Satu Dasawarsa Program Jaminan Pensiun: Perkuat Inklusivitas dan Keberlanjutan

Jum'at, 25 Juli 2025 | 18:45 WIB
Satu Dasawarsa Program Jaminan Pensiun: Perkuat Inklusivitas dan Keberlanjutan
Seminar "Menjamin Keberlanjutan Hari Tua yang Sejahtera” di Plaza BPJAMSOSTEK, Kamis (24/7/2025) (Dok: BPJS Ketenagakerjaan)

Suara.com - Satu dasawarsa penyelenggaraan program Jaminan Pensiun (JP) menjadi momentum penting bagi pelaksanaan jaminan sosial di Indonesia.

Perjalanan panjang ini dimulai saat pemerintah memberikan amanah kepada BPJS Ketenagakerjaan untuk menyelenggarakan program tersebut tepat pada 1 Juli 2015.

Sejak itu cakupan kepesertaannya pun terus tumbuh secara konsisten hingga kini tercatat sebanyak 14,9 juta pekerja Indonesia telah terdaftar sebagai peserta aktif program JP.

Di sisi lain, di tahun 2024 manfaat JP secara berkala maupun lumpsum telah dirasakan oleh lebih dari 214 ribu pekerja dan keluarganya, dengan total nilai manfaat mencapai Rp1,59 triliun.

Hal ini menjadi bukti keseriusan pemerintah dalam mengembangkan program strategis tersebut guna mewujudkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya ketika memasuki di masa senjanya kelak.

Dibalik capaian positif tersebut tentu terselip berbagai tantangan yang harus dihadapi. Sadar akan hal itu BPJS Ketenagakerjaan menggandeng Pemerintah dan para pemangku kepentingan untuk bersama-sama mencari strategi terbaik dalam menjaga keberlanjutan dan inklusivitas program JP sehingga manfaatnya dapat dirasakan lebih luas, hingga lintas generasi.

Diskusi tersebut dilakukan lewat seminar yang digelar di Plaza BPJAMSOSTEK, Kamis (24/7/2025) dengan mengambil tema "Menjamin Keberlanjutan Hari Tua yang Sejahtera”.

BPJS Ketenagakerjaan menggandeng Pemerintah dan para pemangku kepentingan untuk bersama-sama mencari strategi terbaik dalam menjaga keberlanjutan dan inklusivitas program ini (Dok: BPJS Ketenagakerjaan)
Menteri Ketenagakerjaan RI Yassierli dan Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Pramudya Iriawan Buntoro (Dok: BPJS Ketenagakerjaan)

Menteri Ketenagakerjaan RI Yassierli yang membuka secara resmi kegiatan tersebut mengatakan bahwa satu dasawarsa penyelenggaraan Jaminan Pensiun telah memberikan beragam manfaat. Namun disaat yang bersamaan tantangan yang harus dihadapi pemerintah dan BPJS Ketenagakerjaan juga semakin berat.

“Program jaminan sosial ini adalah bagian dari suatu ekosistem Ketenagakerjaan yang utuh. Jadi disinilah peran dari BPJS Ketenagakerjaan untuk hadir memberikan solusi,” ungkap Menaker.

Baca Juga: BRI Hadir untuk UMKM: Cerita Sukses Renaco dari Dapur ke Digital

“Satu dekade kita syukuri tentu sudah memberikan banyak kemanfaatan, tapi tetap ke depan tantangan itu semakin berat. Tadi ada beberapa kata kunci yaitu bisa inklusif, bisa adil dan salah satunya indikatornya itu adalah kepesertaan yang harus ditingkatkan,” imbuhnya.

Menaker berharap hasil dari diskusi yang dilakukan dapat menjadi bagian dari evaluasi dan ditindaklanjuti dengan aksi yang lebih nyata. Pihaknya juga membuka kesempatan jika diperlukan regulasi baru untuk mendukung keberlanjutan program tersebut.

Seperti yang diketahui saat ini iuran JP masih bertahan di 3%, sedangkan menurut PP nomor 45 tahun 2015, besaran iuran tersebut perlu dievaluasi secara berkala per tiga tahun hingga menjadi 8%. Jika dibandingkan dengan negara tetangga, iuran JP di Indonesia masih cukup rendah. Sebagai contoh di Korea Selatan iuran JP mencapai 9%, Philippine 13%, dan Vietnam 22%.

Sejalan dengan hal tersebut Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Pramudya Iriawan Buntoro menyebut bahwa diperlukan kebijakan lebih lanjut dari Pemerintah untuk dapat memperkuat stabilitas program JP ke depan. Karena program tersebut berperan penting dalam mewujudkan cita-cita Indonesia Emas 2045 melalui penguatan SDM dan pengentasan kemiskinan ekstrem.

“Kami mengucapkan apresiasi kepada Pak menteri yang sudah memberikan dukungan dan mengingatkan kami selalu untuk terus menjalankan program jaminan pensiun ini supaya bisa berikan manfaat dan menjadi solusi bagi masyarakat khususnya nanti ketika memasuki usia pensiun,”terang Pramudya.

Menurutnya, bonus demografi yang saat ini tengah dinikmati oleh Indonesia, harus dimanfaatkan dengan baik. Pemerintah diharapkan tidak hanya memperkuat program bantuan sosial bagi masyarakat miskin dan rentan, namun juga juga mengembangkan jaminan sosial ketenagakerjaan sebagai upaya jangka panjang untuk menekan angka kemiskinan dan meningkatkan kemandirian ekonomi masyarakat.

"Jaminan Pensiun berperan penting dalam menjaga daya tahan ekonomi masyarakat saat menghadapi risiko kehilangan pendapatan. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia perlu mendorong kolaborasi seluruh pemangku kepentingan termasuk sektor swasta, organisasi masyarakat sipil, akademisi, dan pemerintah daerah guna menciptakan sinergi dalam mempercepat pengentasan kemiskinan melalui perluasan perlindungan sosial dan penguatan sistem jaminan sosial ketenagakerjaan yang berkelanjutan," imbuhnya.

Mengutip data BPS terdapat setidaknya 29,6 juta penduduk berusia 60 tahun ke atas, dimana tercatat 41,11% dari jumlah tersebut merupakan penduduk yang berada di 40 persen terbawah lapisan rumah tangga nasional. Dengan kata lain masih ada sebanyak 12,18 juta lansia yang masuk dalam kategori miskin atau rentan terhadap kemiskinan.

Fenomena ini dapat terus meningkat seiring jumlah penduduk Indonesia yang diproyeksikan menyentuh 324 juta penduduk di tahun 2045, di mana 20,3% atau sekitar 65,81 juta diantaranya adalah penduduk lansia yang berada di atas 60 tahun.

Dalam kesempatan tersebut Direktur Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan Roswita Nilakurnia memaparkan bahwa selama ini manfaat JP berkala mayoritas diberikan kepada ahli waris peserta. Namun mulai tahun 2030 jumlah penerima manfaat JP berkala diprediksi akan melonjak karena peserta telah memenuhi masa iur 15 tahun sebagai salah satu syarat untuk mendapat manfaat berkala.

Meski saat ini besaran manfaat JP masih terbatas namun Roswita yakin bahwa manfaat berkala yang diberikan sangat bermakna untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup secara mandiri.

“Sejauh ini manfaat berkalanya itu sudah hampir mencapai Rp400 ribu per bulan. Artinya ini akan menjadi PR tersendiri untuk penyesuaian regulasi batas minimum manfaat yang didapatkan,”ungkap Roswita.

Untuk itu pihaknya menekankan pentingnya menjaga keberlangsungan dan peningkatan manfaat agar para pekerja dapat Kerja Keras Bebas Cemas.

"Program Jaminan Pensiun bukan sekadar manfaat finansial, tetapi bentuk penghargaan atas jerih payah pekerja yang memberi rasa aman dan kepastian hidup di masa tua," tutup Roswita. ***

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI