Sekarang ini Golkar memiliki gerakan, memiliki pesan untuk membela kepentingan rakyat. Sebagaimana Golkar sebelumnya di masa lalu selalu mendekatkan [diri pada] rakyat. Bagaimana pertanian dibangun oleh Golkar, bagaimana Puskesmas, Posyandu dibangun oleh Golkar. Bagaimana banyak sekali program-program nasional yang sekarang masih ada itu adalah legacy dari Partai Golkar.
Jadi kita harus memperkuat itu. Bagaimana pendidikan menjadi prioritas, dibangun-lah pendidikan sampai SD waktu itu. Kan sekarang sudah sampai SMA. Nah, bagaimana ke depan Partai Golkar membangun pendidikan yang lebih baik, sehingga bisa diterima, bisa diserap oleh dunia usaha, baik yang di dalam negeri, maupun yang di luar negeri, sehingga pengangguran bisa diatasi, gitu.
![Erwin Aksa (kiri) bersama kolega dan seniornya, ketika menghadiri acara Penghargaan Achmad Bakrie (PAB XVIII), di Jakarta, Agustus 2022 lalu. [Akun IG @erwinaksa.id/capture]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2022/10/13/45401-erwin-aksa-bersama-kolega-dan-seniornya-di-acara-penghargaan-achmad-bakrie-xviii.jpg)
Itu mengenai identitas Golkar ya, bang. Nah, kalau kita lihat dalam strategi pemenangan Pemilu saat ini, sebenarnya ada partai-partai lain yang "meniru" Golkar dan berhasil mendapatkan kursi lebih banyak. Golkar aware nggak dengan perebutan strategi itu?
Golkar tidak pernah membenarkan istilah vote getter. Karena Golkar punya kader, kadernya berlomba untuk bisa duduk di legislatif. Jadi kita tidak pernah menggunakan strategi vote getter. Dengan itu pun, sekarang Golkar masih nomor 2 ya. Jadi saya kira masing-masing partai punya perencanaan sendiri-sendiri. Kita punya perencanaan, partai lain juga punya perencanaan. Yang paling penting kan, apakah perencanaan itu bisa dieksekusi.
Kenapa? Kan dari partai yang punya sejarah panjang begitu, "partai tua", kenapa seorang Erwin Aksa yang dibilang relatif muda, mau turun tangan juga kan membesarkan partai ini juga.
Ya, kan saya lahir dari keluarga Golkar. Orang tua saya Golkar, paman saya Golkar, kemudian saya dibesarkan di Golkar sudah puluhan tahun. Saya berkarier dulu dari bawah kan. Jadi saya kira, [sekarang] eranya anak muda yang sudah di Golkar ini untuk membangun Partai Golkar, sehingga Partai Golkar bisa kembali menjadi pemenang Pemilu seperti 2004 yang lalu.
Saya kira timing-nya bagus, waktunya pas. Apalagi sekarang ini, pemilih-pemilih muda sedang banyak. Mereka pasti ingin melihat partai-partai yang memiliki narasi dan memiliki konsep yang baik, punya pengalaman yang baik, dan juga bisa mengimplementasikan gagasan-gagasan itu dan bisa diterima oleh pemilih-pemilih muda.
Apa yang dilakukan untuk menjangkau pemilih-pemilih muda ini?
Ya, macam-macam. Saya kira kita tahu, kemarin ada lembaga survei sudah mengatakan bahwa Golkar mendominasi pemilih muda. Dan saya kira, kita melihat bahwa Golkar sudah masuk ke era digital sekarang ini. Semua pendaftaran anggota melalui digital, sudah memiliki sekolah kebijakan publik. Kita juga punya sekolah berbasis online. Kemudian kita memiliki recruitment ya, itu dengan online juga. Jadi digitalisasi menjadi sangat penting di partai sekarang ini. Saya kira itu yang menarik.
Baca Juga: PDIP Belum Kasih Kepastian Soal Pemilu 2024, Pengamat Nilai Ganjar Pranowo Pilih Jalan Sendiri
Yang kedua, pastinya Golkar mengutamakan pendidikan sebagai pondasi dari pada masa depan bangsa ini. Supaya generasi milenial kita ini tidak kehilangan kesempatan, karena kesempatan untuk mendapatkan lapangan kerja itu sangat besar. Tetapi kalau skill-nya, pendidikannya tidak baik, otomatis mereka tidak bisa dapat pekerjaan, pengangguran naik.
Kita punya waktu 10 tahun. Jadi kalau 10 tahun ini tidak dimanfaatkan dengan baik, otomatis kita masuk di generasi yang tua. Sekarang ini kita boleh bangga dengan generasi milenial kita. Sepuluh tahun dari sekarang, sehingga kita tidak bisa lagi mengklaim bahwa Indonesia didominasi oleh milenial gitu. Nah, pendidikan yang seperti itu [yang diperlukan], supaya jangan mereka setelah selesai sekolah tidak mendapatkan pekerjaan.
Lebih spesifiknya soal pendidikan ini, apa bang? Kan kita punya Menteri Pendidikan nih sekarang ini. Apakah Golkar punya ide yang lebih baik?
Saya kira Golkar punya ide yang lebih baik. Ya, kita harus memperbaiki yang namanya pendidikan berbasis vokasional, berbasis vokasi. Kita tidak berbicara hanya mencari pekerjaan di dalam negeri, mungkin pekerjaan di dalam negeri terbatas. Jadi kita harus berbicara juga bagaimana kita mengirimkan tenaga-tenaga skill kita keluar negeri. Jangan hanya Filipina. Kita lihat di luar negeri bukan hanya Filipina. Padahal lapangan kerja terbuka di Timur Tengah. Kita punya hubungan agama dengan mereka, tapi kan mereka rekrut Filipina. Nah, inilah yang saya anggap kesempatan yang kita lewatkan selama 20 tahun terakhir ini.
Itu problemnya di mana? Saya melihat, satu, [mungkin] problemnya Bahasa Inggris. Kalau menurut abang gimana?
Ya, sama, mulai dari basic school-nya, mulai dari elementary school-nya, primary school-nya. Bahasa salah satu contoh, ya kan. Tentunya yang kedua adalah bagaimana ada bimbingan ke arah vokasional lebih awal. Jadi para anak-anak sekolah kita, sudah dibawa kepada suatu hobi yang mereka salurkan untuk bisa mendapatkan nilai. Sehingga mereka tidak hanya belajar yang kemudian tidak punya lapangan pekerjaan.