"Jadi kasus-kasus konflik yang belakangan terjadi tidak kemudian menjadi faktor yang memengaruhi karena itu, kalau dalam istilah sosiologi ya, tidak terjadi setiap saat."
"Dan itu tidak mencerminkan real (kenyataan) hubungan kerukunan di sana," papar Adlin.
Selain itu, sentimen minoritas juga turut memengaruhi. Meski warga Kristen di wilayah Papua termasuk mayoritas namun secara nasional masih tergolong minoritas.
"Jadi ini psikologis saja. Jadi kelompok minoritas itu harus memperlihatkan sikap yang menghormati gitu ya nilai-nilai dominan sehingga berbeda dengan daerah-daerah lain yang mayoritas," kata alumnus Australian National University (ANU) ini.
Sementara jebloknya skor kerukunan di Ibu Kota Jakarta, dan dua provinsi terdekatnya yakni Banten dan Jawa Barat, disebabkan faktor seperti politik dan pendatang.
"Mungkin dinamika politik ya karena 3 daerah ini (Jakarta, Banten, Jawa Barat) paling kena ya imbasnya."
"Misalnya sejak kasus Pilkada DKI terus Pilpres, Pileg, itu 3 wilayah ini yang paling terkena dampak dari polarisasi di masyarakat," ungkap Adlin.
Terkait pendatang, ia mengatakan kelompok tersebut rentan membawa nilai-nilai mereka yang, disebutnya, eksklusif dari daerah masing-masing.
"Terus ketika di Jakarta misalnya, mereka hidup di enclave-enclave (kantong-kantong), pemukiman-pemukiman, kampung-kampung yang sesuai dengan etnis dan agamanya."
Baca Juga: Kapolri Idham Azis Ganti 5 Kapolda Termasuk Sumut dan Papua Barat
"Jadi memang pembauran itu relatif hanya terjadi di tempat kerja mereka, di sekolah, tapi tidak di masyarakat," terang Adlin.
Harus ciptakan kebersamaan
Sosiolog dari Universitas Ibnu Chaldun Jakarta, Musni Umar, membenarkan jika dinamika politik sangat memengaruhi kerukunan beragama di kota besar, utamanya Ibu Kota Jakarta dan dampaknya bisa berlangsung panjang.
"Politik itu kan, apalagi kita baru selesai Pemilu, itu pengaruhnya memang tinggi. Karena itu pertarungan kepentingan. Nah pertarungan kepentingan itu akhirnya menciptakan segregasi sosial."
"Jadi tersegregasi sedemikian tingginya akibat kepentingan politik dan itu tidak mudah untuk merukunkan kembali," katanya kepada ABC.
Mantan pengajar di Universitas Negeri Islam (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini menyebut tugas Pemerintah Indonesia adalah membangun kembali kebersamaan.