Suara.com - Dunia bisnis saat ini tengah memasuki era baru di mana kecerdasan buatan (AI) bukan hanya menjadi tren, tapi juga alat nyata untuk mendongkrak performa penjualan.
Para pelaku usaha kekinian mendapat tantangan di mana harus bisa mengintegrasikan AI secara bijak dan bertanggung jawab dalam operasional bisnis.
SleekFlow, perusahaan penyedia platform percakapan berbasis AI, merespons kebutuhan ini dengan meluncurkan AgentFlow—sebuah sistem AI yang dirancang bukan untuk menggantikan peran manusia, melainkan untuk menjadi mitra cerdas yang tahu kapan harus mengambil langkah mundur.

"Kesalahan dalam layanan pelanggan tidak selalu soal teknologi, tapi tentang hubungan. Karena itu, AgentFlow dibuat untuk membantu, bukan menggantikan manusia sepenuhnya," ujar VP & GM SleekFlow Asia Tenggara Asnawi Jufrie, seperti dikutip, Selasa (15/7/2025).
Dalam laporan whitepaper terbaru SleekFlow berjudul AI Transformation in SEA: Aligning Consumer Demands with Business Goals, disebutkan bahwa konsumen di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, makin kritis terhadap penggunaan AI.
Sebanyak 75 persen responden Indonesia menyatakan masih memilih manusia untuk menangani keluhan pelanggan, pertanyaan yang kompleks, hingga percakapan emosional.
Ini menunjukkan bahwa AI masih dipercaya hanya untuk fungsi praktis seperti pelacakan pesanan atau pencarian produk, dan belum cukup mampu membangun empati.
AgentFlow dibangun dengan pendekatan etis yang kuat. Teknologi ini memiliki fitur Knowledge Gap Detection yang memungkinkan AI untuk berhenti saat tidak yakin dengan jawabannya, alih-alih memberikan informasi yang salah.
Selain itu, sistem ini dilengkapi dengan Reviewer Agents—agen pengecek internal yang meninjau ulang respons AI sebelum diteruskan ke pelanggan. Guardrails juga disematkan sebagai pengaman untuk mencegah AI menjawab topik sensitif atau di luar wewenangnya, dan secara otomatis mengarahkan pelanggan ke staf manusia.
Baca Juga: ESG Jadi Fondasi Bisnis, PLN IP Kebut Transformasi Energi Nasional
SleekFlow menyadari bahwa di tengah belum adanya regulasi AI yang menyeluruh, tanggung jawab etis justru harus dimulai dari inisiatif bisnis. Laporan AI Maturity Matrix dari Boston Consulting Group bahkan mengungkap bahwa lebih dari 70 persen negara, termasuk Indonesia, belum memiliki kesiapan struktural dalam menghadapi disrupsi AI.
Temuan ini mendukung pendekatan SleekFlow yang meyakini pentingnya supervisi manusia dalam penggunaan AI.
"Kepercayaan itu tumbuh saat kita tahu batas kemampuan kita. Kami percaya, AI yang bisa dipercaya adalah AI yang tahu kapan harus berhenti dan memberi ruang untuk manusia. AgentFlow lahir dari prinsip itu," kata Asnawi.
Tak hanya soal kecerdasan dan etika, AgentFlow juga dibangun di atas fondasi keamanan yang kuat. Menggunakan Azure OpenAI, sistem ini telah memenuhi standar internasional seperti ISO/IEC 27001, SOC 2 Type II, dan GDPR.
SleekFlow memastikan bahwa data pelanggan tidak digunakan untuk pelatihan model AI, serta dilengkapi perlindungan tambahan seperti kontrol akses, masking, dan whitelist IP untuk menjamin privasi pengguna.