Suara.com - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyangkal ada pasal pemecatan terhadap
gubernur atau wakil gubernur dalam draf RUU Cipta Lapangan Kerja (Cilaka) yang belakangan beredar di publik.
Eks Kapolri itu mengklaim bakal langsung mencabut jika menemukan pasal tersebut dalam RUU Cipta Lapangan Kerja.
"Pertama saya mau koreksi di dalam RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, saya sudah cek belum ada pasal mengenai pemberhentian kepala daerah oleh Mendagri atau Presiden. Kalau pun ada, tidak akan kami, saya sebagai Mendagri meminta itu di-drop," ujar Tito di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (22/1/2020).
Pencabutan pasal tersebut bakal dilakukan karena menurut Tito aturan soal pemecatan gubernur/wakil gubernur atau kepala daerah lainnya sudah dimuat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Kepala Daerah, Pasal 67, 68, 69, dan Pasal 76 sampai Pasal 89.
Tito menyampaikan dalam pasal-pasal tertuang bahwa Presiden yang berwenang untuk memberhentikan kepala daerah. Pemberhentian tersebut dapat dilakukan dengan tiga alasan, pertama kepala daerah meninggal dunia, kedua kepala daerah mengundurkan diri, dan ketiga diberhentikan.
"Nah diberhentikan ini salah satunya karena tidak melaksanakan program strategis nasional. Yang kedua misalnya meninggalkan tempat berturut-turut tanpa izin selama tujuh hari atau akumulatif tidak berturut-turut selama satu bulan, teguran pertama, teguran kedua, itu dapat diberhentikan temporer tiga bulan," ujar Tito.
"Ini baca saja pasal itu, artinya apa? Wacana tentang kewenangan Presiden Cq Kemendagri untuk memberhentikan kepala daerah itu sudah diatur UU. Bahkan bukan hanya kepada kalau pusat kepada gubernur, gubernur dapat mengajukan pemberhentian juga kepala daerah yang tidak sesuai pasal-pasal itu kepada Mendagri untuk para bupati dan wali kota," tuturnya.
Sebelumnya, RUU Cipta Lapangan Kerja yang menjadi salah satu omnibus Law ternyata juga mengatur soal kewajiban kepala daerah baik di tingkat provinsi, kabupaten atau kota untuk melaksanakan program strategis nasional.
Kewajiban tersebut sebagaimana tertuang dalam draf RUU Cipta Lapangan Kerja yang beredar, tepatnya Pas 519 pada poin F. Selain poin mengenai kewajiban program strategis nasional, ada sejumlah kewajiban lain yang harus dakukan kepala daerah, seperti yang tertuang dalam Pasal 519 dan turunannya di Pasal 67.
Baca Juga: Mendagri Bantah Bisa Memecat Kepala Daerah di Omnibus Law
Pasal 519 Kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah meliputi:
- memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
- menaati seluruh ketentuan peraturan perundangundangan;
- mengembangkan kehidupan demokrasi;
- menjaga etika dan norma dalam pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah;
- menerapkan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik;
- melaksanakan program strategis nasional; dan
- menjalin hubungan kerja dengan seluruh Instansi Vertikal di Daerah dan semua Perangkat Daerah.
Pasal 67 Kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah meliputi:
- memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
- menaati seluruh ketentuan peraturan perundangundangan;
- mengembangkan kehidupan demokrasi;
- menjaga etika dan norma dalam pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah;
- menerapkan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik;
- melaksanakan program strategis nasional, norma, standar, prosedur, dan kriteria, dan kebijakan Pemerintah Pusat; dan
- menjalin hubungan kerja dengan seluruh Instansi Vertikal di Daerah dan semua Perangkat Daerah.
Bahkan kewajiban tersebut juga memiliki sanksi bagi kepala daerah yang tidak menjalankan program strategis nasional. Sanksi yang diberikan tidak tanggung-tanggung, mulai dari teguran hingga pemecatan kepala daerah.
Dalam Pasal 520 ayat 1 dijelaskan bahwa gubernur atau wakil gubernur yang tidak menjalankan program strategis nasional bisa diberi teguran melalui seorang menteri. Dalam kasus serupa, gubernur atau wakil gubernur juga dapat memberi terguran kepada jajaran di bawahnya, yakni wali kota/wakil wali kota dan bupati/wakil bupati. Peraturan yang sama juga diatur dalam Pasal 521.
Berikut petikan lengkap bunyi Pasal 520 ayat 1 sampai ayat 3.
- Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang tidak melaksanakan program strategis nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf f dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis oleh Menteri untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.
- Dalam hal teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah disampaikan 2 (dua) kali berturut-turut dan tetap tidak dilaksanakan, kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara selama 3 (tiga) bulan.
- Dalam hal kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah telah selesai menjalani pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tetap tidak melaksanakan program strategis nasional, yang bersangkutan diberhentikan sebagai kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah.