjualannya turun double digit, itu artinya ekonomi melambat. Nah, itulah yang menyebabkan kinerja kami menurun dalam siklus ekonomi seperti ini. 

Jadi, Bapak menamakannya siklus ya? 

Iya. Jadi, kalau kita lihat di 2024 turun 27 persen, kemudian per Semester I juga sudah turun. Artinya, siklusnya masih berjalan. 

Tapi kalau kita lihat, warung sebelah pertumbuhannya bagus. Ini kok bisa yang satunya turun, yang satunya plus? Mengapa ada satu industri yang sama-sama multifinance tapi beda sekali performance-nya?

Jadi, yang real multi finance itu Adira. Yang lain itu single product. Motor atau mobil. Kita beragam produknya. Performance dana tunai kami bagus. Terus di mobil kami tertekan. Karena 50 persen penjualan kami itu kendaraan komersial yang penjualannya turun dua digit.

Umumnya perusahaan pembiayaan mobil yang segmen konsumennya bankable bagus. Karena memang mereka stabil. Kelas menengah itu, yang turun bonusnya, gaji enggak turun.

Jadi Adira itu marketnya kalau mal itu seperti Ramayana?

Sebagian bisnis kami ada di Ramayana, sebagian ada di Hero, sebagian lagi di Sogo. Kami lebar, tergantung segmen. 

Kami juga melihat (pasar otomotif) sudah mulai recover di dua bulan terakhir. Jadi, kami memang betulan melakukan pengetatan dibandingkan teman-teman. Teman-teman itu awal tahun, kami sudah di pertengahan tahun lalu. Jadi, memang dampaknya duluan terasa. 

Tapi kami lihat memang ada pergerakan yang positif, apalagi Juli ini saya suka lihat angkanya. Tapi belum bisa dikasih tahu ya. 

Nah, kemudian merger. Saya melihat, overall mirip-mirip. Nanti tekanannya juga akan sama. Nah, kira-kira gimana? Apakah dengan merger ini kemudian semester dua nanti akan lumayan performanya?

Konteks merger ini, pada akhirnya multifinance itu akan konsolidasi. Untuk bisa survive ke depan. Kita harus punya skala ekonomi.

Makin besar, makin bagus? 

Makin besar, makin bagus. Jadi, kalau kita lihat kan di bank itu ada 5-6 raksasa. Tapi ada bank menengah, ada bank kecil. Nah, kami berharap Adira menjadi salah satu bagian pemain besar.

Nomor berapa kira-kira, kalau setelah merger ini?

Masih top three-lah. Sekarang juga sudah top three. Nah, merger dengan Mandala, dalam konteks aset enggak banyak nambah. Cuman 10 persen. Dia asetnya 6 triliun. Kami yang dikelola 55 triliun. 

Tetapi yang lebih penting adalah untuk memperkuat posisi Adira. Mandala kuat di Indonesia Timur. Terus dia punya cabang juga sekitar 250 titik. 

Bagaimana memakai platform ini untuk menjual produk Adira? Mandala fokus ke roda dua. Sempit dalam hal produk. Jadi kami bisa menambahkan produk Adira di sini. Yang kedua, kami punya coverage yang lebih luas. 

Tetapi bagi kami ini adalah langkah pertama. Mempersiapkan Adira untuk masa depan. Kan lebih cepat, kalau lari pakai dua kaki. Jadi ini adalah proses, tapi dambahnya nggak langsung, Pak.

Jadi tahun ini kira-kira growth berapa persen bisa diperkirakan?

Nah, pelan-pelan. Jadi legal merger, belum entity-nya, di 1 Oktober.

Jadi di luar merger dengan Mandala, atau juga termasuk Mandala, kami harapkan masih bisa tumbuh, walaupun sedikit. Karena tumbuh itu penting.

Jadi kita harus tumbuh. Walaupun memang saya sudah lihat, kemungkinan besar, penjualan motor turun atau flat. Mobil pasti double digit turunnya. 

Nah, kira-kira menghadapinya bagaimana ya? Yang jelas, ketergantungan terhadap segmen menengah ke bawah ini terlalu tinggi, yang perlu harus pelan-pelan digeser. Karena kalau enggak, siklusnya sangat bisa diproyeksikan akhirnya. 

Saya harus kasih konteks dulu. Biar kita obatnya benar. Indonesia itu bukan negara yang over leverage. Jadi kan sebenarnya pinjaman rumah tangga kita termasuk terendah di dunia.

Sebetulnya meminjam itu bukan budaya, ya? 

Seingat saya data terakhir, pinjaman rumah tangga di Indonesia itu di bawah 25 persen. Di Thailand itu 80 persen. 

Tapi isu kita bukan itu. Isu kita adalah pendapatan. Biar nggak salah obat ini, bukan pinjamnya. Bagaimana caranya masyarakat bawah itu punya pendapatan.

Jadi kalau sekarang ini kan tantangannya banyak. Banyak pengangguran, proyek enggak jalan. Sekarang 55 persen penduduk kita itu di sektor informal. Artinya apa? Mungkin kerjanya juga enggak full time, pendapatannya lebih rendah dari UMR.  

Kita akui dua tahun terakhir ini proyek gede mana ada yang menyerap tenaga kerja?  Jadi, challenge terbesar ini adalah daya beli. Terutama daya beli bagi sektor informal. Pabrik juga banyak yang tutup, Pak. Jadi yang formal pun sudah kena tekanan, apalagi yang informal, Pak.

Yang mana kendalinya itu bukan di tanganya Adira tapi di tangannya Pemerintah?

Tentu kita dengan kondisi itu hati-hati. Lebih hati-hati dari kondisi normal. Misalnya dengan menaikkan DP (down payment). Waktu kita menyeleksi calon konsumen, dulu itu enggak ada SLIK (Sistem Layanan Informasi Keuangan). Sekarang kerja kita itu double dari masa normal dulu. 

Di sini nanti akan kelihatan siapa yang pemenang, siapa yang akan kalah. Jadi, industri itu masuk ke fase baru. 

Untuk bisnis ke depan dan tahun ini, tampaknya akan banyak sekali perubahan. Di Adira apa yang akan dilakukan untuk menghadapi dinamika yang sangat luar biasa di tahun ini?

Sejak 2024 tekanan terhadap industri otomotif itu luar biasa dan ini berlanjut. Waktu kami bikin rencana, kami pikir 2025 sudah selesai ternyata kami salah. Tekanan terhadap industri otomotif ini masih berlanjut. 

Tetapi kami tidak pesimistis, kami optimistis walaupun harus hati- hati. Karena penetrasi mobil itu paling rendah di Indonesia. Baru 10 dari seribu orang yang memiliki mobil. Di Singapura penetrasinya 30 persen, di Malaysia mungkin 50 persen. 

Kedua adalah setiap bisnis itu ada siklusnya. Mungkin pada saat ini, berdampak ke otomotif. Tapi kami sudah lama di bisnis ini, dan setelah penurunan pasti akan naik.

Ketiga kami melihat ada kebutuhan lain yang bisa dilayani sambil menunggu recovery otomotif. 

Yang kami lakukan adalah mempersiapkan Adira untuk ke depan. Apa yang kami persiapkan? Nomor satu kami selalu mencari pasar baru. Indonesia ini luas, Indonesia itu beragam kondisi ekonominya. 

Aceh bagus sekali ekonominya sekarang, padahal waktu 10 tahun lalu saya takut ke sana. Artinya apa? Ada sumber sumber pertumbuhan baru. Nikel misalnya itu menaikkan pertumbuhan di Sulawesi dan Maluku. IKN mengangkat pertumbuhan di Kalimantan. 

Yang kedua adalah memperbaiki proses bisnis. Pada akhirnya, konsumen itu adalah konsumen yang repeat. Setelah beli motor, balik lagi beli motor. Jadi kalau kita lihat penjualan motor yang 6 juta unit per tahun itu sebenarnya kurang lebih replacement untuk motor lama.

Nah, kami harus menjaga agar konsumennya itu tidak lari dari Adira. Retain good customer. itu tema kami.

Tema yang lain adalah tekan terhadap margin saya sudah jelaskan tadi ya kita harus lebih efisien. Operasional kita jadi kita perbaiki proses agar lebih efisien, termasuk memanfaatkan teknologi.

Terakhir tentu adalah diversifikasi usaha. Jadi terima kasih ke OJK karena sudah mulai membuka banyak segmen dan kita juga membuka diri terhadap cara baru melakukan bisnis.

Prediksi tahun ini kira-kira di level berapa, melihat situasi yang ada setidaknya dari Triwulan I dan II sudah selesai dan tampaknya stimulus pemerintah tidak banyak mengubah? 

Kalau dari sales kita berharap ada sedikit pertumbuhan. Karena di Semester I kami turun dan di Semester II kelihatan sudah mulai naik. Kalau data Juli ini bisa berlanjut, kita bisa tumbuh kecil. 

Jadi sejak pengetatan di pertengahan tahun lalu, penjualan turun. Kami perbaiki diri dua bulan terakhir sampai Juni sampai Juli sudah naik. Nah kalau itu berlanjut tentu kita berharap sales-nya tumbuh.

Kedua, margin belum tumbuh. Memang BI sudah menurunkan suku bunga. Cuma tekanan terhadap likuiditas membuat biaya pinjaman belum turun. 

Meskipun dari saudara ya? Cost of fund-nya kan dari Danamon?

Iya, karena mereka harus bersaing untuk untuk dapat deposito. Jadi ini faktor makro transmisi penurun suku bunga akan terjadi, tapi belum secepat yang kita mau.

Jadi sales itu 5% atau berapa? 

Di bawah kayaknya. Yang penting positif dulu, untuk optimisme.

Terus yang ketiga, biaya kredit, NPL. Atas portofolio yang lama itu kami harus menanggung sampai akhir tahun, karena harus diselesaikan. Tetapi portofolio baru kualitasnya sudah mulai bagus. Jadi dampaknya masih terasa tahun ini.

Kalau opex kita harus efisien. Cuma memang kita itu main di karyawan bawah, jadi banyak UMR. Tiap tahun kita berdampak sekitar 5 persen kenaikan OPEC. Di Adira itu ada 23.000 orang, nanti jadi 30.000 orang. Jadi dampaknya besar di Adira. Jadi itulah yang kami hadapi, top line mungkin sudah recover, tapi bottom line mungkin sedikit melemah. 

Jadi ini pertanyaan simple teknis, jadi kalau perusahaan finance itu katakanlah ada yang cicilan macet kemudian diambil motornya, itu hitungannya rugi atau untung? 

Rugi, Pak.

Bukannya untung, karena bisa dijual lagi? 

Enggak kayak emas.

Enggak kayak emas?

Emas itu ganti hari naik harganya, motor pindah tahun aja udah turun. Itu pun kalo ketemu motornya, kadang-kadang enggak ketemu. Kalau kita tarik motornya, rata-rata kerugian, atas sisa pokok utang, kita kehilangan 20 persen.

Pertanyaan sederhana lagi, kalau saya lihat penjelasan Bapak, Adira akan tumbuh unorganik juga, termasuk lewat merger. Kemarin juga baru akuisisi Arthaasia Finance juga kan?

Itu akuisisi aset, bukan company. Beli portfolio 

Terus yang kedua, sekarang banyak online untuk memperluas pasar. Bapak enggak perlu ke Jayapura atau Timur selama pakai teknologi. Growth-nya bagaimana di situ? Masih bisa diharapkan atau tetap percaya yang tradisional? 

Kami membangun Adira itu untuk multi segmen. Jadi ada segmen yang memang sukanya ke cabang. Tapi kalau di Jakarta segmen digital sudah banyak. Makanya kita siapkan. Apakah sudah mayoritas, enggak juga.

Apakah growthnya enggak cukup meyakinkan? 

Bukan. Segmennya jauh lebih kecil. Jakarta itu kan cuma 12 juta, Indonesia 280 juta. Kalau terbang ke tempat lain, challenge-nya banyak. Handphone, sinyal, capek pak. 

Saya cerita begini bukan hanya ke Bapak, saya cerita ke stakeholder saya, ke bank juga. Disangka semua kayak Jakarta. 

Kita bikin (aplikasi) Adiraku, kenapa yang install baru sekitar 25 persen? Tidak punya pulsa untuk download, itu contoh challenge-nya. Setelah didownload tidak cukup, handphone-nya ketuaan Pak.

Jadi poinnya adalah segmen digital kita akomodasi. Tetapi itu belum bisa menggantikan segmen offline. 

Pak Made jadi ternyata pengalamannya sangat luar biasa. Sebelum kita closing, kita ingin tahu, Pak Made bisa sampai sedalam ini itu bagaimana? 

Saya banyak tersesatnya. Cita-cita jadi dokter, akhirnya kuliah di IPB, jadi petani. Setelah lulus, karena saya suka matematika dan di finance itu dipakai banget matematika-nya. Sehingga saya switch biar masuk ke sektor keuangan, karena keuangan itu rata rata math.

Saya beruntung juga nasibnya baik, banyak terekspos ke multi bisnis. Saya pernah di sekuritas, BPPN, asuransi juga pernah. Saya jadi CFO bank, multifinance sehingga saya bisa melihat banyak hal yang bisa dipelajari. 

Kedua saya juga orang kampung. Setelah SMA tinggal di Jakarta. Jadi saya punya dua kepribadian, sebagai orang kampung dan sebagai orang kota. 

Yang ketiga yang saya beruntung sejak awal karier banyak ketemu orang hebat. Di BPPN itu orang hebat semua, sehingga membuat saya harus beradaptasi terus. Di Pefindo (PT Pemeringkat Efek Indonesia), pertama saya dari universitas lokal temannya semua lulusan Amerika. Kalau dia ngomong Inggris, mabok kita dan akhirnya harus belajar.

Saya selalu pakai filosofi yang disebut choose your hard. Kamu tinggal memilih kesulitanmu. Saya ambil contoh ya, sulit jadi sehat atau sulit karena tidak sehat? 

Jadi kalau Bapak mau sehat, sulit Pak karena harus disiplin makan, olahraga, jangan bergadang. Tapi kalau Bapak tidak sehat, sulit juga karena sakit-sakitan, biaya tinggi, tidak bisa senang-senang. 

Kayak sekarang. Lebih baik sulit ngurusin Adira daripada sulit mencari kerjaan. Pak jadi lebih baik sulit bekerja daripada sulit cari kerja. 

Kita jadi melihat tantangan: situasinya sulit, tapi sulit yang mana yang bagus buat kita? Menurut saya salah satunya adalah memanfaatkan momentum konsolidasi ini untuk masa depan. 

Karena kalau kita mengutuk market turun, daya beli turun, stress Pak. Tapi kita fokus apa yang bisa kita bangun lebih baik lagi. Nah ini salah satunya diversifikasi, merger dan perbaiki proses. 

Mungkin satu pertanyaan lagi, sudah banyak menjadi CEO di banyak tempat, untuk pengambilan keputusan itu, bapak itu ada pernah pakai gut feel enggak? 

Banyak, karena sebagai CEO data pasti enggak lengkap. Sebagai CEO kita lebih ngomong masa depan siapa yang tahu masa depan? Sebagai CEO bapak dapat banyak sekali input dari banyak pihak, tapi kita tidak tahu mana yang benar. 

Meskipun secara matematika polanya bisa ketemu, tapi tetap saja?

Jadi menurut saya itu tool. Tapi kita harus selalu cek kewarasan. Karena orang matematika, orang finance angka kalau enggak bagus, enggak aci. 

Cuma ada aspek-aspek yang, kalau mirip-mirip, mana yang dipilih? Nah itu gut feel. Itu sebenarnya adalah akumulasi dari pengalaman. 

Itu sebenarnya database yang ditambah knowledge, dan wisdom yang dimasukkan. Sehingga disebut feeling. 

Sangat menarik saya kira nggak ada habisnya kita bicara dengan orang yang kaya pengalaman jadi sekali lagi terima kasih Pak Dewa Made atas waktunya dan kita ketemu di meet the CEO berikutnya, Terima kasih.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI