Di ruangan kecil itu tetap saja Era tidak aman, tiba-tiba beberapa orang tak dikenal masuk dan merekamnya pakai kamera video. Era meminta polisi agar ruangan itu disterilkan dari orang-orang tak dikenal.
Kemudian Era berkomunikasi dengan rekan-rekannya dari kalangan CSO (organisasi masyarakat sipil) setempat seperti Walhi dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jambi mengenai kondisinya yang diintimidasi. Sebab, lanjut Era, sekitar 70 persen orang yang ada di Pengadilan itu adalah Polisi.
Setelah kawan-kawan CSO datang, Era akhirnya bersedia menemui dengan kondisi massa di luar pagar Pengadilan dan dirinya tetap di dalam area Pengadilan.
“Karena saya khawatir kalau saya memberikan pernyataan, nanti pernyataan saya dipotong kalau tidak ada kawan yang dipercaya,” imbuhnya.
Setelah didemo, sore harinya Era dilaporkan pidana ke Polda Jambi. Namun, laporannya tidak jelas perkaranya. Ternyata belakangan baru diketahui, bahwa laporan tersebut targetnya cuma mengintimidasi saja.
Selain itu, lanjut Era, ia dan tim kerap dikuntit oleh orang tak di kenal. Seperti baru tiba di Bandara Sultan Thaha Jambi, supir grab car yang ia tumpangi sudah mengenal dirinya.
“Supirnya nanya sidang SMB ya, mbak? Saya heran loh kok orang ini tahu,” ucapnya.
Peradilan Manipulatif Suku Anak Dalam
Dari 59 petani SMB yang ditangkap, 11 di antaranya warga Suku Anak Dalam, Jambi. Meski tidak mendampingi warga suku anak dalam, tim kuasa hukum YLBHI tetap memonitor proses persidangan mereka. YLBHI tidak mendampingi proses hukum mereka lantaran tidak mendapatkan akses untuk mendapatkan kuasa, karena akses ditutup oleh Polisi.
Bahkan selama ditahan di Mapolda, sel untuk warga Suku Anak Dalam dipisahkan dengan yang lain, supaya mereka tidak mendapatkan pendampingan hukum dari YLBHI atau pihak luar. Mereka diberi kuasa hukum sesuai penunjukan dari polisi.
Mulanya, Era dan tim kuasa hukum dari YLBHI mendapatkan kuasa dari Suku Anak Dalam pada tahapan di kejaksaaan. Berhubung mereka buta huruf, tak bisa baca tulis, Era mendapatkan kuasa dari mereka melalui surat cap jempol.
Dalam proses peradilan, polisi dan jaksa bersekongkol. Ternyata Polisi memasukan secarik kertas di saku Suku Anak Dalam, ia disuruh menyerahkan ke majelis hakim.
“Ternyata surat itu isinya memberikan kuasa kepada pengacara yang ditunjuk polisi,” katanya.
Baca Juga: Uut, Wanita Tangguh Pendamping Suku Anak Dalam Jambi
Melihat tim YLBHI selalu memonitor setiap persidangan termasuk persidangan Suku Anak Dalam, jaksa dan polisi tampak gelisah. Setiap proses persidangan dipantau dan direkam video.
Suatu ketika, di salah satu ruangan ada agenda sidang putusan Suku Anak Dalam, namun pintu ruang sidang dikunci. Di ruang sidang itu biasanya ada dua pintu, yang satu pintu tempat masuk majelis hakim dan panitera dan kedua pintu pengunjung. Namun pintu tempat masuk pengunjung dikunci.
Tim kuasa hukum yang mendampingi, kemudian menanyakan kepada JPU, jaksa mengatakan sidang tersebut tergolong khusus. Mendengar itu, Era memprotes karena setiap persidangan seharusnya terbuka untuk umum, kecuali persidangan anak dan kasus asusila.
Kemudian jaksanya mengkarifikasi, ia berdalih pintu ditutup cuma sementara karena sidang belum dimulai dan masih menyusun dokumen.
“Padahal jaksa sebetulnya mau sidang tertutup. Lalu hakim masuk, namun pintu masih tetap dikunci. Lalu saya dari luar protes ke hakimnya, pak hakim itu pintu dikunci, ini kan sidang putusan terbuka untuk umum. Lalu hakimnya memerintahkan untuk dibuka,” kata dia.
Era menambahkan, semua petani SMB termasuk Suku Anak Dalam sudah diputus pidana penjara oleh majelis hakim PN Jambi. Namun banyak terdapat kejanggalan dalam proses hukum mereka. Ada beberapa di antaranya yang masa tahanannya telah habis, namun tidak dilepas oleh aparat penegak hukum. Ada juga yang divonis penjara satu tahun, namun sudah lebih dari setahun dipenjara belum dibebaskan.