- Direktur Insight Kadin Institute Fakhrul Fulvian mengkritik penempatan dana Rp200 triliun oleh Kemenkeu di bank, menilai dampaknya minimal jika hanya mempertebal likuiditas.
- Ia mendesak dana tersebut dialirkan melalui Modal Ventura (Venture Capital) untuk menciptakan risk-sharing ecosystem dan mendanai sektor inovatif yang belum bankable.
- Pendekatan stimulus fiskal perlu diperluas menjadi sebuah ekosistem berbagi risiko (risk-sharing ecosystem)
Suara.com - Kebijakan Kementerian Keuangan menempatkan dana sebesar Rp200 triliun di sektor perbankan dinilai hanya akan memberikan dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi jika disalurkan melalui mekanisme pembiayaan yang produktif dan didasari oleh pengambilan risiko yang terukur.
Menurut Direktur Insight Kadin Indonesia Institute, Fakhrul Fulvian, dana negara tersebut seharusnya berfungsi sebagai "pemantik keberanian" bagi lembaga keuangan untuk mengalirkan modal ke sektor riil, bukan sekadar menumpuk likuiditas di sistem perbankan.
"Kita tidak kekurangan uang, yang kita kekurangan adalah keberanian menyalurkannya dengan cara yang sehat. Kalau dana ini hanya berhenti di deposito atau reverse repo, efeknya minimal," ujar Fakhrul di Jakarta, Selasa (7/10/2025), seperti dikutip via Antara.
Agar dampak dana Rp200 triliun menjadi optimal, Fakhrul menilai pemerintah harus berkolaborasi dengan lembaga keuangan non-bank yang siap mengambil risiko secara terukur.
Selama ini, ekosistem pembiayaan di Indonesia didominasi oleh perbankan yang cenderung sangat berhati-hati (prudent), sementara lembaga berbasis ekuitas seperti modal ventura (venture capital/VC) belum diberdayakan secara sistemik.
Oleh karena itu, pendekatan stimulus fiskal perlu diperluas menjadi sebuah ekosistem berbagi risiko (risk-sharing ecosystem) yang melibatkan pemerintah, perbankan, lembaga penjamin, dan industri modal ventura.
Fakhrul menyebut venture capital sebagai "lapisan keberanian" dan "missing middle" dalam sistem keuangan Indonesia.
VC memiliki peran krusial untuk mendanai sektor-sektor berpotensi tinggi namun belum sepenuhnya bankable, seperti agrikultur modern, industri hijau, logistik, dan pengolahan daerah.
"Jika sebagian kecil dari dana Rp200 triliun diarahkan ke skema kolaboratif dengan modal ventura, maka efek penggandanya akan jauh lebih besar dibanding penyaluran kredit konvensional," tegasnya.
Baca Juga: Menkeu Purbaya Tuding TKD Jadi Ajang Penyelewengan, Para Gubernur Teriak: Bikin Repot!
Desakan Reformasi Regulasi OJK
Untuk memberdayakan modal ventura, Fakhrul menyoroti pentingnya reformasi regulasi. Ia mengusulkan agar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerapkan model tiered licensing atau lisensi bertingkat.
Model ini akan memungkinkan terbentuknya micro venture fund dengan modal minimum yang lebih kecil, misalnya Rp5 miliar hingga Rp10 miliar.
Dengan lisensi yang lebih fleksibel, ekosistem venture capital dapat tumbuh dari bawah dan menyebar di berbagai daerah.
Fakhrul menambahkan bahwa pertumbuhan industri modal ventura yang sehat juga berpotensi besar untuk menarik kembali dana Indonesia yang kini banyak tersimpan di luar negeri.
Fakhrul mencontohkan beberapa negara yang telah berhasil menjadikan modal ventura sebagai perpanjangan tangan kebijakan fiskal: