Soal Orang yang Gemar Menuduh Kafir, Begini Pesan Imam al-Ghazali

Dany Garjito Suara.Com
Kamis, 15 April 2021 | 17:26 WIB
Soal Orang yang Gemar Menuduh Kafir, Begini Pesan Imam al-Ghazali
Foto sebagai ilustrasi. Seorang petugas mengecek ruang utama Masjid Istiqlal di Jakarta, Jumat (9/4/2021). [ANTARA FOTO/Wahyu Putro A]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Imam al-Ghazali, seorang filsuf dan teolog muslim pernah menyampaikan kritik untuk kelompok yang sering mengeluarkan tuduhan kafir.

Imam al-Ghazali dikenal juga sebagai Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali at-Thusi asy-Syafi’i. Gelar 'hajjatul islam' didapatkan Imam al-Ghazali bukanlah gelar sembarangan.

Imam al-Ghazali mendapat gelar tersebut karena kegigihannya dalam melawan keyakinan-keyakinan syubhat dalam masalah aqidah, dan sikap telatennya dalam membantah kerancuan cara berpikir filsuf.

Semua itu tidak diraih dengan gampang. Bersama saudaranya, al-Ghazali yang yatim sejak kecil memang memiliki semangat dan ketekunan yang luar biasa dalam mencari ilmu.

Menyadur artikel NU Online berjudul 'Imam al-Ghazali soal Orang yang Gemar Menuduh Kafir' oleh Sunnatullah, disebutkan bahwa di antara kitab Imam al-Ghazali yang sering dijadikan referensi oleh umat Islam, utamanya warga NU adalah Faishalut Tafriqah bainal Islam waz Zindiqah.

Ilustrasi salat, sholat, ibadah. [Shutterstock]
Ilustrasi salat, sholat, ibadah. [Shutterstock]

Dalam kitab tersebut al-Ghazali menjelaskan secara panjang lebar terkait kesalahan-kesalahan dalam tuduhan kafir terhadap suatu golongan. Kitab ini dikarang setelah karya monumentalnya, Ihya Ulumiddin, dan sebelum menulis kitab ragam cara berpikir tentang aqidah, yaitu al-Munqid minadl Dlalal.

Lahirnya kitab Faishalut Tafriqah bainal Islam waz Zindiqah bermula ketika teman al-Ghazali melapor bahwa lawan al-Ghazali dalam diskusi ilmu kalam telah mengeluarkan vonis kafir dan sesat terhadap sang hujjatul islam.

Imam al-Ghazali merespons dengan rasa prihatin, serta merasa bertanggung jawab untuk meluruskan kesalahan-kesalahan dalam gampangnya vonis kafir kepada orang lain yang tidak sepaham dengannya. Oleh sebab itulah, Imam al-Ghazali menulis kitab kitab Faishalut Tafriqah bainal Islam waz Zindiqah.

Fenomena Tuduhan Kafir

Baca Juga: Kisah Wanita Putuskan Jadi Mualaf, Berawal dari Ingin Berhijab

Imam Al-Ghazali (1058 M– 1111 M) dalam pengantar kitab Faishalut Tafriqah bainal Islam waz Zindiqah mengungkap keresahannya perihal tuduhan kafir pada umat Islam. Cendikiawan Muslim saat itu salah dalam mengategorikan mana masalah pokok keyakinan (aqidah), dan mana cabang dari keyakinan.

Menurutnya, betapa banyak perdebatan antara tokoh Muslim namun minim dalam memberikan kontribusi untuk meyakinkan umat Islam pada kebenaran. Sedangkan umat Islam dilanda berbagai fitnah tentang aqidah. Dan banyaknya para pendakwah yang menganggap dirinya ada pada kebenaran, namun nyatanya ada dalam kesalahan, bahkan orang-orang yang mengajak terhadap persatuan dalam bingkai keislaman acap kali diacuhkan dan dijauhkan. Umat Islam menjadi bingung tanpa tahu kebenaran. Semua nasihat para ulama diabaikan, bahkan tidak dianggap kebenarannya. Padahal, pemicu terjadinya masalah tersebut disebabkan masalah kecil yang dibesar-besarkan.

Yang cukup mengherankan, menurut al-Ghazali, mereka yang mengeluarkan fatwa “paling benar” dan “paling Islam”, melarang umat Islam untuk mengikuti fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh ulama selain kelompok dari golongannya yang mangaku paling benar. Bahkan jika ada yang mengajak pada kebenaran tapi bukan dari kelompok yang mengatasnamakan dirinya sebagai “paling Islam” harus ditinggalkan, tidak boleh diikuti.

Kritik untuk Kelompok yang Sering Mengeluarkan Tuduhan Kafir

Imam Al-Ghazali mengajak pada para pendakwah untuk bisa menebarkan sikap tasamuh dalam berdakwah, serta mengedepankan persatuan. Melalui kitab kitab Faishalut Tafriqah bainal Islam waz Zindiqah beliau menyampaikan, menjadi tokoh Islam itu berarti menjadi penunjuk umat dalam meraih hidayah, baik di suatu desa ataupun kota. Ia mesti menyampaikan dengan kata yang lemah-lembut penuh hikmah, merapatkan barisan, serta berpegang teguh pada agama Allah yang kokoh.

Dalam kitab tersebut ia juga memberikan standar agar tidak mudah menjustifikasi orang lain keluar dari Islam. Karena bagaimanapun, orang-orang yang masih iman terhadap kenabian Rasulullah saw dan mengakui setiap kepastian dalam agama yang sudah menjadi aturan Islam secara pasti, tetap dihukumi sebagai orang Islam yang wajib dijaga darahnya, jiwanya, dan hartanya. Sebagaimana sabda Rasulullah dalam sebuah hadits:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI