Kurs Rupiah Melemah ke Rp 16.267 per Dolar, Trump Mulai Berani Ancam Vladimir Putin

M Nurhadi Suara.Com
Selasa, 15 Juli 2025 | 15:51 WIB
Kurs Rupiah Melemah ke Rp 16.267 per Dolar, Trump Mulai Berani Ancam Vladimir Putin
Ilustrasi (Antara)

Suara.com - Nilai tukar rupiah kembali melemah, dipengaruhi oleh dinamika geopolitik dan ekspektasi ekonomi global. Analis mata uang sekaligus Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuabi, menilai bahwa pelemahan kurs rupiah ini salah satunya disebabkan oleh ancaman Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang akan mengenakan tarif sekunder sebesar 100 persen terhadap Rusia.

“Trump mengancam akan mengenakan tarif sekunder sebesar 100 persen terhadap Rusia, jika Presiden Vladimir Putin tidak mencapai kesepakatan dalam 50 hari untuk mengakhiri perang di Ukraina,” kata Ibrahim dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.

Ancaman ini merupakan kelanjutan dari desakan Senat AS. Mengutip Sputnik, Senator AS Lindsey Graham dan Richard Blumenthal sebelumnya telah mengajukan rancangan undang-undang (RUU) bipartisan yang bertujuan menjatuhkan sanksi primer dan sekunder terhadap Rusia. Sanksi tersebut akan diaktifkan jika Moskow gagal terlibat dalam negosiasi "itikad baik" atas perdamaian di Ukraina pada April 2025. Salah satu poin kunci dalam sanksi yang diusulkan adalah tarif 500 persen atas barang impor dari negara-negara yang masih membeli minyak, gas, uranium, dan produk-produk Rusia lainnya.

Pekan lalu, Trump kembali menyuarakan ketertarikannya terhadap RUU sanksi yang diusulkan Graham, menyatakan bahwa dirinya sedang mempertimbangkan undang-undang tersebut "dengan sangat matang”. Meskipun demikian, ia menekankan bahwa keputusan final untuk melanjutkan undang-undang tersebut sepenuhnya berada di tangan Presiden. Seorang pejabat senior AS juga mengonfirmasi bahwa presiden bersedia menandatangani RUU tersebut, asalkan ia memegang kendali penuh atas implementasi sanksi.

Meskipun ancaman tarif ini belum berdampak besar pada pergerakan pasar secara keseluruhan, para pelaku pasar mulai memperhitungkan risikonya. "Meskipun ancaman tarif baru-baru ini tidak berdampak besar pada pergerakan pasar secara keseluruhan, para pedagang mempertimbangkan apakah AS benar-benar akan mengenakan tarif tinggi pada negara-negara yang terus berdagang dengan Rusia, serta menahan diri untuk tidak memasang taruhan besar di tengah ketidakpastian,” kata Ibrahim. Ketidakpastian ini menciptakan kehati-hatian di kalangan investor, yang pada akhirnya memengaruhi stabilitas mata uang.

Selain sentimen geopolitik, pelemahan rupiah juga didorong oleh faktor ekonomi domestik AS. Perkiraan Gubernur Federal Reserve (The Fed), Jerome Powell, terkait angka inflasi AS yang lebih tinggi turut memberikan tekanan. Inflasi AS diprediksi naik 0,3 persen dibandingkan bulan lalu, yang akan membawa inflasi year on year (YoY) meningkat dari 2,4 persen menjadi 2,7 persen.

Ekspektasi inflasi yang lebih tinggi ini membuat bank sentral AS diperkirakan akan menunda kebijakan pemangkasan suku bunga, yang pada gilirannya membuat dolar AS lebih menarik bagi investor dibandingkan mata uang emerging markets seperti rupiah.

Pada penutupan perdagangan hari Selasa di Jakarta, nilai tukar rupiah melemah sebesar 17 poin atau 0,10 persen, mencapai Rp16.267 per dolar AS dari posisi sebelumnya Rp16.250 per dolar AS. Senada, kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada hari ini juga menunjukkan pelemahan, mencapai level Rp16.281 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.247 per dolar AS. Kondisi ini menunjukkan bahwa rupiah masih rentan terhadap faktor eksternal dan kebijakan ekonomi global.

Baca Juga: Negosiasi Buntu! Indonesia Berjuang Hadapi Tarif Dagang AS 32 Persen

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI