Mantan Hakim yang Kini Berdinas di KPK, Albertina Ho: Ruang Hukum untuk PC (Istri Ferdy Sambo) Masih Saja Terbuka

Chandra Iswinarno Suara.Com
Selasa, 11 Juli 2023 | 15:24 WIB
Mantan Hakim yang Kini Berdinas di KPK, Albertina Ho: Ruang Hukum untuk PC (Istri Ferdy Sambo) Masih Saja Terbuka
Anggota Dewan Pengawas KPK Albertina Ho. [ANTARA/Putu Indah Savitri]

Ruang hukum untuk PC masih saja terbuka. Dengan mengajukan pra-peradilan ke pengadilan dan sebagainya. Sepanjang semuanya ini belum kadaluarsa tentu saja tetap terbuka ruang bagi korban untuk memperjuangkan haknya.

Kasus Ferdy Sambo (FS) dan PC apakah unik? Ada kasus pelecehan seksual yang kemudian memicu tindak pidana lain seperti pembunuhan atau pun penganiayaan?

Kalau menurut saya,  perkara-perkara seperti ini banyak, jadi tidak bisa dikatakan unik. Banyak terjadi. Ini sebenarnya menurut saya kasus yang biasa saja. Kebetulan saja ini [melibatkan] orang besar, yang menjadi pelaku. Kemudian [kasus] ini begitu di’blow-up’ oleh media sehingga menjadi satu kasus yang sepertinya luar biasa. Ini kasus yang biasa, yang umum terjadi. Banyak kasus seperti ini. Misalnya, kan kasus anak pejabat Ditjen Pajak [Dendy]  yang nggak terima pacarnya dilecehkan sama orang lain lalu dia menganiaya…Jadi banyak kasus seperti ini.

Kalau kasus pembunuhan Brigadir  Josua kan sudah ‘clear’. Tapi,  untuk kasu PC bagaimana—masih ada peluang untuk menyoal kalau seandainya dia mau?

Albertina: Iya. Silakan saja kalau yang bersangkutan mau. Itu [laporan kekerasan seksual] kan sudah di SP3. Harusnya hidup dulu SP3-nya itu. Apa laporkan itu atau menempuh jalur pra-peradilan supaya dibatalkan SP3-nya atau bagaimana. Ya,  lewat jalur-jalur hukum yang bisa ditempuh oleh yang bersangkutan.

Dan pasti yang bersangkutan juga paham karena punya penasihat hukum kan. Dan suami korban juga aparat penegak hukum, tentu saja paham dan tahu hak-haknya.

Sebetulnya yang dapat menjamin pemenuhan hak-hak korban itu kan LPSK. Tetapi,  di kasus ibu PC ini lembaga tersebut justru menolak untuk memperlakukan yang bersangkutan sebagai korban. 

Dalam kasus ini, kalau mau lebih valid, bisa tanyakan kepada LPSK. Tentu saja LPSK punya perimbangan-pertimbangan tersendiri untuk melakukan penolakan itu.

Ada juga anggota LPSK  yang berbeda pendapat?

Baca Juga: Bukan Pelecehan, Srikandi Hukum Albertina Ho soal Putri Sambo Depresi: Bisa Jadi Karena Tahu Tembak-menembak

Mungkin kalah suara, ya kan. Tapi ya kalau kalah suara, bagaimana lagi. Peraturannya kan seperti itu.

Kami juga menjaring pendapat sejumlah aktivis perempuan. Salah satunya meyakini bahwa perkosaan itu terjadi dengan melihat bahasa tubuh baik FS maupun PC.

Nah, kalau saya, mohon maaf. Saya tidak bisa memberikan penilaian seperti itu karena latar belakang saya kan hakim. Lebih melihat fakta hukum. Kita tidak banyak melihat ‘gesture’ [Bahasa tubuh] karena memang nggak paham. Kita hanya melihat fakta hukum saja di persidangan. Nah, menurut fakta hukum di persidangan, ya seperti itulah kira-kira.

Kami pernah  bercakap dengan Wakil Ketua LPSK Livia Iskandar. Kesulitan korban perkosaan atau kekerasan, menurut dia,  adalah menunjukkan bukti visum fisik dan jejak kekerasan. Korban tidak selalu bisa melakukan itu. Kembali ke PC. Jika ia  ingin memperkarakan lagi kasusnya, bukti-bukti itu akan sulit diperoleh. Bagaimana seharusnya hakim melihat kal seperti itu?

Sebenarnya hakim tidak kaku juga kalau kita merujuk ke UU TPKS. Soal pembuktian itu, bisa dikatakan dibuka ruang pembuktian yang sangat luas sebenarnya. Berbeda dengan KUHAP. Kalau KUHAP memang ruang pembuktiannya lebih sempit. Misalnya harus ada satu saksi. Lalu, saksi korban harus tetap dapat menunjukkan alat bukti saksi lain yang mendukung, dan sebagainya.  Tapi,  kalau di UU TPKS kan satu saksi saja bisa dikatakan sebagai saksi. Termasuk orang yang mendengar dari orang lain. Kalau dalam KUHAP itu dikenal sebagai ‘de auditu’.  Itu pun masih bisa memberikan kesaksian kalau di UU TPKS.

Tapi, persoalannya kita harus melihat begini: bahwa hakim itu kan ujung dari satu proses sistem peradilan pidana. Dia ujungnya. Nah, awalnya kan proses penyidikan. Setelah ada proses penyidikan baru sampai ke pengadilan. Pengadilan  yang akan menentukan terbukti atau tidak. Nah, di proses awal ini [untuk kasus perkosaan PC] belum ada [bukti]. Bagaimana di akhir ini bisa menentukan, ya kan. Jadi, seperti itulah.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI