- Gaikindo memastikan kendaraan produksi sejak tahun 2000 sudah kompatibel dengan bahan bakar campuran bioetanol E10.
- Industri otomotif siap mendukung penerapan mandatori E10 pada 2027 sebagai bagian dari transisi energi.
- Program E10 diharapkan turut mendorong ekonomi nasional melalui pemanfaatan bahan baku lokal seperti tebu, singkong, jagung, dan sorgum
Suara.com - Sekretaris Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Kukuh Kumara menyebut bahwa E10 atau campuran 10 persen bioetanol di dalam bensin, sudah kompatibel dengan mesin kendaraan yang diproduksi sejak tahun 2000.
Dia pun mengimbau, masyarakat tidak perlu khawatir dengan dampak penggunaan E10.
"Kebanyakan kendaraan bermotor, tadi khawatir ya, yang lama-lama bagaimana, sebetulnya kendaraan yang sudah diproduksi semenjak tahun 2000, itu sudah rata-rata sudah compatible dengan etanol, E10," kata Kukuh dalam diskusi yang digelar PUSKEP UI di Kampus UI Salemba, Jakarta pada Jumat (7/10/2025).
Disebutnya penggunaan E10 bukan suatu hal yang baru, sebab beberapa negara juga sudah mulai menerapkannya.
Dia mencontohkan, Thailand yang telah menerapkan E10, bahkan katanya, saat ini sedang mengembangkan E20 dan E85.
"Beberapa kali dari pihak Thailand juga datang ke Indonesia ingin kerja sama untuk memproduksi etanolnya. Nah, ini juga menarik karena kemudian basis industri kendaraan bermotor antara Thailand dan Indonesia enggak jauh berbeda, kurang lebih malah sama," ujarnya.
Sebagai pelaku industri kendaraan bermotor, Gaikindo mendukung rencana mandatori E10 yang akan diberlakukan pemerintah pada 2027 mendatang.
"Industri kita siap," ujarnya.
Namun demikian, Kukuh memberikan sejumlah catatan terkait mandatori itu.
Baca Juga: Daihatsu Siap Sambut Era Etanol, Semua Model Kompatibel dengan E10
Menurutnya, selain itu bertujuan untuk transisi energi, mandatori E10 juga harus mendorong perekonomian nasional, khususnya para petani dengan komoditas singkong, jagung, tebu dan sorgum yang merupakan sejumlah bahan baku bioetanol.
"Semua pihak perlu bersinergi dan mengutamakan keunggulan daerahnya, misalnya etanol di Jawa Timur diproduksi dari tebu, di Lampung dengan bahan baku singkong, dan seterusnya,” jelas Kukuh.