Peran Industri Hulu Migas Dalam Pemenuhan Kebutuhan Energi dan Mendorong Industri Petrokimia

Iwan Supriyatna Suara.Com
Senin, 08 Mei 2023 | 07:05 WIB
Peran Industri Hulu Migas Dalam Pemenuhan Kebutuhan Energi dan Mendorong Industri Petrokimia
Ilustrasi - Kilang migas lepas pantai Pertamina Hulu Mahakam di Kaltim. [ANTARA]

Suara.com - Industri hulu migas memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian nasional karena amanat pemenuhan kebutuhan energi sekaligus mendorong pertumbuhan industri lain di sekitarnya, termasuk industri petrokimia.

Industri hulu migas memiliki nilai strategis yang sangat penting dalam industri petrokimia. Hal ini karena industri hulu migas adalah sumber utama bahan baku untuk produksi petrokimia.

Bahan baku utama dalam produksi petrokimia adalah minyak bumi dan gas alam yang ditemukan di ladang-ladang minyak dan gas. Industri hulu migas berperan ntuk mengekstraksi minyak bumi dan gas alam dari bawah permukaan bumi dan mengolahnya menjadi produk yang siap digunakan.

Setelah bahan baku diekstraksi dan diproses oleh industri hulu migas, bahan baku itu kemudian diolah menjadi berbagai macam produk petrokimia seperti bahan plastik, serat sintetis, bahan kimia, pupuk, kosmetik, dan berbagai bahan kimia lainnya.

Oleh karena itu, tanpa industri hulu migas yang memasok bahan baku, produksi petrokimia tidak akan bisa berjalan dengan lancar.  Selain itu, industri hulu migas juga memiliki peran penting dalam mengembangkan inovasi teknologi untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas dalam produksi petrokimia.

Dengan demikian, nilai strategis industri hulu migas sangatlah penting dalam industri petrokimia dan dapat mempengaruhi ketersediaan dan harga bahan baku serta kemampuan industri petrokimia untuk memenuhi permintaan pasar.

Presiden Joko Widodo sendiri telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 74/2022 tentang Kebijakan Industri Nasional 2020-2024, yang mengatur mengenai sasaran pembangunan industri migas. Melalui Perpres itu, Pemerintah menargetkan untuk melakukan peningkatan pemanfaatan, penyediaan, dan penyaluran kimia berbasis migas dan batu bara. Pasalnya, Nafta atau Naphtha, sebagai bahan baku utama industri petrokimia masih sepenuhnya diimpor sebesar 2,5 juta ton tiap tahunnya.

Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah akan melakukan pembangunan refinery Nafta dan kondensat untuk bahan baku pengolahan olefin aromatik dan poliolefin, yang merupakan senyawa organik yang terdiri dari satu atau lebih unit monomer olefin dan memiliki sifat elastis, tahan terhadap bahan kimia, ringan, dan lazim digunakan dalam produk industri maupun barang konsumen.

Pembangunan refinery Nafta tersebut nantinya akan memiliki kapasitas masing-masing 300 ribu barel per hari untuk mengimbangi peningkatan produksi olefin (dihasilkan dari proses pemisahan minyak bumi atau produksi gas alam, serta sintesis kimia dan dapat digunakan sebagai bahan baku dalam produksi polyolefin) dalam negeri.

Baca Juga: TRIPATRA Raih Kontrak Front-End Engineering and Design (FEED) untuk Proyek PNG LNG

Ketua Umum Federasi industri kimia Indonesia Suhat Miyarso mengatakan industri petrokimia, yang masuk kategori industri hijau, memegang peranan penting untuk perkembangan industri dalam negeri, karena berbagai produk petrokimia diperlukan untuk produk-produk sektor hilir, dari furniture rumah tangga, pipa air, kabel listrik, kemasan makanan dan minuman, otomotif, perlatan medis, perlengkapan pertanian, hingga alat perikanan.

Adapun, Kementerian Perindustrian juga terus mendorong penghiliran di industri petrokimia. Upaya ini dinilai strategis karena dapat menghasilkan bahan baku primer untuk menopang banyak industri manufaktur hilir penting seperti tekstil, otomotif, mesin, elektronika, dan konstruksi.

Hingga Oktober 2022, kinerja ekspor dari industri kimia menunjukkan capaian yang gemilang, yakni sebesar US$18,5 miliar atau naik 20% jika dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya, sedangkan pada 2023 ditargetkan US$25 miliar.

Adapun, kapasitas produksi petrokimia nasional saat ini berkisar 7,1 juta ton per tahun (2022) dan impor produk kimia yang juga masih sangat signifikan, yaitu mencapai 4,6 juta ton pada 2020.

Pertamina sendiri sudah memasang target untuk menaikkan kapasitas produksi petrokimia dari sekitar 1,66 juta ton pada 2022, menjadi 8 juta ton pada 2027 melalui sejumlah proyek. Pemerintah sendiri menargetkan Indonesia dapat menjadi negara produsen petrokimia nomor satu di Asean.

Kebutuhan petrokimia nasional terus meningkat seiring dengan pertumbuhan industri manufaktur dan sektor konstruksi di Indonesia.Beberapa faktor seperti permintaan pasar, produksi petrokimia domestik, harga bahan baku, dan persaingan global juga dapat mempengaruhi volume kebutuhan petrokimia di Indonesia.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI