"Kita nggak punya pilihan, Komnas HAM harus diperbaiki luar dalam," kata Ketua Panitia Seleksi Calon Komisioner Komnas HAM Jimly Asshiddiqie ketika memulai diskusi bertajuk Peran Jurnalis untuk Perlindungan dan Penegakan HAM yang Lebih Baik di restoran Bumbu Desa, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (13/7/2017).
Pernyataan Jimly berangkat dari ucapan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang mengusulkan agar dilakukan evaluasi terhadap lembaga non struktural. Menurut Fahri beberapa lembaga negara sudah tidak diperlukan karena negara sudah mengalami konsolidasi demokrasi yang baik, di antaranya Komnas HAM dan KPK.
Menurut Jimly Komnas HAM harus diperkuat, bukan dibubarkan karena sangat dibutuhkan negara.
"Kunci kedepan human rights harus kuat. Diperkuat institusinya. Dan kita harus memilih orang uang tepat," kata Jimly. Saat ini, Pansel tengah menyeleksi 28 calon komisoner baru periode 2017-2022.
Ke-28 kandidat nanti akan mengikuti serangkaian tes sampai didapatkan 14 kandidat untuk diajukan ke DPR dan dipilih menjadi tujuh orang.
"Kami simpulkan dalam pleno komnas HAM dan pansel, kita akan pilih 14 nama dari 28. Nantinya (14 nama) akan disetor ke DPR selambat-lambatnya Agustus 2017 atau akhir Juli," kata Jimly.
Jimly yakin tujuh nama yang nanti dipilih DPR semuanya memiliki rekam jejak yang baik. Masyarakat diminta Jimly jangan khawatir.
"Kami optimis, bahwa dari calon yang punya idealisme dia menyadari dia bukan cari kerjaan (di Komnas HAM). Hanya kami, kita nggak boleh salah pilih orang. Ini untuk bangsa dan negara kita. Jangan dianggap sepele keberadaan Komnas HAM," kata dia.
Jimly memastikan tidak ada komisioner titipan.
"Kita nggak usah berpikir harus ada keterwakilan golongan ini itu (di posisi komisioner), nggak boleh ada lagi," kata Jimly.
Jimly mengatakan antusiasme peserta mengikuti seleksi calon anggota Komnas HAM tak sebanyak calon komisioner KPK.
"Kami merasa ada sesuatu yang menarik, Komnas HAM beda dengan KPK, Komnas HAM kekuasaannya nggak ada. Yang kedua, kalau misalnya OJK duitnya banyak sekali, maka peminatnya banyak sekali ada 1.000 lebih. Sedang Komnas HAM duit nggak ada kekuasaan pas-pasan, makanya yang mendafar nggak banyak," kata Jimly.
Lebih jauh, Jimly mengungkapkan anggaran untuk pansel KPK jauh lebih mahal dibandinkan untuk pansel Komnas HAM. Untuk pansel KPK, katanya, anggarannya mencapai Rp5 miliar.
Jimly usul Komnas HAM didesain ulang
Jimly mengakui sering terjadi konflik diinternal komnas. Itu sebabnya, dia mengusulkan agar dilakukan desain ulang.
"Kami akan memilih orang yang bisa memperkuat Komnas HAM dengan mandat yang ada dan UU yang ada," kata dia.
Dia juga mengusulkan agar komisioner Komnas HAM di masa mendatang jangan berasal dari orang yang belum berpengalaman.
"Kalau di dunia keadilan, makin tua semakin jadi. Tapi Komnas HAM saya rasa harunya yang senior-senior. Misal kayak mantan ketua MA, kayak saya, Mahfud MD, tapi kan nggak bisa, kita manfaatkan UU yang ada saja," kata dia.
Jimly berharap Komnas HAM memiliki sekretaris jenderal serta kewenangannya ditambahkan, tidak hanya menangani kasus dan memberikan rekomendasi.
"Kewenangannya ditambah. Kalau mau menuntut juga. Tapi (usulan) ini pasti akan banyak perdebatan. Karena menurut saya tugas menuntut di JPU itu sudah terlalu banyak," kata dia.
"Seharusnya kalau yang ada kaitnya dengan HAM bikin (penuntut) sendiri kayak KPK. Tapi ini masih diskusi. Desain kelembagaan komnas harus dibicarakan," Jimly menambahkan.
Pernyataan Jimly berangkat dari ucapan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang mengusulkan agar dilakukan evaluasi terhadap lembaga non struktural. Menurut Fahri beberapa lembaga negara sudah tidak diperlukan karena negara sudah mengalami konsolidasi demokrasi yang baik, di antaranya Komnas HAM dan KPK.
Menurut Jimly Komnas HAM harus diperkuat, bukan dibubarkan karena sangat dibutuhkan negara.
"Kunci kedepan human rights harus kuat. Diperkuat institusinya. Dan kita harus memilih orang uang tepat," kata Jimly. Saat ini, Pansel tengah menyeleksi 28 calon komisoner baru periode 2017-2022.
Ke-28 kandidat nanti akan mengikuti serangkaian tes sampai didapatkan 14 kandidat untuk diajukan ke DPR dan dipilih menjadi tujuh orang.
"Kami simpulkan dalam pleno komnas HAM dan pansel, kita akan pilih 14 nama dari 28. Nantinya (14 nama) akan disetor ke DPR selambat-lambatnya Agustus 2017 atau akhir Juli," kata Jimly.
Jimly yakin tujuh nama yang nanti dipilih DPR semuanya memiliki rekam jejak yang baik. Masyarakat diminta Jimly jangan khawatir.
"Kami optimis, bahwa dari calon yang punya idealisme dia menyadari dia bukan cari kerjaan (di Komnas HAM). Hanya kami, kita nggak boleh salah pilih orang. Ini untuk bangsa dan negara kita. Jangan dianggap sepele keberadaan Komnas HAM," kata dia.
Jimly memastikan tidak ada komisioner titipan.
"Kita nggak usah berpikir harus ada keterwakilan golongan ini itu (di posisi komisioner), nggak boleh ada lagi," kata Jimly.
Jimly mengatakan antusiasme peserta mengikuti seleksi calon anggota Komnas HAM tak sebanyak calon komisioner KPK.
"Kami merasa ada sesuatu yang menarik, Komnas HAM beda dengan KPK, Komnas HAM kekuasaannya nggak ada. Yang kedua, kalau misalnya OJK duitnya banyak sekali, maka peminatnya banyak sekali ada 1.000 lebih. Sedang Komnas HAM duit nggak ada kekuasaan pas-pasan, makanya yang mendafar nggak banyak," kata Jimly.
Lebih jauh, Jimly mengungkapkan anggaran untuk pansel KPK jauh lebih mahal dibandinkan untuk pansel Komnas HAM. Untuk pansel KPK, katanya, anggarannya mencapai Rp5 miliar.
Jimly usul Komnas HAM didesain ulang
Jimly mengakui sering terjadi konflik diinternal komnas. Itu sebabnya, dia mengusulkan agar dilakukan desain ulang.
"Kami akan memilih orang yang bisa memperkuat Komnas HAM dengan mandat yang ada dan UU yang ada," kata dia.
Dia juga mengusulkan agar komisioner Komnas HAM di masa mendatang jangan berasal dari orang yang belum berpengalaman.
"Kalau di dunia keadilan, makin tua semakin jadi. Tapi Komnas HAM saya rasa harunya yang senior-senior. Misal kayak mantan ketua MA, kayak saya, Mahfud MD, tapi kan nggak bisa, kita manfaatkan UU yang ada saja," kata dia.
Jimly berharap Komnas HAM memiliki sekretaris jenderal serta kewenangannya ditambahkan, tidak hanya menangani kasus dan memberikan rekomendasi.
"Kewenangannya ditambah. Kalau mau menuntut juga. Tapi (usulan) ini pasti akan banyak perdebatan. Karena menurut saya tugas menuntut di JPU itu sudah terlalu banyak," kata dia.
"Seharusnya kalau yang ada kaitnya dengan HAM bikin (penuntut) sendiri kayak KPK. Tapi ini masih diskusi. Desain kelembagaan komnas harus dibicarakan," Jimly menambahkan.