Dengan kata lain, justru dengan politik identitas Golkar sangat dirugikan?
Golkar masih urutan nomor dua. Jadi, menurut saya, Golkar punya daya tahan yang bagus. Cuma, isu-isu itu akan membuat polarisasi. Yang rugi ya bangsa, bukan Golkar. Golkar selalu mengedepankan Pancasila sebagai ideologi bangsa.
Ini problemnya sedikit-sedikit ada orang yang alim dituduh tidak Pancasilais; atau ada orang yang sedikit berpidato atau ceramah agak keras dituduh tidak Pancasilais. Fenomenanya terbalik nih. Bagaimana [pandangan] dari Golkar nih?
Ya, Golkar membangun toleransi. Silakan berceramah, tetapi jangan membawa ceramah yang membawa kebencian. Jangan berceramah kemudian membawa radikalisme. Kita ingin semua ulama itu dilindungi. Kita ingin semua ulama itu diberikan proteksi, sehingga bagi Golkar ulama itu sahabat. Dan dari dulu, Golkar dengan ulama-ulama itu dekat. Makanya Golkar itu selalu membangun hubungan yang baik dengan ulama-ulama.
Tadi disebut 10 tahun ke depan itu ada peluang besar, ada bonus demografi yang akan menguntungkan. Sebenarnya, problem mendasar kita hari ini yang harus dijawab oleh bangsa ini, apa saja menurut Golkar?
Yang paling pasti itu adalah pendidikan. Berikutnya adalah ekonomi, membuka lapangan pekerjaan. Kembali lagi ke pendidikan, supaya link and match, ya kan? [Dengan] Pendidikan yang baik, dapat pekerjaan; dapat pekerjaan, sejahtera. Kemudian yang kedua, kita ingin transparansi, sehingga apa pun yang namanya bantuan, subsidi, itu transparan sampai ke masyarakat. Supaya masyarakat tidak merasakan adanya korupsi. Korupsi itu bukan [melulu soal] KPK; korupsi itu [juga] yang nyolong BBM, yang nyolong BLT.
Jadi, yang dirasakan masyarakat itu masih adanya ketidakadilan. Mereka masih merasakan hukum baik bagi orang kaya, itu mereka hisap dari sekarang karena mereka kaya. Tapi bagi orang miskin, mereka tidak bisa mendapatkan keadilan, karena mereka tidak bisa seperti orang kaya tadi. Artinya, mereka merasakan justice itu tidak ada.
Itu yang menurut saya Golkar akan berjuang untuk meluruskan kembali apa yang kita harapkan dari reformasi itu. Karena Golkar yang mereformasi yang namanya Undang-Undang Pers; yang membuat Undang-Undang Pers itu zamannya Pak Habibie. Demokrasi, [ada] Yunus Yosfiah, Menteri Penerangan yang waktu itu. Kemudian banyak sekali undang-undang yang dihasilkan zamannya Pak Habibie, di mana Indonesia mulai menjadi negara demokrasi. Nah, itu harus kita jaga. Kita harus jaga, karena cita-cita bangsa itu kan di situ sebenarnya, reformasi setelah '98.
Terkait soal orang kaya ini juga, problem orang miskin kan bukan hanya soal hukum ya. Berpolitik itu bagi orang miskin kan jauh, bang. Abang kan termasuk keluarga yang punya privilege-lah. Sebenarnya, Golkar membuka nggak sih kesempatan seperti itu, bang?
Baca Juga: PDIP Belum Kasih Kepastian Soal Pemilu 2024, Pengamat Nilai Ganjar Pranowo Pilih Jalan Sendiri
Golkar itu basisnya dari meritokrasi. Kalau dari kita tuh, tidak ada pemegang saham. Golkar tidak ada dinastinya, Golkar itu tidak punya pemilik. Jadi yang ada adalah meritokrasi. Isinya teknokrat. Teknokrat pengusaha, teknokrat pendidikan, teknokrat hukum, jadi ya meritokrasi. Siapa yang punya kemampuan, siapa yang punya kelebihan, mereka yang akan mendapat kesempatan.
Makanya, Golkar ini adalah partai yang berbasis meritokrasi. Jadi tidak mengenal [apakah] seseorang berada di situ karena dia keluarganya si A, si B; tapi karena meritokrasi tadi. Nah itulah, makanya dulu Golkar dibangun dari golongan. Sehingga [kini] muncul meritokrasi; banyak teknokratnya, banyak pelaku usahanya, dulu [juga] ada TNI dan ASN-nya. Jadi, Golkar itu dibangun dari kelompok-kelompok orang yang berkarya.
Dalam rekrutmen kader partai pun diusahakan tetap akan seperti itu?
Iya. Sekarang Sekolah Public Policy Partai Golkar itu menemukan banyak sekali kader-kader Partai Golkar yang muda ini, memiliki talenta yang bagus. Kemudian mereka kita grooming, kita berikan mereka kesempatan sehingga mereka bisa berprestasi. Banyak, ada bupati [dari] Golkar, itu mereka dulu tenaga ahli. Banyak anggota DPR sekarang dulu dari tenaga ahli. Jadi bukan dari karena pengusaha, karena mereka tenaga ahli; mereka mengerti analisa, mengerti bagaimana menghitung dan sebagainya, membangun pesan --banyak yang terpilih menjadi anggota DPR. Jadi, meritokrasi itu penting.
Jadi, apakah sekolah ini dibuka untuk publik sebenarnya?
Inklusif. Syaratnya, artinya lolos dari wawancara, terus kemudian punya rekomendasi juga dari teman-temannya yang ada di Golkar. Tapi inklusif. [Sebanyak] 30-40% itu berasal dari luar, tidak disyaratkan juga harus masuk Golkar.