- Bambang Rudijanto Tanoe (Rudy Tanoe) menjadi tersangka dugaan korupsi bansos dengan taksiran kerugian negara mencapai lebih dari Rp200 miliar.
- Perusahaan yang ia pimpin, PT Dosni Roha Indonesia (DNR), juga menghadapi masalah finansial serius, termasuk utang ratusan miliar dan gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
- Sebagai tersangka, Rudy Tanoe telah dicekal ke luar negeri dan mengajukan gugatan praperadilan terhadap statusnya tersebut.
Suara.com - Penetapan Bambang Rudijanto Tanoe sebagai tersangka dugaan korupsi penyaluran bantuan sosial (bansos) Kementerian Sosial turut membuat publik penasaran dengan total kekayaan pria yang akrab disapa Rudy Tanoe ini.
Pasalnya, pihak penyidik melaporkan bahwa perkiraan total kerugian terkait korupsi bansos ini mencapai lebih dari Rp200 miliar.
Rudy Tanoe terseret langsung dalam kasus dugaan korupsi penyaluran bantuan sosial beras untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan Program Keluarga Harapan (PKH) periode 2020–2021 yang merupakan proyek vital di masa pandemi.
Komisi Pemberantasan Korupsi menyebutkan bahwa pencekalan kakak kandung Hary Tanoesoedibjo ini mungkin menghubungkan gurita bisnisnya untuk proyek penyaluran bantuan sosial.
Rudy Tanoesoedibjo memang merupakan nahkoda dari PT Doshi Roha Indonesia (DNR) yang bergerak di bidang distribusi farmasi dan alat medis,
Rudy Tanoe juga memiliki perusahaan ekspor-impor produk farmasi, yaitu PT Trinity Healthcare (THC). Dari berbagai bisnis ini, berapa kekayaan yang dimiliki Rudy? Berikut ulasannya.
Kekayaan Bambang Rudijanto Tanoe
Kekayaannya Rudjanto Tanoe tidak hanya terlihat dari ekspansi usaha, melainkan juga dari transaksi saham yang cukup strategis.
Pada pertengahan tahun 2024, Rudy tercatat melepas sejumlah besar saham di perusahaan yang dulu dikenal sebagai Zebra Nusantara, sekarang PT Dosni Roha Indonesia (kode emiten ZBRA).
Baca Juga: Terungkap! Ini yang Dicecar KPK dari Khalid Basalamah dalam Skandal Korupsi Haji
Ia menjual 242,10 juta lembar saham dalam tiga hari. 9, 11, dan 12 Juli 2024 dengan harga per lembar antara Rp378 hingga Rp400, sehingga memperoleh dana segar sekitar Rp91,74 miliar.
Aksi divestasi tersebut menunjukkan bahwa Rudy tidak hanya mengumpulkan aset, tapi juga mengelola portofolio investasi secara aktif, merespon dinamika pasar modal.
Namun di balik itu, terdapat sisi lain yang mengkhawatirkan. Perusahaan induk dari saham tersebut, PT Dosni Roha Indonesia (DnR/ZBRA), ternyata menghadapi tekanan finansial yang serius.
Utang Besar dan PKPU
Pada akhir tahun 2024, DnR didaftarkan ke dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau PKPU oleh salah satu krediturnya, PT B. Braun Medical Indonesia. Gugatan PKPU dilayangkan karena DnR belum mampu melunasi utang usaha yang sudah jatuh tempo sejumlah Rp199,375,962,539.
Bukan hanya itu, laporan keuangan konsolidasi DnR per 30 September 2024 mencatat total utang bank sekitar Rp834,346,046,880, dengan kerugian perusahaan sebesar Rp260,583,602,460.
Kondisi ini memperlihatkan bahwa utang usaha dan beban bunga serta beban operasional perusahaan menjadi beban yang sangat signifikan, bahkan hampir menyamai skala kerugian yang dipertanyakan dalam kasus korupsi bansos yang menyeretnya.
Saham ZBRA Disuspensi dan Dampak Regulasi
Baru-baru ini, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menghentikan sementara perdagangan saham ZBRA. Suspensi dilakukan sejak sesi I perdagangan efek Periodic Call Auction pada 19 Agustus 2025, atas dasar ketidakpastian kelangsungan usaha perusahaan.
Selain itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga mengambil langkah preventif dengan mencegah Rudy Tanoe bepergian ke luar negeri sebagai bagian dari penyelidikan dugaan korupsi terkait dengan distribusi bantuan sosial.
Dugaan kerugian negara awalnya ditaksir sekitar Rp200 miliar. Semua ini menambah beban reputasi dan keuangan di luar masalah usaha dan investasi saham yang sudah dijalankan Rudy.
Gugatan praperadilan Rudy Tanoe terkait dugaan kasus korups telah terdaftar dengan nomot perkara 102/Pid.Pra/2025/PNJKT.SEL. Sidang pertama seharusnya diadakan pada hari Kamis, 4 September 2025 lalu, tetapi ditunda hingga hari Senin, 15 September 2025.
Terkait gugatan tersebut, Rudy meminta agar status tersangkanya dinyatakan tidak sah. KPK tentu meghormati permintaan tersebut, tetapi perlu menyelesaikannya dalam persidangan demi sifat objekivitas dan independensi.
Kontributor : Hillary Sekar Pawestri