Telegram Kapolri Larang Media Siarkan Arogansi Polisi Dicabut Lagi

Selasa, 06 April 2021 | 17:05 WIB
Telegram Kapolri Larang Media Siarkan Arogansi Polisi Dicabut Lagi
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo saat jumpa pers soal teroris wanita yang menyerang Mabes Polri. (Suara.com/Yaumal)

"(Instruksi TR itu tidak berlaku untuk media nasional) iya, hanya untuk internal saja," ujarnya.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal Rusdi Hartono sebelumnya menjelaskan tujuan penerbitan surat telegram untuk memperbaiki kinerja Polri di daerah.

"Pertimbangannya agar kinerja Polri di kewilayahan semakin baik," kata Rusdi.

Ketika dihubungi wartawan siang tadi, Wakil Ketua Komisi III DPR Adies Kadir mengatakan untuk memperjelas duduk perkara, Komisi III akan meminta penjelasan dari Kapolri dalam rapat dengar pendapat yang akan datang.

"Kami akan mengklarifikasi dulu kepada pak kapolri nanti pada saat rapat dengar pendapat dengan Komisi III atau kalau sempat nanti saya telepon, saya akan menanyakan kira-kira maksudnya apa," kata Adies.

"Jadi kita harus menanyakan secara langsung kepada pihak kepolisian, apakah ini menyangkut internal dari penyelidikan atau apa surat telegram tersebut."

Menurut Adies, jika aturan tersebut diberlakukan untuk media mainstream, memiliki potensi mengebiri kerja-kerja jurnalistik.

"Kalau ini berlaku untuk rekan media kan dikhawatirkan nanti ada anggapan bahwa akan mengebiri lagi kinerja daripada rekan media. Karena media ini juga dilindungi oleh undang-undang," kata Adies.

Adies menilai wajar penerbitan surat telegram, terutama pada poin "larangan kepada media menyiarkan upaya/tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan" menjadi polemik.

Baca Juga: ST Kapolri Diperuntukkan Internal, Pengaruhnya Sampai ke Kerja Jurnalistik

Adies menjelaskan media tidak bisa dibatasi untuk melakukan peliputan lantaran sifatnya yang harua melaporkan berdasarkan dengan fakta sebenarnya.

"Terkait telegram itu aparat atau media itu kan harus jelas juga, harus dipertanyakan. Kalau media kan harus menyebarkan sebenar-benarnya sesuai dengan fakta di lapangan," kata Adies.

Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen Indonesia Sasmito Madrim menolak aturan tersebut -- jika diberlakukan untuk media mainstream.

"Karena itu, AJI meminta ketentuan itu dicabut jika dimaksudkan untuk membatasi kerja jurnalis," kata Sasmito.

"Saya pikir surat telegram kapolri ini,terutama poin satu berpotensi menghalangi kinerja jurnalis. Karena di dalamnya tertulis media dilarang menyiarkan tindakan kepolisian yang menampilkan kekerasan."

Sasmito mengingatkan sejumlah aksi kekerasan terhadap jurnalis seringkali dilakukan oleh oknum.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI