Suara.com - Dalam lanskap media sosial yang kerap menampilkan aksi-aksi "nyeleneh" dari Generasi Z alias Gen Z, seringkali muncul kekhawatiran akan arah dan kualitas pemikiran mereka.
Namun, pandangan ini terpatahkan dalam sebuah ajang bergengsi yang justru menyoroti kecerdasan dan kepedulian mendalam para remaja Indonesia.
Adalah Maman Suherman, pegiat literasi dan sosok yang akrab disapa Kang Maman, yang baru-baru ini menyatakan kebanggaannya setelah menjadi juri dalam Essay Contest Beswan Djarum 2024/2025.
Kompetisi ini membuktikan bahwa di balik citra yang seringkali disalahpahami, Gen Z menyimpan potensi besar sebagai agen perubahan dengan gagasan-gagasan yang kritis dan solutif.
Selama menjadi juri, Maman Suherman mengaku sangat terkesan dengan kualitas esai dan presentasi para peserta. Ia melihat sebuah harapan besar pada generasi muda ini.
"Ini adalah bukti bahwa Gen Z bukan generasi penggerutu, tetapi Gen Z yang ada di sini adalah bukti jika mereka semua adalah sekumpulan orang-orang yang bermutu. Mereka lebih kritis, terbuka dan memiliki ide-ide serta terobosan baru yang bisa atasi permasalah rumit di sekitar," ujar Maman Suherman.
![Kompetisi esai. [Instagram]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/08/31/33986-kompetisi-esai.jpg)
Pernyataan ini menjadi angin segar, menegaskan bahwa kemampuan Gen Z untuk mengidentifikasi masalah, menganalisis, dan menawarkan solusi konkret adalah aset berharga bagi bangsa.
Tiga nama yang berhasil mencuri perhatian dan meraih posisi teratas dalam kompetisi ini adalah Utin Richa Rinjani, Muhammad Faruq Azhar, dan Putri Malahayati.
Mereka adalah mahasiswa/mahasiswi penerima beasiswa Djarum Beasiswa Plus yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia, menunjukkan bahwa semangat kritis dan inovatif tersebar luas di seluruh penjuru negeri.
Baca Juga: Apa Pendidikan Awkarin? Ngaku Malu dan Salah Pilih di Pemilu 2024
Pemenang pertama, Utin Richa Rinjani, mahasiswi Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat, memilih untuk mengangkat isu yang sering terabaikan namun krusial: kesehatan ibu pasca-melahirkan atau Perinatal Mood and Anxiety Disorders (PMADs).
Utin menyoroti minimnya perhatian dan sorotan khusus terhadap kondisi mental ibu setelah melahirkan dalam pelayanan publik. Esainya dengan berani membuka tabir stigma yang melingkupi isu ini.
"Kesehatan mental pada ibu, saat ini masih jadi hal tabu yang enggan dibicarakan oleh banyak pihak. Di balik ketangguhan ibu, ada sisi rentan yang bisa terserang PMADs. Setiap ibu itu layak disembuhkan, tidak hanya dipuji ketangguhannya," kata Utin saat mempresentasikan gagasannya.
Argumennya menggarisbawahi pentingnya dukungan psikologis dan sistematis bagi para ibu, bukan hanya sekadar apresiasi verbal, tetapi juga tindakan nyata dalam bentuk kebijakan dan layanan kesehatan yang inklusif.
Isu lain yang tak kalah relevan dengan kehidupan Gen Z dan masyarakat luas adalah overclaim produk skincare.
Muhammad Faruq Azhar dari Politeknik Negeri Batam berhasil meraih juara kedua dengan esainya yang membahas fenomena ini, yang sempat menjadi perbincangan hangat di masyarakat.
Faruq tidak hanya mengidentifikasi masalah, tetapi juga menawarkan solusi komprehensif dari hulu hingga hilir.
Ia mengusulkan pengawasan digital secara proaktif, edukasi literasi yang terstruktur bagi konsumen, serta program pemulihan yang humanis bagi korban overclaim produk.
Pendekatan holistik Faruq menunjukkan pemahaman mendalam tentang ekosistem digital dan dampaknya terhadap konsumen.
Sementara itu, juara ketiga, Putri Malahayati, mahasiswi Universitas Sriwijaya, Palembang, Sumatera Selatan, membawa isu sensitif yang terjadi di lingkungan profesional: perundungan terhadap dokter residen.
Isu ini, yang seringkali tersembunyi di balik dinding institusi medis, memiliki dampak serius terhadap kualitas pelayanan kesehatan dan kesejahteraan para calon dokter.
Putri memotret realitas pahit ini dan, yang lebih penting, menawarkan strategi untuk memutus mata rantai perundungan tersebut.
Esainya menjadi seruan untuk menciptakan lingkungan pendidikan dan kerja yang lebih sehat dan suportif bagi para tenaga medis muda.
Kompetisi ini bukan sekadar ajang unjuk kebolehan menulis. Lebih dari itu, para peserta ditantang untuk mengidentifikasi masalah penting di lingkungan sekitar berdasarkan pengalaman pribadi, menganalisis akar masalah, dan memikirkan solusinya secara inovatif.
Proses seleksi pemenang didasarkan pada ketajaman identifikasi masalah, pola pikir logis, konstruksi penyelesaian masalah yang kuat, serta kemampuan untuk meyakinkan pentingnya isu yang diangkat dan mempertahankan argumentasi.
"Menulis bukan sekadar keterampilan teknis. Melalui Essay Contest, para peserta dilatih untuk mengasah welas asih, berpikir kritis, dan keberanian menawarkan solusi. Keterampilan kepemimpinan yang semakin penting di tengah dunia yang tak pasti, termasuk tantangan di era AI saat ini," kata Felicia Hanitio, Deputy Program Director Bakti Pendidikan Djarum Foundation.