Suara.com - Air muka Megawati mendadak berubah, ia tampak kaget sekaligus meradang karena mendapat pertanyaan dari seorang jurnalis yang dianggapkan menyudutkan, seusai mencoblos di Tempat Pemungutan Suara 027 Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (19/4/2017).
"Iya nih, selalu, belum apa-apa sudah tendensius, nggak jadi (ngomong), nggak boleh gitu dong. Betul nggak, seharusnya tanya dengan baik dong," katanya, ketus.
Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu tersinggung, saat seorang wartawan stasiun televisi swasta melontarkan pertanyaan mengenai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Basuki Tjahja Purnama-Djarot Saiful Hidayat (Ahok-Djarot) diprediksi kalah berdasarkan exit poll putaran kedua Pilkada DKI.
Menurutnya, hasil survei, exit poll, ataupun hitung cepat, yang digelar sejumlah lembaga survei tidak bisa menjadi acuan untuk menentukan pemenang putaran final Pilkada DKI 2017: Ahok-Djarot atau Anies Baswedan-Sandiaga Uno (Anies-Sandi).
"Yang menentukan itu masayarakat, masyarakat DKI pada dewasa ini, jadi monggo, silahkan, pilih siapa yang mau dipilih, dan jangan dengan terintimidasi, jangan dengan teror," tegasnya lagi.
Namun, Rabu sore, kalimat-kalimat yang tertutur dari bibir putri Bung Karno tersebut kehilangan makna. Ahok-Djarot, di Hotel Pullman, Jakarta Pusat, memberikan pidato yang mengakui kekalahannya dari pasangan kandidat Anies-Sandi.
Kekalahan Ahok-Djarot di putaran kedua Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta, kegagalan partai berlambang kepala banteng bermoncong putih itu untuk kali keempat dalam pilkada serentak tahun ini.
Berdasarkan data yang terhimpun, PDIP hanya mampu menang di tiga pilkada dari total tujuh pemilihan tingkat provinsi, yang digelar 15 Februari 2017.
Selain di Jakarta, PDIP mengalami kekalahan di Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Bangka Belitung. Rustam Effendi-M Irwansyah yang diusung PDIP, keok dari kandidat Erzaldi-Abdul Rohman.
Baca Juga: Aset BUMN Diharapkan Naik Jadi Rp7.200 Triliun di 2017
Selanjutnya, PDIP juga menjadi "banteng ketaton" (terluka) di Banten setelah pasangan Rano Karno-Embay Mulya Syarief dibekuk Wahidin Halim-Andika Hazrumy.
Begitu pula di Pilgub Gorontalo, Hana Hasanah Fadel Muhammad-Tonny S Junus yang diusung PDIP keok.
Praktis, PDIP hanya mampu menang di Pilkada Sulawesi Barat, Papua Barat, dan Nangroe Aceh Darussalam.
PDIP di tiga pilkada itu, secara berurutan mengantarkan Ali Baal Masdar-Enny Anggraeni Anwar; Dominggus Mandacan-Muhammad Lakotani; dan, Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah ke tampuk kekuasaan.
Namun, kekalahan tampak paling menyakitkan adalah di ibu kota. Sebab, banyak pihak mengamini, Pilkada DKI bisa menjadi parameter kemajuan kekuatan setiap partai politik sebelum Pemilihan Umum (Pemilu) legislatif maupun pemilihan presiden dan wakil presiden tahun 2019.
Bagi PDIP, tentu kekalahan Ahok-Djarot mengindikasikan kemunduran kekuatan mereka. Pasalnya, pada pilkada sebelumnya, tahun 2012, pasangan Joko Widodo-Ahok sukses mengalahkan calon petahana Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli yang diusung Partai Demokrat.