Suara.com - Sejumlah ulama dan delegasi pesantren se-Jawa dan Madura baru-baru ini membahas polemik gerakan boikot produk yang dituduh pro-Israel yang berkembang di masyarakat.
Gerakan ini awalnya dipicu oleh tindakan beberapa pihak yang mengaitkan waralaba tertentu dan dukungan terhadap tindakan genosida Israel terhadap Palestina. Polemik tersebut menjadi salah satu topik yang diangkat dalam Bahtsul Masa’il, forum diskusi antar ahli keilmuan Islam, yang diselenggarakan di Pondok Buntet Pesantren Cirebon, pada 31 Oktober 2024, sebagai bagian dari peringatan Hari Santri Nasional 2024.
Gerakan boikot tersebut telah berjalan lebih dari setahun. Dampaknya, kini mulai dirasakan masyarakat, terutama karyawan lokal yang bekerja di gerai-gerai waralaba tersebut. Salah satu perusahaan yang terdampak adalah PT Rekso Nasional Food, pemegang waralaba McDonald’s di Indonesia. Brand McDonald's erat dikaitkan dengan pemboikotan akibat pemberitaan dukungan salah satu waralabanya ke tentara Israel.
Dalam forum Bahtsul Masa’il tersebut, para ulama melakukan pembahasan mendalam dengan berlandaskan pada kajian hukum syariat Islam (fikih) yang hasilnya diharapkan dapat memberikan kejelasan atas polemik yang berkembang di masyarakat dan menjadi rujukan umat muslim.
Baca Juga: Uang Lebih dari Rp3 Miliar Jadi Barang Bukti Kasus 'Bisnis' Judi Online Pegawai Komdigi
Ketua penyelenggara Bahtsul Masa’il Se-Jawa Madura, Abbas Fahim, mengungkapkan dalam pembahasan di forum para ulama menyepakati bahwa pada dasarnya, hukum memboikot produk tertentu sebagai aksi protes atas ketidakadilan diperbolehkan dalam syariat, asalkan memenuhi dua ketentuan utama.
Pertama, produk yang diboikot harus memiliki keterkaitan yang jelas dan dapat dibuktikan dengan pihak yang melakukan kezaliman. Kedua, gerakan boikot tidak boleh menimbulkan dampak negatif yang signifikan bagi pihak lain, seperti PHK massal tanpa solusi yang memadai.
"Dalam kasus ini, informasi yang beredar di media sosial mengenai afiliasi McDonald's Indonesia dengan tindakan genosida di Israel belum cukup kuat dan valid untuk dijadikan dasar aksi boikot," ujar Abbas seperti dikutip, Senin (11/11/2024).
Oleh karena itu, hasil Bahtsul Masa'il menyimpulkan bahwa pemboikotan McDonald's Indonesia tidak memiliki landasan syariat yang memadai dan kegiatan muamalah atau jual beli dengan perusahaan tersebut tetap diperbolehkan. Forum telah mempelajari data dan informasi mengenai PT Rekso Nasional Food, termasuk dampak yang dirasakan perusahaan dari gerakan boikot.
Baca Juga: Gen AI dan Google Security untuk Transformasi Bisnis Dikupas Tuntas di CIO Summit