Perempuan Berjilbab Jadi Simbol Ekstrimis di Xinjiang

Kamis, 24 September 2015 | 13:43 WIB
Perempuan Berjilbab Jadi Simbol Ekstrimis di Xinjiang
Ilustrasi perempuan berkerudung/bercadar. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Perempuan muslim yang berkerudung dan bercadar di Xinjiang, Cina dianggap sebagai simbol ekstrimis. Bahkan mereka disebut tanda 'keterbelakangan'.

Mengenakan cadar di sana bukan hal biasa untuk kelompok minoritas muslim di kawasan barat Cina itu. Sebab di Cina masih terasa Islam phobia.

Pemerintah setempat pun sudah meningkatkan pembatasan cara berpakaian keagamaan di kawasan muslim. Hal itu disebabkan aksi radikal berkedok Islam.

Salah satu kaum Uighur, komunitas muslim di Cina, pernah merasa ditekan dengan pembatasan itu. Salah satunya di Karamay, sebuah kota barat laut di Xinjiang. Di sana dikeluarkan aturan larangan perempuan memakai jilbab dan kerudung. Bahkan untuk lelaki dilarang mempunyai jenggot panjang.

Anggota Komite Partai Komunis Xinjiang, Xaukat Emen menjelaska jika kaum muslim di Cina tidak mungkin menganut budaya sepeti di negara-negara Arab. Menurut dia, pengenaan jilbab, dalam beberapa kasus disalahgunakan untuk tindak kejahatan. Semisal penculikan.

"Uighur tidak ingin melihat rekan perempuan kami memakai jenis pakaian itu," katanya dalam konferensi pers di Beijing.

"Banyak wanita ingin bekerja, dan banyak ingin memiliki kontak dengan masyarakat. Jadi pada masalah ini, kami akan tegas tidak setuju," lanjutnya.

Uighur merupakan komunitas muslim di Cina yang moderat. Namun belakangan banyak yang mulai mengadopsi praktik berpakaian seperti di Arab Saudi atau Pakistan. Mereka menutup penuh wajahnya dengan cadar.

Maka itu Cina bersikap 'waspada' dengan potensi bermunculan kelompok ekstrimis. Namun Cina membantah menekan Uighur.

Menurut Xaukat Emen, Cina berkomitmen untuk mendukung hak-hak muslim di Xinjiang. Terutama yang berkaitan dengan ritual muslim saat Idul Fitri dan bulan Ramadan.

"Semua orang menikmati kebebasan beragama, dan praktik keagamaan normal percaya dilindungi oleh hukum," kata Emen. (Reuters)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI