Biasanya, kalau lebaran, tempat ini ramai orang yang melakukan ritual nyekar. Selain setelah lebaran, warga biasa nyekar pada sebelum Bulan Ramadan tiba.
"Biasanya ramai saat mungguh puasa atau sebelum puasa, dan sehabis lebaran. Kalau habis lebaran biasanya ramainya dua-tiga hari. Kalau pas munggah puasa, ramainya lima hari. Kalau hari biasa, sepi," terangnya.
Pada usianya yang sudah terbilang sepuh, Mursin mengaku tidak lagi punya banyak tenaga untuk merawat ribuan makam tersebut.
Kekinian, tugasnya hanya yang ringan-ringan. Bila dimintai membantu menggali kubur, Mursin mengakui sudah tidak mampu.
"Kalau suruh gali kubur udah tidak kuat. Paling anak-anak yang gali," tutur Mursin.
Dia menambahkan, kuburan ini memang sejak awal dirawatnya. Awalnya, tanah kubur ini hanya hutan belantara. Namun, pelan-pelan dikelola menjadi pemakaman oleh Yayasan Al-Amanah.
Tidak ada patokan khusus untuk biaya penguburan di makam ini. Mursin bercerita, hal itu dikembalikan kepada keikhlasan keluarga yang menguburkan. Namun, ada biaya perawatan Rp75ribu per tahunnya.
"Dulu ini memang (makam) tidak terurus baik (terbagi berbagai area). Terus, saya bersihkan dan sekarang kembali hidup (jadi satu)," tandasnya.
Baca Juga: Libur Lebaran, 6 Wisatawan 'Ditelan' Ombak Laut Tasikmalaya