"Tetapi ini melepaskannya dari konteks bahwa undang-undang mewajibkan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen di setiap dapil," tambah dia.
Dengan adanya aturan pada PKPU tersebut, kata dia, daerah pemilihan (dapil) dengan jumlah kursi yang tersedia sebanyak 4, 7, 8, dan 11 akan menghasilkan keterwakilan perempuan kuran dari 30 persen.
"Perempuan yang harusnya berkompetensi di Pemilu 2024, lalu tidak mendapatkan tiket itu karena keterwakilan perempuan didistorsi, dieliminasi oleh ketentuan itu," ujarnya.
Sementara itu, Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan menyampaikan audiensi kepada Bawaslu perihal penolakan terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 Pasal 8.
Dengan begitu, mereka menyampaikan tiga pernyataan sikap perihal PKPU Nomor 10 Tahun 2023 Pasal 8.
"Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan menyatakan menolak Pasal 8 Ayat (2) PKPU 10/2023 karena melanggar UUD NRI Tahun 1945 dan UU Pemilu dan mematikan upaya peningkatan keterwakilan perempuan dalam pencalonan DPR dan DPRD," kata Perwakilan Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan Valentina Sagala.
Kemudian, mereka juga menuntut Bawaslu untuk menjalankan perannya dalam melakukan pengawasan tahapan penyelenggaraan pemilu dalam waktu 2x24 jam.
"Sesuai kewenangannya, Bawaslu harus menerbitkan rekomendasi kepada KPU untuk segera merevisi Pasal 8 PKPU 10/2023 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan UU Pemilu," lanjut dia.
Jika dalam waktu 2x24 jam Bawaslu tidak menerbitkan rekomendasi kepada KPU, lanjut dia, Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan akan melakukan sejumlah upaya hukum untuk menuntut pemulihan hak politik perempuan berkompetisi pada Pemilu 2024.
Baca Juga: Perludem Sebut PKPU 10/2023 Pasal 8 Kurangi Keterwakilan Perempuan dalam Pileg 2024
Sementara di sisi lain, Komisioner KPU Idham Holik menjelaskan PKPU itu telah dikonsultasikan dengan Komisi II DPR dalam proses legal drafting.