Wawancara Khusus: Rahasia Prof Ova Emilia Pimpin UGM di Era AI dan Tantangan Generasi Muda

Chandra Iswinarno Suara.Com
Senin, 13 Januari 2025 | 17:38 WIB
Wawancara Khusus: Rahasia Prof Ova Emilia Pimpin UGM di Era AI dan Tantangan Generasi Muda
Rektor UGM Prof dr Ova Emilia. [Suara.com/Hyoga Dewa Murti]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Saya kira keduanya sama saja dari sisi prinsipnya, dan memang sejak mahasiswa saya sudah jadi asisten dosen, jadi saya senang ngajar, senang ikut di dalam bimbingan-bimbingan untuk memfasilitasi adik-adik di bawah. Itu yang akhirnya secara natural, saya ingin jadi dosen.

Bagaimana Prof Ova me-manage UGM, kampus yang sangat besar dan sangat terkenal di Indonesia? Apakah menjadi Rektor juga bagian dari cita-cita sejak awal?

Nggak, sih. Saya seperti air saja, karena saya awalnya memang dosen, dan itu sudah kepuasan. Dari awal saya sensitif, kalau misalnya ada hal yang bermasalah, saya ikut ‘greteh’, ownership-nya sangat tinggi, sehingga saya banyak ikut di dalam kegiatan-kegiatan di kampus.

Saya kebetulan S2 Pendidikan dan itu bidang baru yang dulunya belum banyak ditekuni oleh teman-teman, dan karena itu saya jadi mendapat banyak kesempatan untuk terlibat dalam berbagai aktivitas.

Mulai jadi koordinator hingga jadi koordinator perubahan kurikulum. Jadi saya mengawal perubahan kurikulum itu suatu milestone yang besar di dalam karir saya, menjadikan kurikulum pendidikan kedokteran menjadi problem based learning, dan diangkat sampai ke tingkat nasional.

Perjalanan itu sampai akhirnya jadi asisten wakil dekan, wakil dekan, dekan, kemudian rektor. Jadi seperti mengalir, bukan sesuatu hal yang dicita-citakan dari awal.

Salah satu kontribusi besar adalah membuat kurikulum yang kemudian dipakai, boleh diceritakan terkait apa?

Itu sebetulnya khusus untuk pendidikan kedokteran, walaupun itu bisa diaplikasikan untuk pendidikan-pendidikan yang lain. Jadi model pembelajaran problem based learning adalah belajar berdasarkan masalah. Karena memang paradigmanya orang dewasa dia itu belajar dari masalah, kalau dia punya masalah baru dia cari tahu.

Di kedokteran mata kuliahnya kan banyak dan itu kadang-kadang abstrak. Ini diubah, dijadikan problem base, jadinyabelajar berbasis masalah.

Baca Juga: Wawancara Eksklusif Zaenal Arief Legenda Persib: Bicara Karier hingga Shin Tae-yong

Misalnya, problem sakit kepala, dari situ mahasiswa belajar tentang apa yang menyebabkan sakit kepala, anatominya seperti apa, fisiologinya gimana, jadi dia belajar secara kompleks dan komprehensif. Sehingga itu memacu rasa ingin tahu dari mahasiswa.

Jadi pada saat proses belajar, proses orang menemukan jawaban itu sangat penting. Walaupun memang tidak mudah, karena membalik cara belajar dan cara mengajar. Dosen tidak lagi banyak kasih kuliah, tapi sebagai fasilitator di dalam grup-grup kecil.

Rektor UGM Prof Ova Emilia dengan Pemred Suara.com, Suwarjono. [Suara.com/Hyoga Dewa Murti]
Rektor UGM Prof Ova Emilia dengan Pemred Suara.com, Suwarjono. [Suara.com/Hyoga Dewa Murti]

Apa yang menjadi tujuan besar Prof Ova ketika menjadi rektor, dan kemudian belajar cukup lama di Gajah Mada, ingin melakukan perubahan?

Pertama kali yang kita lakukan awal dulu adalah upaya untuk men-digitalize dan menjadikan UGM Smart University. Rencana strategisnya akan mulai yang otomatis jadi Intelligent University di tahun 2027. Di tahun 2022, kita mulai dengan mencoba membuat enterprise arsitektur.

Jadi karena antara fakultas UGM tumbuhnya nggak bareng, kita harus menyatukan itu. Tahun 2022 kita mulai membuat itu cukup panjang, nggak mudah, karena memang besar.

Saat ini kita sudah masuk dalam proses digitalisasi, dan di beberapa hal itu kita membuat otomasi menggunakan AI. Beberapa layanan sudah mulai menggunakan itu untuk memudahkan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI