UU PSDN yang Mengatur Komponen Cadangan Digugat ke MK, Kenapa?

Senin, 31 Mei 2021 | 19:24 WIB
UU PSDN yang Mengatur Komponen Cadangan Digugat ke MK, Kenapa?
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). [ANTARA/Rosa Panggabean]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tim Advokasi untuk Reformasi Sektor Keamanan mengajukan uji materiil Undang-undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional Untuk Pertahanan Negara, ke Mahkamah Konstitusi, Senin (31/5/2021).

Pengajuan judicial review tersebut dilakukan karena adanya sejumlah masalah pada pasal-pasal UU PSDN yang mengatur komponen cadangan pertahanan negara.

Tim Advokasi untuk Reformasi Sektor Keamanan adalah gabungan sejumlah lembaga seperti Imparsial, KontraS, Yayasan Kebajikan Publik Jakarta, PBHI, LBH Jakarta, LBH Pers.

Kemudian terdapat pula pemohon uji materiil UU PSDN seperti Ikhsan Yosarie, Gustika Fardani Jusuf dan Leon Alvinda Putra. 

Pasal yang dimintakan mereka untuk dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi ialah Pasal 4 ayat (2) dan (3), Pasal 17, Pasal 18, Pasal 20 ayat (1) huruf a, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 46, Pasal 66 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 75, Pasal 77, Pasal 78, Pasal 79, Pasal 81 dan Pasal 82 UU PSDN.

Selain pasal tersebut, Tim Advokasi untuk Reformasi Sektor Keamanan juga mengajukan beberapa substansi yang dianggap bermasalah secara hukum, hak asasi manusia, dan tatakelola sistem pertahanan-keamanan di dam UU PSDN. Mereka meminta untuk dibatalkan juga oleh MK. 

Salah satu subtansi yang dianggap bermasalah adalah terkait lingkup ancaman yang sangat luas. Pada pasal 4 UU PSDN dikatakan kalau ruang lingkup ancaman meliputi ancaman militer, ancaman nonmiliter dan ancaman hibrida. 

Menurut mereka, luasnya ruang lingkup ancaman malah akan menimbulkan permasalahan tersendiri.

Sebab, komponen cadangan yang telah disiapkan dan dibentuk pemerintah dapat digunakan untuk menghadapi ancaman keamanan dalam negeri seperti dalih untuk menghadapi ancaman bahaya komunisme, terorisme, dan konflik dalam negeri. 

Baca Juga: PBHI: Pelaku Penganiayaan Jurnalis Tempo di Surabaya Diduga Oknum Polisi

"Itu yang berpotensi menimbulkan terjadinya konflik horizontal di masyarakat," demikian yang tertulis dalam keterangan pers Tim Advokasi untuk Reformasi Sektor Keamanan di Jakarta.

Substansi masalah lainnya adalah penetapan komponen cadangan berupa sumber daya buatan serta sarana dan prasarana nasional mengabaikan prinsip kesukarelaan.

Untuk menjadi komponen cadangan, kedua sumber daya serta sarana dan prasarana yang dikelola baik oleh warga negara maupun swasta tersebut hanya melewati verifikasi dan klasifikasi oleh Kementerian Pertahanan tanpa kesukarelaan dari pemilik. 

"Dengan demikian, UU ini tidak memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap hak properti yang merupakan bagian dari hak asasi manusia. Hal ini akan membuka ruang potensi konflik sumber daya alam dan konflik pertanahan antara negara dan masyarakat," jelasnya. 

Karena itu mereka menilai ketentuan dalam pasal Pasal 17, Pasal 28, Pasal 66 ayat (2), Pasal 79, Pasal 81 dan Pasal 82 UU A Quo tidak mengatur secara rinci penetapan sumber daya alam dan sumber daya buatan, sebagai komponen cadangan.

Eksesnya, hal itu bisa menimbulkan ketidakpastian hukum dan melanggar prinsip conscientious objection bagi pemilik atau pengelola sumber daya alam, sumber daya buatan dan sarana prasarana lain. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI