Suara.com - Setiap Muslim tentu memiliki keinginan untuk menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci. Meskipun memiliki kemampuan secara ekonomi, ada kalanya seseorang tidak dapat melaksanakan haji karena kondisi kesehatan atau keterbatasan fisik yang dialami.
Dalam kondisi seperti ini, Islam memberikan kelonggaran melalui badal haji, yaitu ibadah haji yang dilakukan oleh orang lain atas nama orang yang bersangkutan.
Praktik ini biasanya dilakukan untuk menggantikan orang yang telah meninggal dunia. Lantas, bagaimana hukum badal haji untuk orang yang masih hidup?
Badal haji bertujuan agar kewajiban ibadah haji tetap bisa terpenuhi demi menjaga pelaksanaan rukun Islam bagi setiap Muslim. Lalu, bagaimana dasar hukum dan tata caranya? Simak penjelasan selengkapnya berikut ini.
Hukum Badal Haji untuk Orang yang Masih Hidup
Hukum membadalkan haji bagi orang tua atau kerabat yang masih hidup tetapi tidak mampu melaksanakannya karena kondisi tertentu seperti sakit permanen atau usia lanjut, adalah boleh (jaiz).
Hal ini didasarkan pada beberapa hadis sahih yang menunjukkan bahwa Rasulullah SAW membolehkan praktik ini.
Menurut hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas RA, seorang wanita dari suku Khas'am pernah menghadap Nabi Muhammad SAW dan berkata:
"Wahai Rasulullah, sesungguhnya ayahku sudah sangat tua dan tidak mampu lagi menunggang unta, padahal ia wajib berhaji." Nabi menjawab, "Hajikanlah dia." (HR. Muslim)
Baca Juga: Update Cara Cek Estimasi Keberangkatan Haji Berdasarkan Nomor Porsi Online
Hadis lain diriwayatkan oleh Abu Razin al-Uqaili, yang menceritakan bahwa Nabi SAW berkata kepadanya:
"Berangkatlah haji dan umrahkanlah untuk ayahmu," saat beliau menyampaikan bahwa ayahnya sudah tidak kuat berhaji dan berumrah karena usia lanjut. (HR. Nasa’i)
Dari hadis-hadis tersebut, para ulama menyimpulkan bahwa badal haji dibolehkan bagi orang yang masih hidup jika memang ia tidak mampu melakukannya sendiri secara permanen.
Badal haji tidak diizinkan jika ketidakmampuan seseorang hanya bersifat sementara dan masih memungkinkan untuk menunaikan haji di waktu lain.
Syarat dan Ketentuan Badal Haji
Agar pelaksanaan badal haji sah menurut syariat Islam, ada beberapa ketentuan penting yang harus dipenuhi, di antaranya:
1. Tidak Mampu Secara Permanen
Pelaksanaan badal haji hanya dapat dilakukan oleh mereka yang mengalami ketidakmampuan fisik yang permanen dan tidak ada harapan untuk sembuh, termasuk lansia atau penderita penyakit kronis yang tak dapat disembuhkan
2. Pelaksana Sudah Pernah Menunaikan Haji
Orang yang melaksanakan badal haji harus sudah terlebih dahulu menjalankan haji untuk dirinya sendiri. Haji yang dilakukan oleh seseorang yang belum berhaji akan dihitung sebagai haji pertamanya, bukan sebagai perwakilan untuk orang lain.
3. Ikhlas dan Tidak Berorientasi Materi
Niat dalam melaksanakan badal haji harus murni karena Allah SWT, bukan didasari oleh keinginan mencari imbalan atau keuntungan duniawi.
Meskipun ada pihak yang menawarkan jasa badal haji secara profesional, namun niat harus tetap murni untuk membantu sesama Muslim memenuhi kewajiban ibadahnya.
4. Memiliki Niat yang Jelas
Pelaksana badal haji harus dengan tegas menyatakan niatnya bahwa haji yang ia lakukan diperuntukkan bagi orang lain, baik dalam hati maupun melalui ucapan talbiyah dan ihram.
5. Persetujuan dari yang Dibadalkan
Untuk melaksanakan badal haji bagi orang yang masih hidup, diperlukan izin atau kuasa yang jelas dari orang yang hajinya dibadalkan. Hal ini merupakan bentuk kesepakatan dan tanggung jawab bersama antara pemberi kuasa dan pelaksana badal haji.
Tata Cara Pelaksanaan Badal Haji
Pelaksanaan badal haji tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Berikut langkah-langkah yang harus diperhatikan:
1. Niat
Sebelum berangkat, pelaksana harus meniatkan dengan sungguh-sungguh bahwa ibadah haji yang dijalankan adalah atas nama orang lain. Niat tersebut bisa diucapkan:
نَوَيْتُ الحَجَّ عَنْ (فُلَانٍ) وَأَحْرَمْتُ بِهِ للهِ تَعَالَى
"Aku niat haji untuk (nama orang) dan aku ihram karena Allah ta'ala."
2. Ihram
Saat memasuki miqat dan mengenakan pakaian ihram, pelaksana badal haji mengucapkan talbiyah untuk orang yang dibadalkan, misalnya:
"Labbaikallahumma hajjan 'an (nama orang yang dibadalkan)."
3. Menjalankan Semua Rukun Haji
Seluruh rangkaian manasik seperti tawaf, sa'i, wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah, melempar jumrah, hingga tahalul harus dilakukan oleh pelaksana dengan niat atas nama orang yang dibadalkan.
4. Memilih Jenis Haji
Jenis haji yang dipilih, baik Ifrad, Tamattu', atau Qiran, seharusnya disesuaikan dengan permintaan orang yang dibadalkan jika keinginannya sudah diketahui sebelumnya.
5. Laporan dan Dokumentasi
Usai melaksanakan ibadah haji, sangat dianjurkan untuk memberikan laporan kepada keluarga atau pihak yang hajinya dibadalkan sebagai bukti bahwa ibadah tersebut telah dilaksanakan. Hal ini sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan ibadah tersebut.
Demikianlah informasi terkait hukum badal haji untuk orang yang masih hidup. Semoga bermanfaat.
Kontributor : Dini Sukmaningtyas