Suara.com - Isu infertilitas masih menjadi tantangan besar dalam sistem kesehatan global. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 1 dari 6 pasangan di dunia mengalami kesulitan untuk hamil. Di Indonesia sendiri, prevalensi infertilitas diperkirakan mencapai 10–15% pada pasangan usia subur. Meski sering kali dikaitkan dengan kondisi kesehatan perempuan, faktanya hampir 50% dari kasus infertilitas disebabkan oleh faktor pria.
Namun demikian, perhatian terhadap kesehatan reproduksi pria masih sangat minim. Edukasi yang terbatas, stigma sosial, dan anggapan keliru bahwa kesuburan hanya bergantung pada perempuan membuat banyak pria enggan melakukan pemeriksaan atau berkonsultasi. Padahal, kualitas sperma, gaya hidup, nutrisi, serta kesehatan hormonal memainkan peran penting dalam keberhasilan kehamilan.
Melihat kompleksitas dan ketimpangan pemahaman seputar isu ini, Smart Fertility Clinic menyelenggarakan simposium ilmiah bertajuk Smart Scientific Update: Ilmu di Balik Proses Kehamilan. Acara ini menjadi ruang diskusi bagi para profesional medis untuk menggali lebih dalam tentang aspek teknis, klinis, dan sosial dalam penanganan infertilitas—termasuk menyoroti pentingnya keterlibatan pria dalam setiap tahapan program kehamilan.
Simposium ini tak hanya mengangkat kemajuan teknologi reproduksi, tetapi juga menekankan perlunya pendekatan holistik dan kolaboratif dalam menangani infertilitas di Indonesia. Salah satu isu penting yang mengemuka dalam diskusi adalah kurangnya perhatian terhadap kesehatan reproduksi pria, yang selama ini kerap luput dari pembicaraan publik maupun perencanaan medis.
Berikut beberapa fakta penting yang dibahas dalam Smart Scientific Update bertema “Ilmu di Balik Proses Kehamilan”, diselenggarakan oleh Smart Fertility Clinic di Jakarta,(15/6/2025).
1. Hampir 50% Kasus Infertilitas Berasal dari Faktor Pria
Menurut Dr. dr. Rahmawati Thamrin, Sp.And., dalam sesi diskusi bertema Sexual and Reproductive Health in Men, ia menegaskan: “Seringkali kesehatan reproduksi pria luput dari perhatian. Padahal, hampir 50% kasus infertilitas dipengaruhi faktor pria, dan edukasi mengenai masih sangat minim,”
Pernyataan ini menjadi pengingat penting bahwa keberhasilan kehamilan bukan hanya bergantung pada kesuburan perempuan, tetapi juga pria.
2. Pemeriksaan Kesuburan Pria Masih Dianggap Tabu
Baca Juga: Tak Lagi Pahit, Ini Inovasi Jamu Herbal Rasa Buah untuk Kesehatan Reproduksi Perempuan
Minimnya edukasi dan stigma sosial membuat banyak pria enggan memeriksakan diri. Padahal, pemeriksaan sederhana seperti analisis sperma dapat memberikan gambaran penting tentang kualitas dan kuantitas sperma. Deteksi dini memungkinkan penanganan lebih cepat dan efektif.
3. Inseminasi Buatan (IUI) Bisa Menjadi Solusi Awal
Salah satu metode penanganan infertilitas yang dibahas dalam simposium adalah Intrauterine Insemination (IUI), yakni prosedur medis yang memasukkan sperma langsung ke dalam rahim pada masa ovulasi.
Meski lebih terjangkau dibanding program bayi tabung (IVF), tingkat keberhasilan IUI hanya berkisar 10–20%, tergantung pada:
- Usia pasangan
- Kualitas dan jumlah sperma
- Kondisi rahim dan saluran tuba
4. Prakehamilan Adalah Masa Kritis, Termasuk untuk Pria
Prof. Dr. dr. R. Muharam, Sp.OG., Subsp. FER., MPH. menyampaikan dalam materi Optimizing Preconceptions Period: Key in Fertility Management, bahwa masa prakehamilan merupakan jendela penting untuk persiapan reproduksi.