Buruh Media: Kurangi Jam Kerja, Perbanyak Bercinta

Senin, 01 Mei 2017 | 17:14 WIB
Buruh Media: Kurangi Jam Kerja, Perbanyak Bercinta
Salah satu buruh dari SINDIKASI berdemo di May Day. (dok Ellena Ekarahendy/@Yellohelle)

Artinya, lebih dari sepertiga pekerja kreatif Indonesia mengalami overwork atau berkelebihan kerja. Salah satu penyebabnya adalah hubungan kerja yang semakin tidak standar (kontrak, outsourcing, magang tanpa upah) sehingga pekerja tak punya nilai tawar di hadapan pengusaha dan perlindungan negara; serta berbagai persoalan hubungan kerja dalam bentuk lainnya, seperti freepitching.

Kondisi para pekerja dalam industri media yang lanskapnya berubah cepat seiring dengan perkembangan teknologi digital, salah satunya konvergensi yang dilakukan oleh sejumlah media. Sementara itu, kasus PHK sepihak trennya meningkat dari 2015 ke 2016. Contohnya, kasus Harian Semarang, Cakra TV, Bloomberg TV, serta Kompas Gramedia, dan berbagai kasus lainnya yang tidak dilaporkan. Teranyar, kasus PHK belasan karyawan Indonesia Finance Today (IFT) pada 2016 lalu yang tak dibayarkan pesangon serta gaji terakhir akhirnya berujung ke ranah pidana.

Jumlah media terus tumbuh, kesejahteraan pekerja media minim, dan selalu dibayangi kasus ketenagakerjaan. Ironisnya, serikat-serikat pekerja tetap sulit tumbuh di perusahaan-perusahaan pers besar nasional maupun daerah.

Data terakhir yang dihimpun dari riset Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Federasi Serikat Pekerja Media (FSPM) Independen hanya ada 25 serikat pekerja media yang bisa diidentifikasi di seluruh Indonesia. Jumlah ini terbilang sangat minim, hanya sekitar 1 persen dari jumlah media berdasarkan data Dewan Pers.

Selain itu, perjuangan kelas buruh memerlukan dukungan media alternatif dan komunitas yang lahir sebagai akibat dari monopoli kepemilikan media oleh politikus dan kapitalis yang telah merebut independensi media arus utama. 

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI