Terapkan ESG dalam Bisnis, KPI Siap Jadi Perusahaan Kilang dan Petrokimia Skala Global

Iwan Supriyatna Suara.Com
Selasa, 29 November 2022 | 18:10 WIB
Terapkan ESG dalam Bisnis, KPI Siap Jadi Perusahaan Kilang dan Petrokimia Skala Global
Webinar bertajuk Challenges of Managing Environmental, Social and Governance Issues in the Refinery Industry yang digelar Energy and Mining Editor Society (E2S) secara virtual.
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

“Terkait major accident, yang menjadi momok besar ada di kilang karena itu jadi fokus dalam ESG. Sementara terkait recruting masing-masing ada KPI-nya,” ungkap dia. 

Operasi dan bisnis KPI, lanjut Ganda, menyesuaikan dengan rencana dan target ESG Pertamina. KPI menjadikan implementasi ESG bukan sekadar aksesoris ataupun gimmick. ESG apabila tidak dilakukan dengan afirmative action dan policy pada masa mendatang akan menjadi potensi risiko untuk reputasi perusahaan maupun aspek finansial. 

“Dua risiko itu harus dimitigasi dengan cermat karena pembangunan kilang yang membutuhkan investasi yang jumbo membutuhkan pendanaan dari market atau strategic investor. Tanpa reputasi yang baik perusahaan akan kesulitan menarik investasi,” kata Ganda. 

Jalal, Praktisi ESG dan Dewan Pengurus Institute of Certified Sustainability Practitioners (ICRP), mengatakan puncak dari implementasi ESG adalah pembiayaan. Jika tidak dapat keputusan pembiayaan, tentu tidak dapat keuntungan, tentunya bukan ESG. 

“Jadi perlu memperhatikan selera pasar, modal ada dimana. Kalau Pertamina mau mencari pembiayaan, yang penting diperhatikan adalah yang mempunyai uang lebih memperhatikan yang mana. Perusahaan yang mau ber-ESG harus mempunyai fokus,” ungkap Jalal.

Mengutip S&P Global, menurut Jalal, sektor migas adalah sektor industri dengan paparan risiko ESG tertinggi di antara seluruh sektor. Namun, subsektor kilang dinilai paling rendah risikonya.

“Tingginya risiko ESG sektor migas terutama disebabkan oleh risiko lingkungan dan sosial yang selalu ada di atas rerata industri,” katanya.

Menurut Jalal, ada tiga pilihan yang bisa diambil untuk mengantisipasi risiko tersebut, yakni mau tetap bertahan di bisnis migas, melakukan pindah atau diversifikasi usaha secara bertahap atau pindah secara cepat.

"Masing-masing mempunyai risiko sendiri. Kalau enggak pindah, tidak perlu Capex, tapi risikonya nanti perusahaan mati,” kata dia. 

Baca Juga: Pertamina Corporate University Kejar Kompetensi HSSE Melalui Inovasi HTCW 2022

Menurut Komaidi, ESG akan menjadi beban tambahan (additional cost), namun dalam aspek keberlanjutan sangat bagus.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI