MBG Tembus 300 Triliun, Cukup untuk Biaya Kuliah Gratis Bagi 288 Ribu Sarjana

M Nurhadi Suara.Com
Selasa, 23 September 2025 | 12:03 WIB
MBG Tembus 300 Triliun, Cukup untuk Biaya Kuliah Gratis Bagi 288 Ribu Sarjana
Sejumlah petugas tengah menyiapkan Makan Bergizi Gratis. (Antara/ist)

Suara.com - Kritik terhadap jumbonya anggaran makan bergizi gratis atau MBG terus disuarakan netizen. Salah satunya viral seorang netizen membandingkan biaya kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan anggaran MBG per bulan.

Netizen menyebut bahwa biaya MBG per bulan tembus Rp24 triliun. Jika dialihkan, uang tersebut bisa digunakan untuk membiayai 212.000 sarjana selama 40 tahun di ITB. Biayanya hanya sekitar Rp21,2 triliun. Benarkah demikian?

Saat ini ITB, dan juga perguruan tinggi negeri lain di Tanah Air, menggunakan sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) untuk mematok biaya per semesternya.

Jika dibulatkan, satu orang harus membayar UKT tertinggi Rp12,5 juta per semester. Maka untuk lulus, satu orang sarjana membutuhkan modal sedikitnya Rp100 juta. Belum termasuk biaya tugas, menyokong hidup di rantau, serta jika harus molor kuliah.

Jika pemerintah memberi beasiswa senilai Rp24 trliun, maka akan ada 240.000 orang mendapatkan manfaat mengenyam pendidikan di bangku kampus terbaik di negara ini.

Jika Rp24 triliun tersebut dikalikan setahun saja biaya MBG, maka akan ada 288.000 sarjana yang memiliki kesempatan mengubah hidup menjadi lebih baik.

Ilustrasi Kampus ITB Bandung. Dalam beberapa waktu terakhir salah satu mahasiswi ITB menjadi sorotan karena meme Prabowo dan Jokowi ciuman.  [ANTARA/HO-ITB]
Ilustrasi Kampus ITB Bandung. Dalam beberapa waktu terakhir salah satu mahasiswi ITB menjadi sorotan karena meme Prabowo dan Jokowi ciuman. [ANTARA/HO-ITB]

Anggaran Program MBG

Sebelum lengser dari kabinet,  Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa anggaran program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi andalan Presiden Prabowo Subianto akan melesat drastis.

Anggaran untuk MBG diproyeksikan akan melampaui Rp300 triliun pada 2026, atau hampir dua kali lipat dari alokasi tahun ini yang sebesar Rp171 triliun.

Baca Juga: 9 Bulan Berjalan, Kepala Badan Gizi Nasional Sebut Sudah 4700 Siswa Keracunan MBG

Dengan target penerima manfaat sebanyak 82,9 juta orang, angka ini tentu saja menunjukkan skala program yang luar biasa masif. 

Polemik alokasi anggaran untuk program MBG terus mengemuka setelah pemerintah menetapkan pagu sebesar Rp223,6 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.

Angka tersebut setara dengan 29,5 persen dari total anggaran pendidikan yang mencapai Rp757,8 triliun, sebuah fakta yang memicu kritik keras dari kalangan pemantau pendidikan.

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) tegas menolak penggunaan dana pendidikan untuk program yang dinilai tidak relevan secara substansial.

Menurut JPPI, MBG lebih tepat diklasifikasikan sebagai program gizi dan perlindungan sosial, bukan inisiatif pendidikan inti.

"MBG seharusnya dibiayai oleh pos anggaran kesehatan, perlindungan sosial, atau ketahanan pangan. Menggunakan anggaran pendidikan untuk MBG akan mengaburkan prioritas dan mandat konstitusional anggaran pendidikan yang ditujukan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa," kata Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matadji, dalam keterangannya.

Argumentasi ini diperkuat dengan analisis bahwa alokasi 20 persen APBN untuk pendidikan selama ini pun belum sepenuhnya optimal.

Ubaid menyebutkan, sebelum dibebani oleh MBG, anggaran pendidikan masih belum mampu menutupi kebutuhan-kebutuhan esensial, salah satunya adalah kewajiban negara untuk melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sekolah gratis di tingkat negeri dan swasta.

"Sampai hari ini masih terkatung-katung, tanpa ada keberpihakan dari anggaran pendidikan. Jika persoalan akses ini tidak diselesaikan, maka jutaan anak putus sekolah bisa terus bertambah," katanya.

Lebih lanjut, Ubaid menyoroti dampak alokasi ini terhadap kualitas pendidikan nasional.

Indonesia masih menghadapi tantangan serius terkait mutu guru yang berada di bawah standar serta kesenjangan kualitas pendidikan yang semakin melebar antarwilayah. Pengalihan fokus anggaran ke MBG dikhawatirkan akan memperburuk kondisi ini.

“Jadi menggunakan anggaran pendidikan untuk MBG justru dapat mengorbankan masa depan pendidikan anak-anak itu sendiri,” katanya.

Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI