Suara.com - Baru-baru ini, penelitian dari University of Utah Health mengungkap infeksi COVID-19 yang dibarengi dengan penyakit stroke hemoragik dapat meningkatkan risiko kematian hingga 2,4 kali lipat lebih tinggi daripada karena stroke saja.
Risiko lebih tinggi bahkan terjadi pada kelompok orang yang mengalami obesitas dan diabetes.
Stroke hemoragik merupakan kondisi pecahnya arteri dalam otak, yang memicu pendarahan di sekitar organ sehingga aliran darah pada otak berkurang dan terputus.
"Ini merupakan studi pertama yang mengungkap bahwa pasien dengan stroke hemoragik memiliki komorbid COVID-19. Dan ada peningkatan risiko kematian di rumah sakit secara signifikan," ungkap asisten profesor neurologi Adam de Havenon, MD.
Melansir dari Medical Express, temuan yang diterbitkan oleh PLUS ONE ini membuktikan bahwa perlu adanya studi lanjutan tentang pengobatan bagi kondisi penyakit ini.
Meski demikian studi lain menunjukkan, COVID-19 dapat meningkatkan risiko jenis stroke yang lebih umum, yakni stroke iskemik. Namun, sedikit penelitian yang membahas mengenai hubungan COVID-19 dengan stroke hemoragik.
Ada dua jenis stroke hemoragik, yaitu pendarahan intraserebral (ICH) yang disebabkan pendarahan di jaringan otak dan pendarahan subaraknoid (SAH) yang disebabkan adanya arteri yang rusak di permukaan otak.
Lewat akses database perawatan kesehatan, para peneliti menganalisis catatan medis dari 568 rumah sakit.
Mereka membandingkan data 23.368 orang dengan penyakit stroke hemoragik tanpa COVID-19 di tahun 2019, dengan 771 pasien stroke dan Covid-19 yang dirawat pada tahun 2020.
Baca Juga: Curhat Perempuan Alami Pembekuan Darah Usai Divaksin Johnson & Johnson
Hasilnya, 559 pasien stroke ICH dengan komorbid COVID-19 memiliki tingkat kematian di rumah sakit sebesar 46 persen, dibandingkan dengan pasien tanpa komorbid stroke yang hanya 18 persen.