Suara.com - Apakah kamu sudah familiar dengan produk tembakau alternatif? Ya, ragam produk tembakau alternatif seperti produk tembakau yang dipanaskan, rokok elektrik atau vape, dan snus belakangan ini semakin banyak digunakan oleh perokok karena terbukti memiliki risiko yang lebih rendah dibandingkan terus merokok.
Menurut Direktur Global Forum on Nicotine (GFN), Gerry Stimson, saat ini ada sekitar 98 juta konsumen di seluruh dunia yang telah beralih ke produk tembakau alternatif yang lebih aman dibanding rokok.
"Bahkan di Jepang, penjualan rokok turun sepertiga sejak produk tembakau alternatif datang ke pasar. Produsen sekarang harus memastikan alternatif yang lebih aman terjangkau oleh konsumen di negara-negara LMIC (low and middle-income countries), bukan hanya konsumen di negara-negara berpenghasilan tinggi,” kata Gerry yang juga merupakan profesor di Imperial College London, Inggris seperti dikutip dari The Guardian, Senin (20/9/2021).
Sebenarnya seperti apa perjalanan produk tembakau alternatif ini? Simak cerita berikut supaya lebih paham mengenai produk alternatif dengan risiko yang lebih rendah dari rokok ini.
Simbol bangsawan sekaligus perlawanan
Awalnya, konsumsi tembakau pernah menjadi simbol status sosial bagi bangsawan-bangsawan Eropa pada awal abad 16. Adalah jasa dari Jean Nicot de Villemain, diplomat Kerajaan Prancis di bawah kekaisaran Raja Henry II yang membawa tembakau ke Prancis dari Portugis usai bertugas di sana. Namanya kemudian diabadikan sebagai nama zat yang terkandung dalam tembakau, yaitu nikotin.
Konsumsi tembakau semakin populer saat Jean Nicot memberikan snuff, tembakau giling yang dikonsumsi melalui rongga hidung, kepada Ratu Catherine de’Medicici, istri Raja Henry II. Ratu Catherine sangat puas dengan hasil mengonsumsi snuff, ia bahkan menobatkan tembakau sebagai Queen of Herbs saat itu.
Dari situlah dimulai ketenaran snuff di kalangan bangsawan Prancis yang kemudian menyebar di kalangan bangsawan Eropa, terutama di daratan Skandinavia seperti Swedia dan Norwegia.
Di Swedia, snuff dimodifikasi dengan cara ditambahkan garam dan sodium karbonat serta diberi perisa. Produk ini kemudian dikenal dengan nama snus dan menjadi salah satu produk tembakau non rokok tertua yang masih eksis sampai hari ini.
Baca Juga: Penelitian: Penggunaan Vape Terkait dengan Gangguan Makan
Beranjak ke tanah air, sejarah tembakau di nusantara juga memiliki sisi yang menarik. Ini terbukti dari kisah Roro Mendut yang menjadikan rokok sebagai alat untuk menghindari perkawinan paksa dengan Tumenggung Wiraguna, Panglima Perang Mataram, akibat kalah perang.
Penolakan Roro Mendut terhadap pernikahan tersebut membuatnya dihukum untuk membayar upeti bernilai tinggi. Menyiasati itu, ia kemudian berjualan rokok di wilayah Mataram.
Di luar dugaan dagangannya laku keras sehingga Roro Mendut sama sekali tidak kesulitan membayar hukuman upetinya. Dalam perkembangan cerita rakyat tersebut, Roro Mendut kemudian menjelma menjadi ikon rokok nusantara.
Nilai ekonomi tinggi
Kisah Roro Mendut juga merepresentasikan nilai ekonomi tinggi yang dimiliki tembakau sejak dulu kala, tidak cuma di Indonesia melainkan juga di dunia. Di Amerika, saat terjadi perang sipil 1776, Presiden George Washington sempat menyerukan penggalangan dana perang melalui tembakau, bukan uang.
‘Emas Cokelat’ ini memang menjadi salah satu komoditas global yang berharga sejak Christoper Columbus menemukannya pada abad 15 di Amerika. Bahkan, tembakau sempat menjadi alat tukar bernilai tinggi.