Suara.com - Pandemi Covid-19 mempengaruhi perekonomian secara luar biasa di seluruh daerah Indonesia. Imbasnya, terjadi penurunan ekonomi dan menyebabkan kontraksi yang sangat dalam karena pembatasan mobilitas masyarakat secara ketat.
Lantas, bagaimana strategi pemulihan ekonomi setelah pandemi berjalan selama lebih dari satu setengah tahun, namun nyatanya masih harus berada di tengah ancaman kemunculan varian-varian baru Covid-19? Belum lama ini, Suara.com berkesempatan berbincang-bincang secara daring dengan Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi, terkait strategi pemulihan ekonomi khususnya di ibu kota Jawa Tengah tersebut.
Berikut petikan wawancara Suara.com dengan Wali Kota Semarang yang akrab disapa Hendi ini, yang ditulis ulang dalam format tanya-jawab:
Bagaimana strategi pemulihan ekonomi di tengah ancaman kemunculan varian Covid-19 di Kota Semarang, saat ini Pak?
Ya, yang belum tahu Semarang, Semarang itu Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah. Penduduk kita 1,7 juta jiwa, kita punya 16 kecamatan 177 kelurahan. Nah kemudian, kalau Semarang hari ini (Senin 6 Desember 2021 --Red) ekonominya lebih pada arah perdagangan dan jasa, fokusnya di pariwisata.
Jadi kenapa memilih pariwisata? Kita lakukan kajian, diskusi dalam berbagai kesempatan> Pariwisata itu kan wilayah yang tidak pernah mengenal krisis. Waktu krisis minyak dunia, pariwisata tetap oke> Krisis tahun 1998, krisis moneter, itu juga pariwisata tetap oke, dan beberapa krisis yang lain.
Cuma begitu kemarin kena Covid, Maret 2020 Indonesia mulai ada virus Corona, ternyata sektor pariwisata ini yang paling terkena dampak daripada pandemi Covid-19. Tapi ndak apa, ya memang itu harus kita lewati. Allah memberikan akal pikiran untuk manusia, ya, kurang lebih supaya kita bisa kemudian mencari solusi, ikhtiar untuk bisa melewati pandemi Covid-19 ini bersama-sama.
Maka kalau ingin saya sampaikan dalam menghadapi pandemi Covid-19 dari mulai bulan Maret 2020 sampai sekarang, yang di Kota Semarang ini kita ada di tengah-tengah. Kita antara wilayah kesehatan dan juga aktivitas sosial budaya dan ekonomi. Pemerintah Kota Semarang ada di tengah-tengah. Kenapa begitu? Bukannya kita nggak fokus sama penanganan Covid. Kita tetap fokus. Anggaran APBD refocusing, kita juga arahkan untuk pembelian alat kesehatan, penambahan tempat tidur rumah sakit, pembuatan isolasi terpusat, kemudian juga beberapa beberapa pengadaan terkait PCR dan lain-lain. Kita fokus ke sana.
Cuma kebijakan ini kita ambil, karena kita merasa bahwa Covid ini kayaknya jangka panjang, karena obatnya juga belum ketemu. Sehingga kalau kemudian kita fokus di wilayah kesehatan, dunia ekonomi sosial budaya kemudian kita tekan sedemikian rupa, maka kemudian orang nggak akan bisa mencari pekerjaan. Dia nggak bisa bekerja, dia hanya bisa duduk diam di rumah. Kalau itu bisa itu terjadi, akhirnya orang kemudian ke mana-mana susah. Dia nggak bisa dapat uang tuh pada saat kerja, dan akhirnya dia bisa mati kelaparan. Jadi sama pentingnya antara penanganan ekonomi, sosial budaya dan wilayah kesehatan menurut kami.
Baca Juga: Ketua Umum Asita Nunung Rusmiati: Wisata Insya Allah Aman, Kita Siap Jaga Prokesnya
Sehingga dari mulai bulan April tahun 2020, kita mengambil kebijakan yang namanya PKM. Jadi peraturan walikota, PKM pertama, pembatasan kegiatan masyarakat. Intinya adalah kita semuanya bersama-sama menangani Covid-19> Yang mau melakukan kegiatan bekerja boleh, cuma harus dibatasi. Kalau di tempat usahanya warung makan, ya harus 50%, bukanya waktu PKM pertama maksimal jam 8 malam, dan seterusnya.
Lalu PKM kedua, Perwal (Peraturan Walikota) kita keluarkan, kurang lebih jam tutupnya jam 8 malam, kita jadikan jam 21.00 malam.
PKM ketiga, naik lagi jam 22.00 dan seterusnya. Sampai bulan Juli tahun 2021, pasca kita bersama-sama libur lebaran, Indonesia memasuki masa puncak dan pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan Instruksi Menteri Dalam Negeri, namanya PPKM (Peraturan Pembatasan Kegiatan Masyarakat), mulai PPKM Darurat. Kemudian tanggal 26 Juli lahir PPKM Level 4. Kemudian juga di tanggal 17 Agustus, Semarang masuk level 3; 31 Agustus Semarang masuk level 2; dan 19 Oktober kemarin Semarang masuk level 1.
Jadi artinya, di dalam melakukan pengambilan kebijakan ini, kita hampir sama persis seperti yang sedang dilakukan oleh pemerintah pusat. Jadi masyarakat Semarang sudah sangat siap dengan namanya pembatasan kegiatan masyarakat.
Nah memang, Covid ini menjadi tantangan kita bersama, maka konsep bergerak bersama ini kita gulirkan. Nggak boleh kemudian hanya semuanya bertumpu pada pemerintah, tapi kita menggerakan lagi yang namanya nilai-nilai gotong royong, yang kemudian nilai gotong royong itu juga bisa dilakukan warga yang mampu dengan membuat lumbung kelurahan, membuat sembako dibagikan pada masyarakat dan lingkungan sekitar termasuk perusahaan dan yang lainnya.
Nah waktu itu kita juga sempat melihat ada berita berita yang simpang siur, berita hoax, ya biasalah ada orang kalau ada nggak suka kemudian ditulis data Semarang Corona sampai 3.000 dan seterusnya.