Suara.com - Ketua Umum DPP Gabungan Pengusaha Sungai, Danau dan Angkutan Penyeberangan (Gapasdap) Khoiri Soetomo mendesak pemerintah agar segera menetapkan tarif angkutan penyeberangan.
DPP Gapasdap telah mengajukan penyesuaian tarif angkutan penyeberangan lintas antar provinsi kepada Menteri Perhubungan RI, melalui surat tertanggal 24 April 2024 lalu.
Penyesuaian tersebut dimaksudkan untuk menagih kekurangan tarif terhadap pemenuhan HPP yang secara perhitungan kurang 31,8 persen.
Perhitungan tersebut dilakukan bersama-sama antara Kemenhub, PT ASDP selaku pengelola pelabuhan, Gapasdap, Asuransi baik Jasa Raharja maupun Jasa Raharja Putra, Perwakilan Konsumen dan terakhir dilakukan pengecekan oleh Kemenko Marvest pada tahun 2019.
"Hingga saat ini telah terjadi kenaikan biaya yang sangat tinggi, salah satunya adalah nilai tukar mata uang dollar terhadap rupiah, dimana waktu itu menggunakan asumsi 1 USD sama dengan Rp13.931 dan saat ini sudah mencapai hampir Rp16.000," kata Khoiri Soetomo, Jumat (6/9/2024).
Di sisi lain, ungkapnya, 70 persen dari komponen biaya angkutan penyeberangan sangat dipengaruhi oleh kurs dollar AS sehingga penyesuaian tarif perlu segera dilakukan.
"Jika tidak dilakukan penyesuaian, maka kami akan semakin kesulitan dalam mengoperasikan kapal kami, terutama dalam rangka memenuhi standar keselamatan maupun kenyamanan yang ditetapkan oleh pemerintah," jelasnya.
Namun hingga saat ini proses penetapan kenaikan tarif tersebut masih belum menunjukkan tanda-tanda. Meskipun sudah melalui beberapa proses rapat.
"Kami dipanggil oleh Bapak Menteri Perhubungan RI. Kami mendengar bahwa tarif akan dilakukan penyesuaian dengan rata-rata kenaikan sebesar 5 persen. Namun hingga saat ini belum juga ditetapkan," tandasnya.
Baca Juga: Keperkasaan Rupiah Terhadap Dolar AS Masih Tak Terbendung di Kamis Sore
"Sebenarnya kenaikan dengan nilai rata-rata 5 persen tersebut tidak mencukupi kebutuhan kami untuk menutup beban biaya yang ada," sambung Khoiri.
Ia menambahkan, bahkan pada saat audiensi dengen Menteri Pehubungan, Gapasdap sudah menyampaikan hal penting jika sebenarnya dari tarif yang dibayar oleh masyarakat, terdapat komponen-komponen dalam tarif yang justru menjadi beban masyarakat tetapi tidak memiliki nilai tambah terhadap perusahaan angkutan penyeberangan.
"Kami telah mengusulkan untuk dilakukan evaluasi, agar nilai yang dibayar oleh masyarakat berkontribusi untuk menutup biaya operasional kami," katanya.
Ia memberikan contoh lintas Ketapang-Gilimanuk. Tarif tiket penumpang sebesar Rp10.600, namun karena sistem penjualan tiket menggunakan Ferizy, dan masyarakat rata-rata kesulitan membeli melalui aplikasi, maka mayoritas melakukan pembelian di agen-agen yang ditunjuk oleh PT ASDP, dan harus membayar rata-rata nilai menjadi Rp17.500, atau agen menerima selisih komisi sebesar kurang lebih Rp6900.
Padahal dari tarif penumpang Rp10.600 tersebut, komponen tarifnya terdiri dari perusahaan pelayaran Rp5100, Jasa Pelabuhan Rp4200, Asuransi Jasa Raharja Rp400 dan asuransi Jasa Raharja Putra Rp900.
Dari pembagian itu terlihat bahwa perusahaan pelayaran yang mengoperasikan kapal dengan biaya serta resiko keselamatan yang cukup tinggi menerima hasil lebih kecil dibandingkan hasilnya agen tiket Ferizy.