Jadi waktu saya pertama kali "di-reshuffle", sahabat saya itu namanya Mira. Biasanya saya duduknya selalu sama dia, dari kelas 1 SD. Waktu saya "di-reshuffle", itu saya keringat dingin banget. Terus kemudian I loved it, because I found something new gitu, dari teman yang baru.
Dan karena memang itu sebuah hal yang saya push, jadi akhirnya it’s a regular. Dan, now I can say that I am very ambitious. Kalau misalnya saya ingin sesuatu, saya kerjakan itu dengan sebaik-baiknya.
Dan buat saya, saya itu ambivert. Jadi kalau saya lagi pusing sesuatu, but I am very mindful ketemu sama temen-temen lagi dan you got very positive vibe, sayanya juga jadi semangat gitu. Tapi kalau misalnya udah sendirian di rumah, baru terasa capeknya. But I'm really comfortable with networking. Jadi banyak belajar, bagaimana sih berkomunikasi dengan orang. Lama-lama saya jadi suka, mempelajari lebih lanjut.
Balik lagi ke urusan karier. Walaupun di bidang komunikasi, tapi industrinya kan berbeda-beda. Nah, ini tantangannya apa?
![Direktur Corporate Affairs Nestlé Indonesia Sufintri Rahayu saat ditemui tim Suara.com di Kantor Nestle Indonesia, Jakarta Selatan, Selasa (22/11/2022). [Suara.com/Alfian Winanto]](https://media.suara.com/pictures/original/2022/12/06/10700-direktur-corporate-affairs-nestle-indonesia-sufintri-rahayu.jpg)
Sebenarnya ini sesuatu yang saya inginkan juga, it’s part of my plan. Jadi I remember, waktu saya pertama kali lulus, langsung kerja fresh graduate direkrut oleh sebuah organisasi besar. Dan saya bekerja langsung jadi managerial level. You go here, you go there, pergi ke luar negeri, ke luar kota, but I don’t know the essence. Sebenarnya kerja di public relation kayak gimana sih, dan I push myself untuk kerja di PR agency. Di mana saya belajar banyak hal bagaimana mengelola komunikasi buat brand, buat CSR, communication, issue handling, reputation management.
Dan di situ saya ingat salah satu mentor saya, he is really tough mentor, saying that “Kamu tuh kalau kerja di dunia komunikasi, kamu harus liat helicopter view. Makin banyak kamu punya pengalaman, makin bisa kamu dapatkan strategic direction sebuah perusahaan."
Karena saya ketika itu mulai dari account executive, manager, sampai jadi director, dan bisa me-manage the whole department.
Nah waktu bikin strategi komunikasi, kita harus banyak dapat pengalaman-pengalaman. Jadi saya senang banget diekspose dengan banyak klien. Ada dari industri B2B, B2C, FMCG, sampai covering NGO.
Nah, setelah saya udah jadi seorang pimpinan di sana, saya masih merasa belum enough. Akhirnya saya memutuskan anak muda waktu itu saya pindah ke client side.
Nah, buat saya, mindset dari mentor saya itu benar. Ketika kita harus menjadi seorang communication strategist, kita harus bisa melihat dari helicopter view. Selain itu, sebagai seorang perempuan, saya mempunyai journey yang dijalani oleh seorang perempuan. Dari single, kemudian pasangan, anak. Salah satunya juga kenapa saya berpindah-pindah, selain saya pengen belajar terus, saya meng-adjust seperti ritme kehidupan personal saya sebagai seorang wanita, seorang ibu.