Yohanes N Soge Makin: Mari Sama-sama Kita Bantu Pekerja Migran di Perbatasan, Jangan Hanya Sebatas Slogan

Selasa, 24 Januari 2023 | 11:59 WIB
Yohanes N Soge Makin: Mari Sama-sama Kita Bantu Pekerja Migran di Perbatasan, Jangan Hanya Sebatas Slogan
Yohanes N Soge Makin, sosok pekerja sosial yang membantu para pekerja migran. [Suara.com]

Suara.com - Namanya Yohanes N Soge Makin, Ketua Yayasan Muara Kasih Semesta yang didirikan dan beroperasi di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Yayasan yang ia dirikan sejak kurang lebih 10 tahun lalu itu, intinya bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan, tepatnya lagi berurusan dengan perlindungan dan kesejahteraan pekerja migran.

Mungkin belum banyak yang mengenal sosoknya, bahkan sekada mendengar namanya. Namun nyatanya, apa yang diperbuat dan dijalankan oleh Yohanes dengan sepenuh hati selama bertahun-tahun ini, sudah cukup memberikan dampak positif. Setidaknya terhadap kehidupan dari orang-orang yang dibantunya.

Belum lama ini, Suara.com berkesempatan melakukan wawancara eksklusif dengan Yohanes N Soge Makin, di sela-sela sebuah kegiatan di Jakarta. Berikut petikan perbincangan cukup panjang dengannya, di mana ia bercerita mulai dari awal aktivitasnya di Nunukan, hingga apa yang diharapkannya ke depan.

Bisa ceritakan bagaimana awal mula Anda bisa terlibat dalam pembinaan tenaga kerja di Nunukan?

Baik, selamat siang. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Seluruh masyarakat di tanah air Indonesia tercinta, saya Yohanes N Soge Makin, Ketua Yayasan Muara Kasih Semesta, Kabupaten Nunukan, yang bergerak di bidang kemanusiaan, sosial dan perlindungan pekerja migran.

Saya mau menceritakan kronologis dan historis, bagaimana yayasan ini bisa didirikan. Termotivasi dan terinspirasi dari tahun 2002, pada saat ada deportasi besar-besaran, Nunukan menjadi bagian yang sangat penting untuk penanganan para migran yang dideportasikan itu. Saya termasuk di dalamnya. Kami di Gereja Katolik membuat sebuah tim untuk penanganan PMI yang dideportasi itu.

Kemudian gerakan ini membuat saya punya panggilan tersendiri. Waktu itu saya terinspirasi mendirikan yayasan, tapi dapat penolakan dari berbagai masyarakat, [bahwa] kalau mendirikan yayasan itu harus punya uang yang lebih. Tetapi saya merasa bahwa modal besar saya adalah semangat untuk melihat semua deportan ini.

Kemudian akhirnya dengan kesadaran sendiri, saya membangun yayasan ini dengan melakukan pendampingan, perhatian, dan juga kepedulian terhadap warga eks migran perantau yang terlantar di Nunukan. Saya berusaha dengan mendapatkan apa adanya yang ada pada saya, untuk bisa memberikan bantuan seperlunya. Sekali pun memang saya tidak punya uang, tidak punya barang-barang lain, tapi pendampingan secara psikologis, saya selalu memberikan mereka motivasi untuk tetap bangkit, semangat untuk bisa melihat masa depan yang masih ada untuk kita.

Baca Juga: Debryna Dewi Lumanauw dan Harapan Adanya Kesetaraan Gender serta Kesetaraan Healthcare

Kemudian [seiring] berjalan waktu, dari keberadaan itu saya melakukan relasi dengan sebuah yayasan China di Kota Kinabalu, Malaysia, untuk mendapatkan pakaian bekas. Karena dari penjara itu mereka hanya bawa badan saja, saya merasa kasihan sekali; dan tidak ada warga di situ yang mau membantu. Saya mengambil keputusan ini untuk bisa mendatangkan pakaian itu dalam jumlah yang besar. Kalau dikategorikan seperti pakaian rombengan begitu. Tetapi saya melakukan koordinasi dengan pihak Konsulat Jenderal [di] Kota Kinabalu, mendapatkan petunjuk, mendapatkan surat rekomendasi dari kebaikan Malaysia, karena memang ini adalah untuk orang susah, bagi custom di Tawau supaya jangan dihalang-halangi.

Dan itu perjalanan waktu selama hampir 3 tahun lebih, itu saya lakukan secara intens. Dan di Nunukan, saya berikan dengan cuma-cuma. Saya bawa ke tempat-tempat di mana ada titik-titik warga eks PMI itu berada, bahkan di kebun-kebun. Ada yang [baru] melahirkan, ada yang punya anak kecil. Itu saya memberikan mereka pakaian itu dengan cuma-cuma, dengan membiarkan mereka memilih sendiri yang pas dengan badan mereka. Mereka yang [pakaiannya] tidak pas, ditinggalkan untuk mereka yang lain.

Begitu juga saya bekerja sama dengan dinas sosial untuk mendapatkan bantuan sembako dan juga keperluan-keperluan lain. Hanya, sederhana sekali, tapi saya merasa itu sangat membantu. [Lalu] Termotivasi saya untuk bisa melakukan yang lebih banyak. Maka saya akhirnya mulai melihat betapa pentingnya pendidikan anak-anak. Saya didirikan sekolah itu di pedalaman Malaysia. Ada sebuah sekolah yang saat ini sudah masuk di lini CLC, dan itu memang kita mulai dari bawah, memberikan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat PMI kita [soal] betapa pentingnya pendidikan. Dan itu pun sangat sulit sekali pak. Tetapi itulah, dengan kepiawaian saya, kesabaran saya mendampingi, memberikan pemahaman betapa pentingnya masa depan anak, akhirnya memang [walau awalnya] ada yang tidak mau, ada yang mau menyekolahkan anak.

Kemudian saya tidak biarkan di situ. Saya tangkap yang tamat SMP [untuk] masuk di sekolah SMA Katolik di Nunukan, dengan catatan bahwa ini adalah anak-anak TKI. Maka mulai membantu dengan ordo yang ada di sana. "Para suster, mari kita bangun sebuah panti untuk bisa menitipkan anak-anak yang dari seberang (Malaysia), yang orang tuanya jauh, biar kita amankan mereka di sini." Dan, itu akhirnya ada respons positif dari para suster, kita boleh membangun itu --dan sekarang sudah menjadi tempat yang aman bagi anak-anak TKI.

Seiring dengan berjalannya waktu, saya masih memiliki kerinduan untuk mau bagaimana menghadirkan negara ini di Nunukan. Akhirnya saya melihat sebuah ruang, sebuah kesempatan, saya harus mendirikan rumah singgah. Walaupun saya tidak punya, tapi mungkin teman-teman lain, ada sesama saudara yang mau membantu. Saya cetuskan itu untuk mulai dari bawah membangun rumah itu, dan jadilah sebuah rumah yang layak untuk bisa dihuni oleh warga kita yang sangat membutuhkan.

Tadinya saya mau supaya menampung orang-orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Orang-orang gila itu terlalu banyak di Nunukan, dan itu butuh perhatian dan butuh kepedulian bagi mereka. Bagaimana untuk mereka ini direkrut, dirangkul. Apakah nanti kita lanjutkan ke tempat pemulihan, ataukah kita kirim pulang ke kampung halaman, ataukah bagaimana model pelayanannya. Itu yang saya pikirkan. Maka saya lakukan tempat itu, untuk bisa dapat melakukan pelayanan ini.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI