"Anjing harus spesifik dalam mendeteksi bau infeksi, tetapi mereka juga harus menggeneralisasi bau latar belakang orang yang berbeda," imbuhnya dikuti dari Fox News.
Anjing-anjing itu harus sedikit berjuang dalam uji coba tersebut. Mereka cenderung membedakan antara aroma pasien yang sebenarnya dan bukan status infeksinya. Mereka juga bingung dengan sampel dari pasien yang baru saja pulih dari Covid-19, tetapi memiliki hasil tes negatif, menurut pernyataan itu.
"Anjing-anjing itu terus menanggapi sampel. dan kami terus mengatakan tidak. Tapi jelas masih ada sesuatu dalam sampel pasien yang dicium para anjing," jelas Otto.
Tetapi karena anjing dilatih berulang kali pada sampel yang sama dari pasien yang sama, mereka tidak dapat menggeneralisasi ke sampel yang benar-benar baru, yang merupakan kunci untuk benar-benar diterapkan dalam medis.
Dalam penelitian selanjutnya, peneliti berencana melatih anjing pada sampel yang beragam dan tidak berulang kali menguji anjing pada sampel dari individu yang sama, menurut pernyataan tersebut.
Otto mengungkapkan, para peneliti sedang melakukan apa yang mereka sebut 'studi T-Shirt' di mana mereka melatih anjing untuk mendeteksi apakah seseorang terinfeksi SARS CoV-2 atau tidak. Dan apakah seseorang divaksinasi berdasarkan bau yang tertinggal di kemeja usai dipakai.
"Kami mengumpulkan lebih banyak sampel dalam penelitian itu, ratusan atau lebih, daripada yang kami lakukan pada penelitian pertama ini. Dan berharap dapat membuat anjing lebih dekat dengan apa yang mungkin mereka temui sebelumnya," kata Otto.