Bagaimana Negara-negara Teluk Menghadapi Sejarah Perbudakan?

Jum'at, 11 Februari 2022 | 16:20 WIB
Bagaimana Negara-negara Teluk Menghadapi Sejarah Perbudakan?
DW
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Pedagang Arab mulai menculik orang-orang dari bagian timur laut benua Afrika dan menjual mereka di pasar budak di Teluk.

Setelah resesi global tahun 1930-an, pasar mutiara dan kurma runtuh. Banyak budak yang bekerja di perkebunan kelapa sawit atau industri mutiara dibebaskan oleh pemilik yang tidak mampu lagi menopang mereka, menurut Hopper.

Butuh beberapa dekade sampai semua negara Arab di kawasan Teluk secara resmi melarang memiliki, dan memperdagangkan budak.

Irak telah secara resmi menghapus perbudakan pada awal 1920-an. Dan negara-negara seperti Qatar dan Arab Saudi mengikuti langkah tersebut masing-masing pada tahun 1952 dan 1962.

Oman, yang pernah menjadi salah satu pasar budak terbesar di kawasan itu, menjadi salah satu negara yang terakhir melarang praktik perbudakan pada tahun 1970.

Topik tabu

Meskipun telah secara resmi melarang perbudakan tradisional selama beberapa dekade, masyarakat Teluk masih belum bisa secara terbuka tentang masa lalu mereka sebagai pedagang budak.

Abdulrahman Alebrahim, seorang peneliti independen sejarah Teluk modern, percaya undang-undang yang diberlakukan dengan dalih persatuan nasional menjadikannya topik ini sebagai hal yang dapat memicu perpecahan sosial.

"[Undang-undang ini] secara signifikan telah mencegah orang - sejarawan lokal, khususnya - untuk mendiskusikan masalah sensitif yang dianggap tabu secara sosial," katanya kepada DW.

Baca Juga: Polri Selidiki Kasus Dugaan Perbudakan Terkait Penemuan Karangkeng di Rumah Bupati Langkat

"Bahkan ketika topik ini dibahas secara akademis dan dalam kerangka keadilan dan kesetaraan sosial, itu sangat tidak disukai."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI