PBB Rilis Daftar Perusahaan yang Terlibat Genosida Israel, Ada yang Buka Cabang di RI

Rabu, 02 Juli 2025 | 16:51 WIB
PBB Rilis Daftar Perusahaan yang Terlibat Genosida Israel, Ada yang Buka Cabang di RI
Seorang anak duduk termenung diantara puing-puing bangunan yang hancur di kamp pengungsi Jabalia di Jalur Gaza utara

Suara.com - Francesca Albanese, Pelapor Khusus PBB untuk situasi hak asasi manusia di wilayah Palestina yang diduduki (oPt), membeberkan daftar perusahaan yang diduga membantu Israel dalam pemindahan warga Palestina dan perang genosida di Gaza, yang jelas jelas melanggar hukum internasional.

Seperti dilansir Aljazeera laporan terbaru Albanese yang akan dipresentasikan pada konferensi pers di Jenewa pada Kamis, 3 Juli 2025 secara eksplisit menyebut 48 pelaku korporasi. Yang paling mencengangkan, daftar ini mencakup raksasa teknologi asal Amerika Serikat seperti Microsoft, Alphabet Inc. (induk Google), dan Amazon. Sebagai bagian dari investigasi mendalam ini, sebuah basis data yang berisi lebih dari 1000 entitas korporasi juga telah disusun.

Laporan Albanese tidak main-main dalam menyoroti keterlibatan korporasi. "Pendudukan [Israel] yang berlangsung lama telah menjadi tempat pengujian yang ideal bagi produsen senjata dan Big Tech yang menyediakan pasokan dan permintaan yang signifikan, pengawasan yang minim, dan akuntabilitas nol sementara investor dan lembaga swasta dan publik mendapat untung dengan bebas,” demikian bunyi laporan tersebut.

Laporan ini bahkan melangkah lebih jauh dengan menyatakan, "Perusahaan tidak lagi sekadar terlibat dalam pendudukan mereka mungkin tertanam dalam ekonomi genosida," sebuah pernyataan keras yang secara langsung merujuk pada serangan Israel yang sedang berlangsung di Jalur Gaza.

Pendapat ahli Albanese pada tahun lalu, yang menyatakan ada "alasan yang masuk akal" untuk percaya bahwa Israel melakukan genosida di Gaza, semakin diperkuat. Laporan terbaru ini mengklaim temuannya menggambarkan "mengapa genosida Israel terus berlanjut". Alasannya gamblang: "Karena menguntungkan bagi banyak orang."

Sektor Militer: Pengadaan jet tempur F-35 oleh Israel, bagian dari program pengadaan senjata terbesar di dunia, melibatkan sedikitnya 1.600 perusahaan. Meskipun dipimpin oleh Lockheed Martin (AS), komponen F-35 dibuat secara global. Leonardo S.p.A (Italia) terdaftar sebagai kontributor utama, sementara FANUC Corporation (Jepang) menyediakan mesin robotik untuk lini produksi senjata.

Sektor Teknologi: Dituding memungkinkan pengumpulan, penyimpanan, dan penggunaan data biometrik warga Palestina oleh pemerintah Israel, "mendukung rezim perizinan diskriminatif Israel." Microsoft, Alphabet, dan Amazon dituduh memberi Israel "akses yang hampir setara dengan pemerintah ke teknologi cloud dan AI mereka," yang meningkatkan kapasitas pemrosesan data dan pengawasannya.

IBM (AS): Disebut bertanggung jawab melatih personel militer dan intelijen, serta mengelola basis data pusat Otoritas Kependudukan, Imigrasi, dan Perbatasan (PIBA) Israel yang menyimpan data biometrik warga Palestina.

Palantir Technologies (AS): Laporan ini menemukan bahwa platform perangkat lunak ini memperluas dukungannya kepada militer Israel sejak perang di Gaza dimulai pada Oktober 2023. Diduga menyediakan teknologi kepolisian prediktif otomatis yang digunakan untuk pengambilan keputusan otomatis di medan perang, termasuk melalui sistem kecerdasan buatan seperti "Lavender" dan "Gospel".

Baca Juga: Eksklusif: Duta Besar Iran Bicara Gencatan Senjata, Serangan Balasan, dan Masa Depan Konflik

Alat Berat: Caterpillar, Rada Electronic Industries (milik Leonardo), HD Hyundai (Korea Selatan), dan Volvo Group (Swedia). Mereka menyediakan mesin berat untuk penghancuran rumah dan pembangunan permukiman ilegal Yahudi di Tepi Barat.

Pariwisata Online: Platform persewaan Booking dan Airbnb dituduh membantu permukiman ilegal dengan mencantumkan properti di wilayah pendudukan Israel. Airbnb bahkan disebut melakukan "humanitarian-washing" setelah sempat menghapus properti di permukiman ilegal pada 2018, namun kemudian menyumbangkan keuntungan dari iklan tersebut untuk tujuan kemanusiaan.

Energi: Drummond Company (AS) dan Glencore (Swiss) disebut sebagai pemasok utama batu bara untuk listrik ke Israel, sebagian besar berasal dari Kolombia.

Pertanian: Bright Dairy & Food (Cina), pemilik mayoritas Tnuva (konglomerat makanan terbesar di Israel), disebut mendapatkan keuntungan dari tanah yang disita dari warga Palestina di pos-pos ilegal Israel.

Irigasi: Netafim, penyedia teknologi irigasi tetes yang 80% sahamnya dimiliki oleh Orbia Advance Corporation (Meksiko), menyediakan infrastruktur untuk mengeksploitasi sumber daya air di Tepi Barat yang diduduki.

Perbankan & Investasi: Obligasi pemerintah Israel yang mendanai perang juga disorot. Bank-bank besar seperti BNP Paribas (Prancis) dan Barclays (Inggris) disebut memungkinkan Israel menahan premi suku bunga meskipun terjadi penurunan peringkat kredit.

Investor Utama: Laporan ini secara spesifik mengidentifikasi perusahaan investasi multinasional AS BlackRock dan Vanguard sebagai investor utama di balik beberapa perusahaan yang terdaftar, termasuk di sektor persenjataan dan teknologi.

Selain itu, beberapa entitas yang terdaftar di bursa saham, khususnya di sektor persenjataan, teknologi, dan infrastruktur, telah mengalami peningkatan laba sejak Oktober 2023. Bursa Efek Tel Aviv juga mengalami kenaikan yang belum pernah terjadi sebelumnya sebesar 179%, sehingga menambah nilai pasar sebesar US$157,9 miliar.

Perusahaan asuransi global, termasuk Allianz dan AXA, menginvestasikan sejumlah besar saham dan obligasi yang terkait dengan pendudukan Israel, menurut laporan tersebut. Sebagian sebagai cadangan modal tetapi terutama untuk menghasilkan laba.

Laporan Albanese dengan tegas menyatakan bahwa perusahaan swasta juga bertanggung jawab menurut hukum internasional. Entitas korporat berkewajiban untuk menghindari pelanggaran hak asasi manusia, baik melalui tindakan langsung maupun dalam kemitraan bisnis mereka. Bahkan jika negara tempat mereka beroperasi tidak menghormati HAM, korporasi tetap harus melakukannya.

Kegagalan untuk bertindak sesuai dengan hukum internasional dapat berujung pada pertanggungjawaban pidana, bahkan bagi eksekutif individu di hadapan pengadilan internasional. Laporan tersebut meminta perusahaan untuk menarik diri dari semua kegiatan yang terkait dengan pendudukan Israel atas wilayah Palestina, yang ilegal menurut hukum internasional.

Putusan Mahkamah Internasional (ICJ) pada Juli 2024 yang menuntut Israel mengakhiri kehadirannya yang melanggar hukum di wilayah Palestina yang diduduki paling lambat September 2025, menjadi landasan kuat. Laporan Albanese menyimpulkan bahwa putusan ICJ "secara efektif mengkualifikasi pendudukan sebagai tindakan agresi. Akibatnya, setiap transaksi yang mendukung atau mempertahankan pendudukan dan perangkat terkaitnya dapat dianggap sebagai keterlibatan dalam kejahatan internasional berdasarkan Statuta Roma."

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI