Suara.com - Hotman Paris kembali mencuri perhatian publik. Kali ini, dia menyentil persoalan pelik yang menyangkut aktivitas pertambangan di tanah Papua, khususnya yang melibatkan perusahaan asing seperti Freeport.
Diduga, pernyataan Hotman Paris ini muncul di tengah memanasnya isu soal kerusakan lingkungan di kawasan Raja Ampat akibat aktivitas pertambangan nikel.
Beberapa waktu terakhir, media sosial ramai membahas soal potensi kerusakan alam di surga wisata dunia tersebut akibat eksplorasi tambang.
Dalam unggahan video terbarunya di media sosial, lelaki berdarah Batak itu tampak memegang dan menunjukkan salinan dokumen perjanjian pengusahaan pertambangan batubara antara pemerintah Indonesia dan pihak swasta.
Ia menjelaskan bahwa dokumen tersebut merupakan contoh perjanjian yang lazim dilakukan antara pemerintah dengan para investor tambang.
"Ini contoh salah satu perjanjian pertambangan antara swasta dan pemerintah Indonesia," kata Hotman Paris sembari membuka lembar demi lembar dokumen tersebut.
Ia pun menyoroti salah satu poin penting dalam perjanjian tersebut, yakni masa berlaku izin usaha pertambangan yang diberikan selama 30 tahun.
"Apabila dibaca di sini, disebutkan bahwa masa berlakunya perjanjian ini adalah 30 tahun," terangnya.
Setelah mempelajari isi perjanjian, Hotman pun melontarkan pertanyaan yang menyentil langsung ke jantung persoalan pertambangan emas di Papua, yaitu Freeport.
Baca Juga: Diusir saat Tengok Tambang Raja Ampat, Angela Gilsha: Ini Legal Kan? Kenapa Enggak Boleh Lihat?
Menurutnya, Freeport sudah lebih dari 30 tahun beroperasi di Papua dan terus mengeruk sumber daya alam Indonesia, namun belum juga diambil alih oleh negara.
"Kalau nggak salah sudah lebih dari 30 tahun. Kenapa pemerintah Indonesia tidak mengambil alih? Kenapa pemerintah Indonesia tidak mengakhiri? Sudah berapa tahun sebenarnya perjanjian ini berlaku antara pemerintah Indonesia dengan investor asing di Freeport?" tanya Hotman Paris dengan nada heran.
Ia mengungkapkan bahwa tambang emas di Papua telah menghasilkan keuntungan yang luar biasa besar, namun sebagian besar dinikmati oleh pihak asing.
Sementara itu, kondisi masyarakat lokal di Papua masih jauh dari sejahtera.
"Sedih lihatnya, sementara pihak asing menghasilkan uang yang sangat banyak, tapi banyak penduduk Papua yang sangat miskin," kata Hotman penuh keprihatinan.

Unggahan Hotman Paris pun langsung menuai reaksi dari warganet. Banyak dari mereka menyambut baik keberanian Hotman untuk angkat suara mengenai ketimpangan ekonomi dan eksploitasi sumber daya alam di Papua.
"Seneng dengernya. Semoga dapat kabar baik selanjutnya," tulis seorang netizen.
Sementara itu, ada juga netizen yang mencoba memberi pandangan kritis atas situasi yang disoroti Hotman.
Salah satunya menyinggung lemahnya sistem pengawasan dalam pengelolaan tambang oleh negara.
"Jawabannya sederhana, karena ketika regulator dan eksekutor ada di pihak yang sama, maka fungsi kontrolnya hilang. Tidak ada lagi business by merit di situ," komentar seorang warganet.
"Contoh Antam divisi nikel. Sudah berpuluh-puluh tahun beroperasi, tapi teknologinya masih dulu kala. Sehingga pengelolaannya hanya high grade nickel ore saja yang bisa diolah," tambahnya.
Banyak pihak menduga, unggahan Hotman Paris ini merupakan bentuk keprihatinannya atas tambang nikel di Raja Ampat yang kini menjadi sorotan publik.
Tambang itu dikhawatirkan akan merusak keindahan alam Raja Ampat, yang selama ini dikenal sebagai salah satu destinasi wisata bawah laut terbaik di dunia.
Beruntung, pemerintah bertindak cepat. Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik empat perusahaan tambang di pulau-pulau kecil di Raja Ampat, Papua Barat Daya, telah resmi dicabut.

Keputusan ini diambil atas arahan Presiden Prabowo Subianto. Pencabutan IUP diumumkan secara resmi dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Selasa, 10 Juni 2025.
Namun demikian, masih ada satu perusahaan tambang yang tetap diizinkan beroperasi, yakni PT Gag Nikel, yang merupakan bagian dari aset negara.
Langkah pemerintah ini diharapkan menjadi sinyal kuat bahwa pelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat Papua akan menjadi prioritas utama di tengah geliat industri pertambangan nasional.