Suara.com - Parlemen Turki menyetujui undang-undang yang memberikan otoritas kekuatan lebih besar untuk mengatur media sosial meskipun ada kekhawatiran akan meningkatnya sensor.
Menyadur The Associated Press, undang-undang yang disahkan Rabu (29/7/2020), mengharuskan perusahaan media sosial besar seperti Facebook dan Twitter untuk mendirikan kantor perwakilan di Turki guna menangani keluhan terhadap konten di platform mereka.
Jika perusahaan media sosial menolak untuk membentuk perwakilan resmi, undang-undang tersebut mengamanatkan akan ada denda, larangan iklan, dan pengurangan bandwidth.
Dengan putusan pengadilan, bandwidth akan berkurang dari 50 persen menjadi 90 persen. Pengurangan bandwidth tersebut berdampak pada kecepatan akses yang menjadi lambat saat digunakan.
Kantor perwakilan tersebut juga akan ditugaskan untuk menanggapi permintaan individu untuk menghapus konten yang melanggar privasi dan hak pribadi dalam waktu 48 jam atau untuk memberikan alasan penolakan. Perusahaan harus bertanggung jawab jika konten tidak dihapus atau diblokir dalam waktu 24 jam.
![Ilustrasi kantor Facebook. [Shutterstock]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2018/08/10/44336-kantor-facebook-di-dublin.jpg)
Yang paling mengkhawatirkan, undang-undang baru itu juga akan mewajibkan penyedia media sosial untuk menyimpan data penggunanya di Turki.
Pemerintah Turki mengatakan undang-undang itu diperlukan untuk memerangi kejahatan dunia maya dan melindungi pengguna.
Anggota parlemen partai yang berkuasa Rumeysa Kadak mengatakan aturan tersebut akan digunakan untuk menghapus posting yang mengandung cyberbullying dan penghinaan terhadap perempuan.
Anggota parlemen oposisi mengatakan undang-undang itu akan lebih membatasi kebebasan berekspresi di negara di mana media sudah di bawah kendali pemerintah yang ketat dan puluhan wartawan berada di penjara. Ratusan orang diselidiki dan beberapa ditangkap karena memposting sesuatu di media sosial.
Baca Juga: Aksi Pembalap Saat Lakukan Start Ini Jadi Sorotan, Kenapa Ya?
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menuntut undang-undang tersebut, bersumpah untuk "mengendalikan platform media sosial" dan memberantas amoralitas.
Turki memimpin dunia dalam permintaan penghapusan ke Twitter, dengan lebih dari 6.000 tuntutan pada paruh pertama 2019.
Menurut The Freedom of Expression Association, lebih dari 408.000 situs web diblokir di Turki.
Wikipedia juga pernah diblokir selama hampir tiga tahun sebelum pengadilan tinggi Turki memutuskan bahwa pelarangan itu melanggar hak atas kebebasan berekspresi.
Undang-undang disahkan setelah 16 jam musyawarah yang tegang di parlemen, di mana partai yang berkuasa Erdogan dan sekutu nasionalisnya memegang mayoritas kursi. UU tersebut akan diterbitkan dalam Lembaran Resmi setelah Presiden Erdogan menyetujuinya.
Perusahaan media sosial belum berkomentar mengenai aturan baru yang akan diterapkan Pemerintahan Turki tersebut.