6 Langkah Strategis Usulan President University untuk Perkuat Ekonomi RI dalam Menghadapi Masalah Besar Dunia

Iwan Supriyatna
6 Langkah Strategis Usulan President University untuk Perkuat Ekonomi RI dalam Menghadapi Masalah Besar Dunia
Webinar Economic and Social Development for a Resilient Indonesia.

Dunia sekarang ini sedang menghadapi masalah besar secara bersamaan.

Suara.com - Dunia sekarang ini sedang menghadapi masalah besar secara bersamaan. Pertama, hampir seluruh negara di dunia menghadapi ancaman inflasi sebagai imbas dari pandemi Covid-19. Kedua, inflasi, dan ditambah dengan perang Rusia vs Ukraina, mengakibatkan perubahan struktur ekonomi dunia.

Dua masalah tersebut memiliki kerumitan sendiri, saling tumpang tindih, sehingga membuat dunia dalam beberapa tahun ke depan akan menghadapi tantangan yang serius.

Demikian materi yang dibahas dalam webinar Economic and Social Development for a Resilient Indonesia, pekan lalu. Hadir dalam webinar tersebut SD Darmono, founder President University (PresUniv) dan sekaligus Chairman Grup Jababeka, Rektor PresUniv Prof. Dr. Chairy dan segenap jajaran wakil rektor, para dekan, kepala program studi, dan para dosen serta segenap civitas academica PresUniv.

Menghadapi masalah tersebut, tim dosen PresUniv memprediksi akan banyak negara yang memilih untuk bersikap konservatif dalam mengalokasikan anggaran belanjanya.

Baca Juga: Jadwal Datang dan Lokasi Menginap Lionel Messi dkk di Indonesia Dirahasiakan, Ini Alasannya

“Meningkatnya inflasi pada hampir seluruh negara di dunia membuat otoritas moneter negara-negara tersebut akan mengambil kebijakan untuk bertahan dari badai krisis yang bisa menjadi sangat parah. Untuk mengantisipasi kondisi tersebut, Indonesia perlu mengambil langkah-langkah strategis,” demikian ditegaskan Chairy, ketika memaparkan beberapa kesimpulan penting dari webinar tersebut ditulis Senin (6/6/2022).

Efek Perang Rusia vs Ukraina

Amerika Serikat (AS), melalui The Federal Open Market Committee (FOMC), telah meningkatkan suku bunganya sebesar 50 basis point pada tahun 2022, dan diprediksi akan meningkat lagi hingga lebih dari 100 basis point. Inflasi di negara itu diperkirakan akan mencapai titik tertinggi sejak 40 tahun terakhir.

Ini merupakan dampak dari kenaikan harga pangan, bahan bakar dan energi. Semua itu dipicu oleh perang akibat invasi Rusia ke Ukraina serta lockdown yang dilakukan China selama masa pandemi Covid-19.

Rusia cenderung mempertahankan perang agar berlangsung lebih lama dan mengalihkannya menjadi perang ekonomi. Itu dilakukan dengan menahan pasokan bahan makanan baik dari Rusia maupun Ukraina ke Eropa dan AS, serta pasokan energi dan bahan bakar ke Eropa.

Baca Juga: Sri Mulyani: Kita Menuju Ekonomi yang Makin Hijau

Rusia juga terus berusaha memperkuat nilai mata uangnya sampai level tertentu dengan memaksa Eropa dan AS untuk bertransaksi dengan menggunakan Rubel Rusia. Saat ini Rubel telah menguat ke tingkat 80,33 Rubel per dollar AS dari sebelumnya sekitar 121,50.