Suara.com - Evaluasi setahun pandemi COVID-19 di tanah air, pakar ingatkan untuk tidak bergantung sepenuhnya pada vaksinasi, melainkan fokus pada penguatan tracing dan testing. Indonesia dinilai belum lewat puncak gelombang pertama.
Setahun berlalu sejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan kasus COVID-19 pertama di Indonesia.
Tepatnya pada tanggal 2 Maret 2020, Jokowi dan Terawan Agus Putranto, menteri kesehatan saat itu, duduk bersama di beranda Istana Merdeka menggelar konferensi pers untuk mengumumkan ada dua WNI yang dikonfirmasi positif COVID-19.
Kini pandemi telah menyebar ke seantero negeri. Dalam setahun, sudah lebih dari 1,3 juta orang yang dinyatakan positif COVID-19, dan sekitar 36 ribu pasien telah kehilangan nyawa.
Bagaimana catatan penanganan pandemi COVID-19 di Indonesia dalam satu tahun ke belakang?
DW mewawancarai dua epidemiolog tanah air terkait hal ini.
Indonesia belum melewati puncak gelombang pertama
Dalam beberapa hari terakhir, Indonesia memang mencatat tren penurunan kasus harian COVID-19. Namun, pakar epidemiologi dari Universitas Airlangga Windhu Purnomo menyebut hal ini sebagai sebuah penurunan semu.
Ia menggarisbawahi bahwa penurunan kasus harian tersebut justru terjadi akibat turunnya testing atau pengujian COVID-19 di tanah air.
Baca Juga: Kegiatan Belajar Tatap Muka di Bandar Lampung Menunggu Vaksinasi Guru
“Jadi yang namanya testing itu menurun terus ya, bahkan di tiga hari terakhir ini sudah jauh dibawah target minimum WHO yang mestinya untuk Indonesia 39 ribu pemeriksaan per hari, kemarin tanggal 1 Maret tinggal 18 ribu sekian. Bayangkan, kurang dari separuh target minimum. Dan itu terjelek, terburuk dalam 4 bulan terakhir,” kata Windhu saat diwawancara DW, Selasa (2/3).
Senada dengan Windhu, pakar epidemiologi dari Griffith University Australia Dicky Budiman juga mengungkapkan hal serupa, bahwa penurunan kasus harian dalam beberapa hari ini dikarenakan rendahnya atau menurunnya testing dan tracing COVID-19 di Indonesia.
“Kita tidak boleh terpukau atau terpaku pada kasus harian yang menurun karena itu tidak valid, apalagi di negara-negara seperti Indonesia yang cakupan testing tracing-nya rendah. Itu amat sangat tidak valid dan berbahaya, karena itu akan misleading, misinterpretasi dan juga misekspektasi,” kata Dicky saat diwawancara DW, Selasa (2/3).
Kedua pakar epidemiologi ini sepakat mengatakan bahwa Indonesia sampai saat ini belum juga melewati puncak gelombang pertama pandemi COVID-19.
Tempatkan sektor kesehatan sebagai leading sector
Setahun berlalu, Windhu mencatat bahwa kebijakan pemerintah dalam penanganan pandemi COVID-19 masih sering tidak konsisten.