Orang RI Mulai Malas Ambil Kredit, Ini Buktinya

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:02 WIB
Orang RI Mulai Malas Ambil Kredit, Ini Buktinya
Ilustrasi kredit. Perlambatan ekonomi dan meningkatnya tekanan biaya hidup membuat perilaku konsumen dalam mengambil kredit kendaraan bergeser cukup signifikan. Foto ist.
Baca 10 detik
  • Survei Inventure–Alvara 2025 terhadap 247 responden menunjukkan mayoritas masyarakat kini lebih berhati-hati. 
  • Sebanyak 53 persen responden menyatakan tidak setuju menggunakan kredit kendaraan dengan tenor panjang.
  •  Hanya 47 persen yang masih bersedia mengambil tenor jangka panjang.

Suara.com - Perlambatan ekonomi dan meningkatnya tekanan biaya hidup membuat perilaku konsumen dalam mengambil kredit kendaraan bergeser cukup signifikan. Alhasil banyak dari masyarakat Indonesia kini mulai malas untuk ambil kredit.

Survei Inventure–Alvara 2025 terhadap 247 responden menunjukkan mayoritas masyarakat kini lebih berhati-hati. 

Sebanyak 53 persen responden menyatakan tidak setuju menggunakan kredit kendaraan dengan tenor panjang, meski cicilannya lebih ringan. Hanya 47 persen yang masih bersedia mengambil tenor jangka panjang.

Temuan tersebut memperlihatkan berubahnya cara konsumen menilai pembiayaan otomotif. Orientasi yang sebelumnya bertumpu pada cicilan rendah mulai bergeser ke pertimbangan keamanan finansial jangka panjang. Dalam situasi dormant economy, ketika pendapatan stagnan dan harga kebutuhan terus merangkak naik, komitmen kredit yang berlarut dianggap menambah risiko.

Tenor panjang dinilai memperbesar biaya bunga, memperpanjang ketidakpastian, sekaligus mengurangi ruang konsumen untuk menata ulang keuangan jika kondisi memburuk. Sebaliknya, tenor pendek memberi rasa aman karena durasi kewajibannya lebih terbatas dan masih bisa dikelola ketika situasi ekonomi berubah mendadak.

Managing Partner Inventure, Yuswohady, menilai perubahan preferensi ini selaras dengan munculnya karakter frugal di kalangan konsumen. 

"Frugal consumer sangat sensitif terhadap risiko jangka panjang. Mereka tidak ingin terjebak komitmen panjang yang mengurangi fleksibilitas finansial. Tenor pendek dipilih bukan karena cicilannya lebih mahal, tetapi karena memberi kontrol dan ruang manuver saat ekonomi tidak pasti," ujarnya di Jakarta, Selasa (9/12/2025).

Pandangan serupa disampaikan CEO Alvara Research Center, Hasannudin Ali. Ia melihat meningkatnya kehati-hatian publik sebagai respons terhadap ketidakpastian ekonomi yang tak kunjung mereda. 

"Konsumen kini menilai pembiayaan bukan hanya dari besar cicilan, tetapi dari total cost dan dampaknya terhadap stabilitas keuangan keluarga. Mereka lebih memilih menyelesaikan kewajiban lebih cepat untuk meminimalkan risiko ketika ekonomi masih penuh tekanan," tuturnya.

Baca Juga: Kemenkeu Siapkan Rp 210,4 Triliun untuk Anggaran Ketahanan Pangan 2026, Naik dari Rp 144,6 T

Perubahan preferensi ini mempertegas karakter Frugal Consumer yang muncul kuat selama perlambatan ekonomi. Konsumen tidak serta-merta menunda pembelian kendaraan, tetapi menjadi jauh lebih selektif dalam menentukan skema pembiayaan. 

Pembelian tetap terjadi, namun hanya jika struktur kreditnya dianggap aman, fleksibel, dan tidak menambah beban jangka panjang.

Bagi industri otomotif dan lembaga pembiayaan, tren tersebut menjadi sinyal penting. Model kredit berbasis tenor panjang yang selama ini diandalkan tidak lagi memiliki daya tarik sebesar sebelumnya.

Konsumen kini lebih menimbang total cost of ownership, risiko bunga jangka panjang, dan implikasinya terhadap stabilitas finansial pribadi.

Ke depan, pelaku industri perlu merespons dengan menawarkan skema pembiayaan yang lebih adaptif dan lebih transparan. Produk kredit dinilai perlu menyesuaikan ritme keuangan masyarakat di era frugality, ketika konsumen semakin selektif dan tidak ingin terjebak dalam komitmen panjang yang menambah ketidakpastian.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI