Suara.com - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menjadi perbincangan saat mengenakan pakaian adat Baduy dalam Sidang Tahunan MPR di Kompleks Parlemen, Senin (16/8/2021). Penampilan Presiden Jokowi itu dikritik pedas oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).
Melalui laman resminya, AMAN menyentil janji-janji Presiden Jokowi terhadap masyarakat adat adat yang belum dipenuhi. Sekjen AMAN Rukka Sombolinggi menyebut sikap dan tindakan Jokowi tidak mencerminkan adat Baduy.
"Sikap dan tindakan (Jokowi) sangat bukan Baduy," kritik Rukka dalam pernyataan resminya seperti dikutip Suara.com, Senin (16/8/2021).
Rukka berpendapat Presiden Jokowi sebetulnya sedang menunjukkan baju adat dari Masyarakat Adat Baduy sekadar pembungkus badan dirinya. Namun, ia mengingatkan Indonesia dibuat sangat jauh dari paradigma pembangunan ala Baduy yang begitu menghormati bumi.
"Janji Nawacita belum terpenuhi satu pun. Perampasan wilayah adat terus terjadi, Satgas Masyarakat Adat menguap," kritik Rukka.
"Undang-Undang Masyarakat Adat belum disahkan, terus melemah di DPR, dan malah yang disahkan adalah Revisi Undang-Undang Minerba dan Omnibus Cilaka (Undang-Undang Cipta Kerja)," lanjutnya.
AMAN mencontohkan aksi Presiden Jokowi yang mengenakan baju adat Timor Tengah Selatan, NTT di tahun lalu. Penampilannya itu bertolak belakang dengan nasib Masyarakat Adat Besipae.
AMAN menyebut puluhan kepala keluarga terpaksa harus tidur beralaskan tanah dan beratapkan langit setelah peristiwa pengrusakan rumah-rumah warga oleh aparat. Peristiwa yang dibarengi dengan intimidasi dan diskriminasi itu, bukan yang pertama.
Rentetan konflik terjadi karena Pemerintah Provinsi NTT tiba-tiba mengklaim lahan seluas 3.700 hektar. Lahan ini adalah hutan adat Pubabu dengan cakupan Desa Linamnutu, Mio, dan Oe Ekam.
Baca Juga: Jokowi Pakai Baju Adat Baduy, KSP: Cara Jokowi Hentikan Stigma Suku Baduy
Masyarakat Adat kemudian direlokasi secara paksa. Pemerintah setempat beralasan hendak mengembangkan perternakan, perkebunan, dan pariwisata di atas wilayah adat mereka.